Hati yang Bersinar "Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku Rabb-mu, Mereka
menjawab: Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, 'Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).'" (QS
al-A'raaf: 172) Ketika ruh masuk ke dalam jasad, maka beragam tuntutan jasad
pun memberikan perubahan yang berpengaruh langsung kepada hati.
Bila cahaya menyinari hati begitu kuat, maka seseorang
dapat menahan beragam desakan tubuh yang diharamkan. Rasulullah SAW adalah
teladan kita. Beliau SAW merupakan cermin seorang yang mampu menahan pengaruh
kehidupan dunia, sehingga hatinya selalu bercahaya. Hal itu tecermin dari
akhlak beliau, baik terhadap Allah maupun terhadap mahluk-Nya.
Syekh Ahmad bin Muhammad Ataillah berkata, "Betapa
hati manusia akan menyinarkan cahaya bila cermin hati kita memantulkan beraneka
macam gambaran tentang alam kemakhlukan? Betapa seorang hamba mampu menjumpai
Allah, padahal ia terbelenggu ke dalam syahwat. Bagaimana mungkin seorang
dengan keinginan kerasnya untuk masuk ke hadirat Allah, padahal ia belum bersih
dari janabat kelalaiannya.
Bagaimana mungkin seorang hamba mampu memahami berbagai
rahasia yang halus, padahal ia belum juga bertobat dari kesalahannya." Dua
hal tersebut di atas tentu saja sangat mustahil dikumpulkan menjadi satu.
Bahkan, orang akan keheranan apabila ada orang yang menghendaki berbinar-binar
cahaya, padahal ia sendiri belum mampu memisahkan diri dari gambaran dunia yang
mengasyikan.
Tidak mungkin cahaya Allah itu dapat ditangkap untuk
menghiasi hatinya apabila cermin hatinya masih tertutup oleh kegelapan dunia.
Karena cermin hati dapat cahayanya apabila telah mendapat sinar keimanan. Bagi
hati yang telah mendapatkan cahaya, persoalan dunia bukanlah tujuan utamanya.
Mereka akan tetap beribadah walaupun hidup dalam kesederhanaan.
Rezeki terkadang datang dari pintu yang tidak terduga,
setelah kita berusaha semaksimal mungkin untuk berusaha dan terus berdoa. Kisah
tukang sol sepatu, misalnya, pernah melintasi cerita inspiratif tentang makna
keimanan seorang hamba. Di tengah usahanya yang terus berjalan dan tanpa order,
tukang sol sepatu terus berusaha dan tidak berhenti berdoa dan shalat dalam
setiap perjalanannya.
Namun, di tengah kesedihan karena sepinya order, justru
rezeki diberikan Allah lewat seorang tetangga melalui istrinya yang sedang ada
di rumah. Sang lelaki itu tak mampu menahan air mata, seraya berucap,
"Allahu Akbar," sambil bersujud dan berucap, "Ya Allah, benar
Engkau Mahakaya, Pengasih, serta Penyayang, muliakan tetangga kami serta
tambahkan rezekinya, amin, ya Allah." Allah SWT berfirman dalam Alquran
surah al-Mukmin ayat 61, "Allahlah yang menjadikan malam untukmu supaya
kamu beristirahat, dan menjadikan siang terang benderang.
Sungguh besar karunia Allah kepada manusia! Tetapi
kebanyakan manusia tidak mau bersyukur." Kini lihatlah diri kita yang
setiap hari bergelimang dengan harta. Setiap saat kita berdiskusi untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih besar, bahkan terkadang kita membicarakan
jabatan agar bisa meraihnya. Padahal semua itu akan kita tinggalkan ketika
malaikat maut datang menjemput.
Ketika hati kita sudah diisi dengan hawa nafsu dunia,
maka cahaya Allah makin redup dalam diri kita. Dunia sudah kita besarkan setiap
saat, sementara Allah yang telah menciptakan dan mencukupkan rezeki kita justru
dikecilkan kedudukannya. Di manakah cinta kita kepada Allah yang Rahman dan
Rahim?
(Da'wah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar