Minggu, 31 Januari 2016

KASIH SAYANG ALLAH

Suatu hari, Rasulullah SAW dan para sahabat berjalan di tengah padang pasir. Saat itu, panas sinar matahari terasa menyengat, seolah membakar tubuh, bahkan menelusup menembus ke lapisan kulit.
Tiba-tiba, seorang ibu tampak sedang menggendong bayinya. Sang ibu dengan penuh perhatian mendekap buah hatinya. Ia berusaha melindungi bayinya agar tak terkena panas matahari.
Melihat pemandangan ini, Rasulullah menghentikan langkah para sahabatnya. Seolah mendapat tamsil kasus yang tepat, beliau bertanya, "Wahai para sahabatku, akankah ibu itu melemparkan bayinya ke dalam api yang membara?" Para sahabat menjawab serentak, "Tidak mungkin, wahai Rasulullah."
Kemudian, Rasulullah bersabda, "Ketahuilah, kasih sayang Allah jauh lebih besar daripada kasih sayang ibu itu terhadap bayinya. Dia-lah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim!" (HR Bukhari-Muslim).
Kisah di atas mengajarkan bahwa sifat Allah yang khusus diberikan kepada orang-orang beriman pada hari akhir adalah ar-Rahman dan ar-Rahim. Kedua asma Allah ini (ar-Rahman dan ar-Rahim) berasal dari kata arrahmah. Menurut Ibnu Faris, seorang ahli bahasa bahwa semua kata yang terdiri dari hurufra, ha, dan mim mengandung makna “lemah lembut, kasih sayang, dan kehalusan.”
Kata ar-Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa Arab yang berakar dari kata kerja ra-ha-ma/, artinya ialah penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom, dan para mufasir memberi penjelasan bahwa ar-Rahman dapat diartikan sebagai sifat kasih Allah pada seluruh makhluk-Nya di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang, dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.
Dengan kasih-Nya ini, Sang Khalik mencukupkan semua kebutuhan hidup makhluk di alam semesta. Hanya saja, limpahan kasih ini hanya diberikan Allah pada semua mahluk selama hidup di dunia, di akhirat kelak kasih sayang ini hanya diberikan kepada orang beriman yang menjadi penghuni surga.
Sementara itu, ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) di dalam Alquran, Allah mengulangi kata ini sebanyak 228 kali, jauh lebih banyak dari asma Allah, ar-Rahman yang hanya disebutkan sebanyak 171 kali. Jika kata ar-Rahman sifatnya berlaku untuk seluruh manusia maka kata yang kedua ar-Rahim, sifat-Nya yang hanya berlaku pada situasi khusus dan untuk kaum tertentu semata.
Rahim juga disebut sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Di alam rahim inilah bermulanya kehidupan. Di alam rahim kehidupan ideal kita dijaga dan dipelihara. Bahkan, di alam rahim pula, setiap manusia dipersaksikan “apa dan ke mana” tujuan hidupnya.
Maka, tak heran apabila bayi dilahirkan, ia akan menangis, karena meninggalkan rahim yang melimpahkan sayang dan rasa aman. Di dalam sifat rahim Allah, kita akan hidup dengan aman, nyaman, penuh kemuliaan, sentosa, dan penuh keberkahan.
Maka, sebutlah nama-nama Tuhan yang indah, dalam setiap awal doa dan permintaan. Mereka yang selalu membasahi bibirnya dengan kata, ar-Rahman dan ar-Rahim, maka Allah akan melimpahkan  kasih sayang-Nya yang tak terbatas. Siapa saja dikasihi dan disayangi Allah. Maka, tak satu pun makhluk di dunia memiliki alasan untuk membenci kecuali mereka yang telah dikuasai nafsu angkara murka.


***) Dadang Kahmad

Sabtu, 30 Januari 2016

MENGAPA KITA BIARKAN MASJID SEPI

Bulan Ramadhan merupakan momen paling tepat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Mengaji Alquran, zikir, menghadiri majelis taklim, dan shalat berjamaah. Apalagi, jika amaliah tersebut dilakukan di masjid, tentu lebih afdhal lagi.
Pada bulan yang suci ini, hampir semua agenda keagamaan dipusatkan di masjid. Tadarus Alquran, berbuka bersama, santunan anak yatim, dan berjamaah shalat. Ibadah yang disebut terakhir semakin ramai, berbeda dengan bulan-bulan lainnya.
Shalat berjamaah, ibaratnya adalah show of force atau unjuk kekuatan kaum Muslimin. Ibadah jamaah, baik itu di masjid atau mushala adalah syiar agama. Dalam Alquran disebutkan, bagi yang mengagungkan syiar-syiar Allah merupakan ciri orang bertakwa.
Mereka yang memakmurkan masjid disebut oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya, “Jika kalian melihat seorang yang membiasakan diri mendatangi masjid, maka saksikanlah baginya keimanan. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.’’ (HR at-Tirmizi).
Nabi banyak memberi motivasi kepada kaum Musimin secara umum untuk mendatangi masjid dan memakmurkannya. Beliau menyebut mereka dengan predikat yang baik dan memuliakan mereka. Seperti disebutkan dalam hadis, “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid adalah kerabat Allah.” (HR Bazzar).
Bahkan, Nabi secara khusus mendidik para sahabat untuk mencintai masjid. Dengan dijadikannya masjid sebagai pusat peribadatan, pendidikan, dan pemerintahan sekaligus, membuat intensitas kehadiran para sahabat semakin meningkat.
Dengan didikan tersebut, otomatis hati mereka menjadi semakin dekat dengan masjid. Sekarang kita perlu berkaca, mengapa kita terkadang membiarkan masjid sepi. Padahal, di antara kita ada yang duduk sebagai pengurus utama masjid atau rumahnya dekat dengan masjid.
Di sini, kita banyak memiliki masjid yang seharusnya juga setiap saat kita makmurkan masjid tersebut. Bandingkan dengan perjuangan saudara-saudara kita seiman di daerah minoritas, di Eropa, Amerika, bahkan di Asia sendiri.
Betapa sulitnya mereka memiliki masjid. Pemerintah setempat cenderung menerapkan aturan yang ketat. Terkadang mereka harus mengakali hal itu dengan menjadikan rumah mereka sebagai masjid atau menyewa gedung untuk sekadar shalat Jumat.
Di Palestina, saudara-saudari kita tidak diizinkan shalat di Masjid al-Aqsa kecuali bila berusia di atas 50 tahun. Mereka berani bentrok dengan polisi Israel agar bisa shalat di al-Aqsha. Luka akibat tembakan dan cedera karena dipukul senjata tak menyurutkan mereka.


***) Muhammad Shobri Azhari

Jumat, 29 Januari 2016

MANUSIA PENGEMBARA

Suatu hari, Rasulallah SAW memegang pundak Abdullah bin Umar. Rasulullah SAW kemudian berpesan, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara.” 
Rupanya, putra Umar bin Khattab itu sangat terkesan dengan ucapan singkat Rasulallah SAW hingga dia berkata, antara lain, “Jaga nikmat hidupmu sebelum ajal menjemputmu. 
Demikian pula seharusnya kita. Bukankah setiap capaian dunia hanyalah halte demi halte untuk sampai pada terminal akhir kehidupan yaitu kematian. 
Pada hakikatnya, manusia memang hanya musafir, hingga Ibnul Qayyim, ulama besar abad ke-12 Masehi berkata, “Manusia sejak tercipta dilahirkan untuk menjadi pengembara. 
Sifat pengembara dalam diri manusia merupakan sebuah keniscayaan kehidupan sebagaimana diungkap Imam Syafii, “Bahkan seekor singa tidak akan pandai memangsa jika tidak hidup di hamparan bumi yang luas, dan anak panah tak akan menemui sasarannya bila tak pernah dilepaskan dari busurnya.
Sayangnya, sifat pengembaraan manusia sering membuatnya alfa dalam pengembaraannya di padang safana kehidupan. Manusia menjadi rakus dalam berburu rezeki. 
Manusia berpikir, rezeki adalah uang. Padahal, sebuah cinta dari seorang istri pun adalah rezeki. Bukankah Rasulallah SAW menyebut cinta Khadijah dengan berkata, “Aku telah diberi rezeki dengan cintanya. 
Seringkali manusia tak pandai bersyukur atas karunia rezeki yang melimpah. Padahal, Allah SWT berjanji untuk memberi lebih jika seorang hamba pandai bersyukur. 
Karena itulah, Ibnul Qayyim berkata, “Andai seorang hamba mendapat rezeki dunia dan seluruh isinya, kemudian dia bekata, “alhamdulillah,” niscaya pemberian Allah padanya dengan ucapan hamdallah itu akan lebih besar dari seluruh dunia dan seisinya. 
Mengapa? Sebab, segala kenikmatan dunia akan berakhir sementara pahala atas ucapan tahmid itu kekal hingga hari akhir. Manusia memang sering mengalami krisis keyakinan soal rezeki. Krisis itulah yang menghantarkan manusia menjadi serakah, korup, manipulatif dan merampas hak-hak orang lain. 
Ulama mengatakan ada tiga konsep rezeki. Rezki yang telah dijamin (rizqul makful), rezeki yang dibagikan (rizqul maqsum) dan rezeki yang dijanjikan (rizqul maw’ud). 
Konsep rezeki pertama seperti udara yang kita hirup, angin yang berhembus, dan kenikmatan lainnya yang Allah SWT berikan tanpa usaha manusia. Pada dua konsep rezeki lainnya, manusia harus berusaha, tentu dengan cara yang halal. 
Itulah sebabnya Rasulallah SAW berkata, “Mencari rezeki yang halal adalah (bersifat) wajib setelah kewajiban agama (seperti shalat dan puasa).” Setelah segala kenikmatan rezeki diperoleh, manusia seharusnya berbagi. 
Nasihat ringkas Ibnul Qayyim menarik untuk dikutip. Ia berkata, “Boleh jadi saat kau tertidur lelap, pintu-pintu langit tengah diketuk puluhan doa; dari orang miskin yang kau tolong; dari orang lapar yang kau beri makan; dari orang yang sedih dan telah kau hidupi, dari orang yang berjumpa denganmu dan kau berikan senyum. Karena itu jangan pernah meremehkan amal-amal kebaikan”. Wallahu a’lam.

***)Inayatullah Hasyim 

Rabu, 27 Januari 2016

DEDADUNAN YG BERCECERAN DI HALAMAN MASJID

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan ia pergi ke Masjid Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk masjid, dan melakukan shalat Zuhur. Setelah membaca wirid sekadarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid.
Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembarpun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura siang hari sungguh menyengat. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.
Pada suatu hari takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua datang. Pada hari itu, ketika ia tak menemukan satu daunpun terserak, ia menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum ia datang?
Orang orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku, berikan kesempatan padaku untuk membersihkannya”. Singkat cerita nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa.
Seorang kyai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Perempuan itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: Pertama, hanya Kyai yang mendengarkan rahasianya
Kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan kita dapat mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tiak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya.
Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Lebih dari itu ia menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal di hadapan Allah SWT.
Ia memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?

Sumber: Salingsapa

Minggu, 24 Januari 2016

MERENUNGI HIKMAH AIR

Allah yang Maha Kasih telah menurunkan air ke muka bumi sebagai rahmat bagi manusia. Sudah sepantasnya manusia bersyukur dengan curahan hujan yang datang. Alquran pun mengatakan bahwa air merupakan sumber kehidupan. 
Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Ya’qub mengatakan, air merupakan unsur penyebab kehidupan di muka bumi ini. Hal ini tercantum dalam ayat Alquran.  “...Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air,...” (QS al-Anbiya [21]: 30).
Ini diperkuat dengan pendapat Ketua Ikatan Da’I Indonesia Ahmad Satori. Ia mengatakan, turunnya air menjadi awal datangnya keberkahan, kesejahteraan, dan limpahan rizki bagi manusia. “Semua rezeki itu dari langit melalui hujan,” kata dia. 
Air yang turun dari langit, diterima oleh bumi dan meresap ke tanah-tanah. Dari tanah itu muncul tumbuh-tumbuhan yang menjadi konsumsi manusia dan hewan. Dengan adanya tumbuh-tumbuhan, manusia menjadi sehat. Dari fisik yang sehat itu turun keturunan yang sholeh, baik, dan sehat. 
“Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (QS Nuh [71]: 10-12). 
Seperti tercantum dalam ayat di atas, hujan yang turun tak hanya menghasilkan tumbuhan konsumsi. Dari tanah yang dibahasi oleh hujan tumbuh pula bunga-bunga menjadi kebun atau taman yang indah. Dari taman-taman inilah muncul rasa tenang dan hati dan jiwa yang sehat. 
Hujan tak hanya menjadi berkah bagi mereka yang tinggal di daerah dengan intensitas hujan yang baik. Dari hujan yang lebat, Allah mengalirkannya ke sungai-sungai. 
Air sungai ini menjadi berkah bagi mereka yang tidak terdampak hujan. Dari sinilah pertanian tumbuh dengan baik, orang-orang dapat menggunakan air untuk membersihkan diri (thaharah), menghidupkan pembangkit listrik, dan sebagainya. 


Sumber : Harian Republika

Kamis, 21 Januari 2016

KEDUDUKAN BERBICARA

Ada pelajaran menarik yang bisa dipetik dari film pendek berjudulMakna Kekuatan Kata-Kata yang bisa kita saksikan melalui Youtube. Film itu bercerita tentang seorang pengemis buta yang mencari nafkah di trotoar jalan. 
Untuk mendapat simpati dan belas kasihan, pengemis itu menuliskan kalimat
 Saya orang buta, tolonglah saya pada kertas karton. Tulisan itu ternyata tak banyak menarik perhatian orang-orang yang lewat. 
Hanya sedikit orang berlalu-lalang yang memberi uang recehan bagi pengemis itu. Kemudian lewatlah seorang perempuan muda di depan pengemis itu. Setelah beberapa langkah melewati pengemis buta, perempuan muda itu balik lagi dan mendekati pengemis itu.
 
Ia lalu mengambil kertas karton yang berada di samping si pengemis buta. Perempuan itu lalu membalikkan kertas karton tersebut dan menulis sebuah kalimat,
 Hari yang indah, namun aku tidak dapat melihatnya. 
Apa yang terjadi setelah kalimat itu dipajang di dekat pengemis itu? Tanpa diduga, kalimat itu berhasil menyentuh hati setiap orang yang melintas di depan pengemis itu. Orang-orang pun memberikan uang koinnya kepada pengemis tersebut.
 
Tentu saja, pengemis buta keheranan. Tak lama kemudian si perempuan muda datang lagi dan memberi tahu mengapa orang-orang mau memberikan uang koinnya pada sang pengemis.
 
Bagi saya, cerita yang disajikan dalam film pendek itu begitu menarik. Pasalnya, cerita itu ditutup dengan ungkapan, “
Change your word, change your world” (mengubah kata-katamu akan mengubah duniamu). 
Kata-kata, baik lisan maupun tulisan, akan membangun dunia kita, baik dunia subjektif (batin) maupun dunia objektif (lahir/lingkungan). Seseorang yang biasa berkata baik, hidupnya akan baik. Begitu pula sebaliknya.
 
Ketika kita berkata jujur, dunia batin akan tenteram dan secara lahir keberadaan kita akan diterima dengan baik oleh lingkungan. Sebaliknya, ketika kita berkata bohong, apalagi bohong sudah menjadi gaya hidup, dunia batin kita akan senantiasa resah-gelisah dan biasanya lingkungan pun menolak kita.
 
Dengan kata lain, kata-kata ikut menentukan nasib kita. Biasa berkata baik akan membuat nasib kita menjadi baik. Pun sebaliknya.
 
Rasulullah SAW bersabda, “
Hendaklah kamu bersikap jujur karena kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya jika seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka. Dan jika senantiasa berdusta dan memilih kedustaan, seseorang akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. 
Allah SWT telah mengingatkan kita akan pentingnya berkata baik dan benar. Setidaknya ada dua janji Allah bagi orang biasa berkata baik dan benar. Pertama, Sang Khalik akan membantu menyelesaikan urusan dunia kita. Kedua, Allah akan mengampuni dosa-dosa kita.
Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Ahzab ayat 70-71. Tidak hanya Allah SWT yang mengingatkan pentingnya berbicara yang baik, Rasulullah SAW pun mengingatkan hal yang sama. Beliau bersabda, “Bicaralah yang baik atau diam. 
Bahkan, menurut orang Arab, “
Salaamatu al insaan fii hifzhi al lisaan(Keselamatan manusia sangat bergantung pada kemampuan menjaga lisan (perkataan).” 
Begitulah kedudukan berbicara dalam ajaran Islam. Menurut Islam, berbicara tidak hanya memiliki dampak dunia, tetapi juga akhirat. Jika kita membiasakan bicara yang baik, dunia dan akhirat kita akan baik. Dan sebaliknya.
 Wallahu a'lam.


***) Karman  Republika Online

Rabu, 20 Januari 2016

NARASI MUHAMMAD

“Aku bisa berdoa kepada Allah untuk menyembuhkan butamu dan mengembalikan penglihatanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar dalam kebutaan itu, kamu akan masuk surga. Kamu pilih yang mana?”
Itu dialog Nabi Muhammad SAW dengan seorang wanita buta yang datang mengadukan kebutaannya kepada beliau, dan meminta didoakan agar Allah mengembalikan penglihatannya.
Dialog yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas itu berujung dengan pilihan yang begitu mengharukan: "Saya akan bersabar, dan berdoalah agar Allah tidak mengembalikan penglihatanku."
Beliau juga bisa menyembuhkan seperti Nabi Isa, tapi beliau menawarkan pilihan lain: bersabar. Sebab kesabaran adalah karakter inti yang memungkinkan kita survive dan bertahan melalui seluruh rintangan kehidupan. Kesabaran adalah karakter orang kuat.
Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa dengan bisa melihat, wanita itu akan bisa melakukan lebih banyak amal saleh yang bisa mengantarnya ke surga. Tapi di sini, kesabaran itu adalah jalan pintas ke surga.
Selain itu, penglihatan adalah fasilitas yang kelak harus dipertanggungjawabkan di depan Allah, karena fasilitas berbanding lurus dengan beban dan pertanggungjawaban. Ada manusia, kata Ibnu Taimiyah, lebih bisa lulus dalam ujian kesulitan yang alatnya adalah sabar ketimbang ujian kebaikan yang alatnya adalah syukur.
Nabi Muhammad juga berperang seperti Nabi Musa. Bahkan Malaikat Jibril pun pernah meminta beliau menyetujui untuk menghancurkan Thaif. Tapi beliau menolaknya. Sembari mengucurkan darah dari kakinya beliau malah balik berdoa: "Saya berharap semoga Allah melahirkan dari tulang sulbi mereka anak-anak yang akan menyembah Allah."
Muhammad bisa menyembuhkan seperti Isa. Juga bisa membelah laut seperti Musa. Bahkan bulan pun bisa dibelahnya. Muhammad punya dua jenis kekuatan itu: soft power dan hard power. Muhammad mempunyai semua mukjizat yang pernah diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya.
Tapi beliau selalu menghindari penggunaannya sebagai alat untuk meyakinkan orang kepada agama yang dibawanya. Beliau memilih kata. Beliau memilih narasi. Karena itu mukjizatnya adalah kata: Al-Qur`an. Karena itu sabdanya pun di atas semua kata yang mungkin diciptakan semua manusia.
Itu karena narasi bisa menembus tembok penglihatan manusia menuju pusat eksistensi dan jantung kehidupannya: akal dan hatinya. Jauh lebih dalam daripada apa yang mungkin dirasakan manusia yang kaget terbelalak seketika menyaksikan laut terbelah, atau saat menyaksikan orang buta melihat kembali.


Sumber: Salingsapa

Selasa, 19 Januari 2016

PENDIDIKAN KARAKTER

Siapa guru karakter terbaik? Mukmin yang berakhlak baik. Rasulullah SAW bersabda, “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah Mukmin yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Hurairah). 
Al-Ghazali dalam kitabnya
 Ihyaa’ ‘Uluumuddiin mendefinisikan akhlak sebagai sifat-sifat yang telah tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan atau perilaku dengan mudah, tanpa memerlukan terlebih dahulu pertimbangan pikiran. 
Perilaku yang menjadi kebiasaan adalah wujud akhlak yang zahir, sedangkan perilaku yang membentuk karakter adalah wujud akhlak yang batin (Fathuddin, 2008). Tanpa karakter atau akhlak, peradaban suatu bangsa akan rusak dan merusakkan.
 
Bangsa Arab di zaman Jahiliyah mencerminkan potret bangsa tanpa karakter. Perjudian, perbudakan, perzinaan, budaya mabuk-mabukan sangat merajalela. Revolusi karakter terjadi di bangsa Arab lewat ikhtiar memperbaiki, mengubah, dan membangun akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat.
Dengan akhlaknya yang agung (QS Al-Qalam: 4), Rasulullah SAW tampil sebagai pendidik karakter yang mengubah wajah bangsa Arab yang Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban. Rasulullah SAW bersabda, “
Sesungguhnya Aku diutus Allah ke dunia, tiada lain untuk mengubah dan membangun masyarakat dengan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad).
Kini, perilaku Jahiliyah terjadi di Indonesia. Tiada hari tanpa kabar kekerasan dan pembunuhan, pemerkosaan, perzinaan, penipuan, pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang lainnya.
 
Institusi pendidikan kerap melahirkan orang terpelajar tapi lemah budi pekerti. Institusi dan aparat hukum tak mampu menegakkan keadilan bagi masyarakat. Para politisi dan penguasa tak malu-malu lagi menunjukkan perilaku korupsi, kolusi, dan manipulasi.
 
Sektor ekonomi dikuasai pengusaha serakah yang menjadikan uang dan kekayaan sebagai Tuhan baru.
 Astagfirullah. Orang cerdas, orang kaya, yang punya jabatan dan kekuasaan, banyak tidak tampak karakternya. 
Semakin cerdas, semakin kaya, semakin tinggi kedudukan, ternyata berpotensi semakin mematikan karakter. Itulah persoalan kita. Mengajarkan karakter itu mudah karena hanya menyampaikan pengetahuan. Namun mendidik karakter dan berperilaku baik, itulah yang tersulit.
 
Karakter hanya bisa diajarkan oleh pendidik, bukan pengajar. Pendidik karakter terbaik adalah orang bertakwa. Orang bertakwa memiliki kesadaran moral dan keimanan yang mantap. Hal tersebut tercermin dalam perilakunya yang mulia dan memberi manfaat kepada orang lain.
 
Pendidik karakter itu jujur hatinya dan benar ucapannya (QS Al-Baqarah: 177), orang yang bisa mengemban amanah dan menepati janji (QS Al-Mu’minun: 8), bersikap istiqamah dalam kesabaran (QS Yusuf: 90), mampu menaklukkan hawa nafsu dan berjiwa pemaaf (QS Ali Imran: 134), serta sosok yang mudah dinasihati dan cepat sadar kalau berbuat keliru (QS Ali Imran: 135).
 
Jangan resah apa yang dikatakan orang tentang diri dan bangsa kita. Tetapi, resahlah jika kita tak berkarakter. Bangsa Indonesia hanya akan bisa menjadi bangsa terbaik (
khairu ummah) jika semua elemen masyarakat mampu mengambil peran dan tanggung jawab sebagai pendidik karakter. 
Pendidik karakter bisa berperan sebagai orang tua, guru, pengusaha, ulama, politisi, dokter, pengacara, dan peran-peran strategis lainnya. Misi utamanya adalah membangun akhlak masyarakat.
Takwa adalah sebuah proses peningkatan kualitas jiwa dan hidup. Seseorang akan berhasil menjadi pendidik karakter jika konsisten membenahi derajat ketakwaannya kepada Allah SWT.
Pertanyaan yang patut direnungkan, apakah kita mau dan bersungguh-sungguh mencari jalan takwa agar bisa menjadi pendidik karakter?
Allah SWT berfirman, “
Dan orang-orang yang berjuang untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami; Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Ankabut: 69).
Mari berjuang mencari jalan menuju takwa. Jangan tunggu esok. Karena kita tak pernah tahu, apakah esok masih menyapa?


***) Asep Sapa’at

Senin, 18 Januari 2016

KASIH SAYANG RASULULLAH

Pada suatu hari diberitakan ada keluarga Muslim yang mengalami musibah kematian. Rasulullah merupakan orang pertama yang datang melayat ke rumah duka. Berikutnya, para tetangga, kerabat, sanak famili, dan handai taulan, datang pula berduyun-duyun untuk menyatakan duka dan belasungkawa. Dalam kerumunan para pelayat itu, Nabi menegaskan kembali misi utama kerasulannya, yaitu membangun dan mewujudkan kasih sayang.
Dalam kesempatan itu, Rasulullah SAW bersabda, ''Saudara-saudaraku, kalau ada di antaramu seseorang yang mati meninggalkan harta, maka hartanya itu harus dibagikan kepada ahli warisnya. Dan kalau ada yang mati meninggalkan utang yang besar atau tanggungan keluarga yang banyak, maka hendaklah kalian datang kepadaku, karena akulah penolong dan pelindungnya.'' (HR Muslim).
Apa yang dilakukan dan ditunjukkan Nabi di atas tak lain adalah wujud dari kasih sayangnya. Seperti dikemukakan, salah satu misi utama kerasulan beliau adalah membangun dan mewujudkan kasih sayang bagi seluruh alam. Ini sesuai dengan firman Allah SWT, ''Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.'' (Al-Anbiya: 107).
Kasih sayang Rasul dapat dilihat dari sifat-sifatnya yang sangat mulia. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran, beliau memiliki sifat lemah lembut kepada para sahabatnya, memaafkan mereka, bahkan memohonkan ampun kepada Allah atas dosa-dosa dan kesalahan mereka (Ali Imran: 159). Beliau juga pengasih dan penyayang.
Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat mengharapkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.'' (At-Taubah: 128).
Menurut ulama besar Rasyid Ridha, ada tiga sifat Nabi yang sangat utama berdasarkan ayat di atas. Pertama, kepekaan sosial (sense of crisis) yang sangat tinggi, sehingga beliau dapat merasakan kesulitan dan penderitaan orang lain. Kedua, semangat kemajuan (sense of achievement), sehingga beliau tidak pernah berhenti berjuang dan bekerja keras untuk kemajuan dan kebahagiaan umat. Ketiga, pengasih dan penyayang. Sifat yang ketiga ini juga merupakan sifat Tuhan dan merupakan salah satu dari Nama-Nya Yang Indah (Asma' al-Husna).
Selanjutnya, Rasyid Ridha mengimbau kaum Muslim, khususnya para pemimpin, agar meneladani sifat-sifat Nabi yang amat mulia itu. Menurut Ridha, seorang pemimpin, baik pemimpin masyarakat apalagi pemimpin bangsa dan negara, wajib hukumnya memiliki tiga sifat Nabi seperti disebutkan di atas. Alasannya, menurut Ridha, tanpa tiga sifat itu seorang pemimpin tidak akan pernah memikirkan kepentingan dan kesejahteraan umat.
Kasih sayang memang tak cukup hanya diucapkan, tetapi harus dibuktikan. Sebagaimana Rasulullah telah membuktikannya, maka setiap Muslim, setingkat dengan kemampuan yang dimiliki, harus berusaha mewujudkan kasih sayang itu dalam kehidupannya, sehingga kehadirannya di tengah-tengah masyarakat benar-benar dirasakan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

***)Republika

Minggu, 17 Januari 2016

TERAPI PENYAKIT HATI

“Maka adapun orang-orang yang melampaui batas (37). Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia (38). Maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya. (39). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya (40). Maka sungguh, surgalah tempat tinggalnya (41). (QS An-Nazi’at: 37- 41)
Surah An-Naazi’at di atas membuka alam pikiran kita tentang nasib dua golongan di akhirah kelak. Telah disebutkan bahwa ahlunnar adalah orang yang melampaui batas, berlebih-lebihan, boros, enggan berbagi dengan sesama, juga membangkang atas perintah-Nya.
Sedangkan golongan kedua; yakni ahlul jannah, mereka yang senantiasa takut dan dengan susah payah menahan hawa nafsu (menahan diri dari dorongan yang buruk) entah itu menzalimi diri sendiri maupun oranglain.
Kata kunci dari nasib yang akan menimpa ahlunnar ialah akibat perbuatan mereka selama di dunia yang kerap menuruti hawa nafsu yang buruk (al-ammarah bi al-su). Padahal, satu hal penting yang harus kita ketahui bahwa seluruh penyakit hati berasal dari nafsu.
Rasulullah Saw dalam sebuah khutbahnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, bersabda, “Segala puji bagi Allah, kita memohon pertolongan, petunjuk, dan ampunan-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan nafsu kita dan keburukan-keburukan perbuatan kita,” (HR At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)
Berdasar hadits di atas, Rasulullah Saw berlindung dari kejahatan nafsu secara umum dari berbagai perbuatan yang lahir darinya dan dari kejahatan yang muncul sebagai akibat darinya. Oleh karenanya, terdapat dua aspek pemaknaan, yakni pertama, masalah penyandaran sesuatu kepada jenisnya. Artinya, aku berlindung kepada-Mu dari jenis perbuatan-perbuatan ini. Kedua, maksudnya adalah siksaan-siksaan atas perbuatan yang merusak pelakunya.
Pada pengertian pertama, berarti berlindung dari nafsu dan perbuatannya. Pada pengertian kedua, berarti berlindung dari siksaan dan sebab-sebabnya. Demikian penjelasan yang dijabarkan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Igasatulahfani fi Masayidi Asy-Syaitani.
Orang-orang yang menuju jalan Allah Swt dengan berbagai perbedaan jalan dan cara bersepakat bahwa nafsu adalah pemutus terhubungnya hati dengan Allah Swt. Dia tidak akan menyambungkan hati seorang hamba kepada-Nya kecuali setelah nafsu itu diredam dengan cara dikalahkan.
Dari sini, manusia dibagi atas  dua macam, pertama, orang yang dikalahkan nafsunya lalu tunduk pada perintah-perintah nafsunya. Kedua, orang yang bisa mengalahkan dan memaksa nafsunya tunduk. Tentu saja, proses mengalahkan hawa nafsu –bagi sebagian orang—tidaklah mudah.
Bahkan, seorang sufi berkata, “Perjalanan ath-thalibin (para pencari) berakhir dengan mengalahkan nafsu, siapa yang berhasil mengalahkan nafsunya, maka dia telah sukses. Sebaliknya, siapa yang dikalahkan oleh nafsunya, maka dia orang merugi (perhatikan Qs An-Nazi’at [79]; 37- 41)
Nafsu menyeru pada kedurhakaan dan mengutamakan dunia; mengejar jabatan dengan menghalalkan segala cara, memakan uang negara dengan merampasnya secara diam-diam dan menzalimi sesama, sedangkan Tuhan menyeru hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu.
Hati di antara dua penyeru itu terkadang condong kepada penyeru yang satu (ketaatan) dan terkadang condong kepada yang lain (hawa nafsu). Inilah tempat ujian dan cobaan. Oleh karenanya, Allah mengelompokkan nafsu dalam tiga sifat; muthmainnah, al-ammarah bi al-suu, dan lawwamah.
Disini kita hendak menekankan pengobatan penyakit hati dengan menguasai nafsu al-ammarah bi al-suu. Untuk itu, terdapat dua jenis pengobatan, pertama senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi) atas nafsu. Kedua, selalu menyangkal nafsu karena kehancuran hati terjadi karena meremehkan masalah muhasabah.


***) Ina Salma Febriany

Kamis, 14 Januari 2016

15 HIKMAH SAKIT

1. Sakit itu dzikrullah
Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma ALLAH di banding ketika dalam sehatnya.
2. Sakit itu istighfar
Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit, sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun.
3. Sakit itu tauhid
Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
4. Sakit itu muhasabah
Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali.
5. Sakit itu jihad
Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah, di wajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.
6. Bahkan Sakit itu ilmu
Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.
7. Sakit itu nasihat
Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri, yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar, ALLAH cinta dan sayang keduanya.
8. Sakit itu silaturrahim
Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.
9. Sakit itu gugur dosa
Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan di cuci-Nya.
10. Sakit itu mustajab do’a
Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta dido’akan oleh yang sakit.
11. Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan, di ajak maksiat tak mampu tak mau, dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
12. Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis, satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.
13. Sakit meningkatkan kualitas ibadah, rukuk-sujud lebih khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-do’a jadi lebih lama.
14. Sakit itu memperbaiki akhlak, kesombongan terkikis, sifat tamak di paksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
15. Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati, mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan.
Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi kesembuhan atas penyakit yang saat ini sahabatku derita dan Allah berikan kemudahan untuk mengambil hikmahnya.
(Da'wah, hidayah, hikmah, kebesaran, keyakinan, sabar, syukur, takwa., )


***)Sumber: Salingsapa

Rabu, 13 Januari 2016

SIAPA GURU KARAKTER TERBAIK ?

Mukmin yang berakhlak baik. Rasulullah SAW bersabda, "Orang mukmin yang pa ling sempurna imannya adalah mukmin yang paling baik akhlaknya." (HR Abu Hurairah).
Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihyaa' `Uluumuddiin, mendefinisikan akhlak sebagai "sifat-sifat yang telah tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan atau perilaku dengan mudah, tanpa memerlukan terlebih dahulu pertimbangan pikiran".
Perilaku yang menjadi-menjadi kebiasaan adalah wujud akhlak yang zahir, sedangkan perilaku yang membentuk karakter adalah wujud akhlak yang batin (Fathuddin, 2008).
Tanpa karakter atau akhlak, peradaban suatu bangsa akan rusak dan merusakkan. Bangsa Arab di zaman Jahiliyah mencerminkan potret bangsa tanpa karakter. Perjudian, perbudakan, perzinaan, budaya mabuk-mabukan sangat merajalela. Revolusi karakter terjadi di bangsa Arab lewat ikhtiar memperbaiki, mengubah, dan membangun akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat.
Dengan akhlaknya yang agung (QS al-Qalam: 4), Rasulullah SAW tampil sebagai pendidik karakter yang mengubah wajah bangsa Arab yang Jahiliyah menjadi bang sa yang berperadaban. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus Allah ke dunia, tiada lain untuk me ngubah dan membangun masyarakat dengan akhlak yang mulia." (HR Ahmad).
Kini, perilaku Jahiliyah terjadi di Indonesia. Tiada hari tanpa kabar kekerasan dan pembunuhan, pemerkosaan, perzinaan, penipuan, pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang lainnya. Institusi pendidikan kerap melahirkan orang terpelajar, tapi lemah budi pekerti.
Orang cerdas, orang kaya, yang punya jabatan dan kekuasaan, banyak tidak tampak karakternya. Semakin cerdas, semakin kaya, semakin tinggi kedudukan, ternyata ber potensi semakin mematikan karakter. Itulah persoalan kita.
Mengajarkan karakter itu mudah karena hanya menyam paikan pengetahuan. Namun, mendidik karakter dan ber perilaku baik, itulah yang tersulit. Karakter hanya bisa di ajarkan oleh pendidik, bukan pengajar. Pendidik karakter terbaik adalah orang bertakwa.
Orang bertakwa memiliki kesadaran moral dan keimanan yang mantap. Hal tersebut tecermin dalam perilakunya yang mulia dan memberikan manfaat kepada orang lain. Pendidik karakter itu jujur hatinya dan benar ucapannya (QS al-Baqarah: 177), orang yang bisa mengemban amanah dan menepati janji (QS al-Mu'minun: 8), bersikap istiqamah dalam kesabaran (QS Yusuf: 90), mampu menaklukkan hawa nafsu dan berjiwa pemaaf (QS Ali Imran: 134), serta sosok yang mudah dinasihati dan cepat sadar kalau berbuat keliru (QS Ali Imran: 135). 
(Da'wah, hidayah, hikmah, pendidikan, sabar, syukur, )


***) Asep Sapat

Selasa, 12 Januari 2016

SEJAUH MANA UPAYA KITA TELADANI RASULLAH

Kini kita telah berada di bulan Rabiul Awal. Pada bulan ini kaum Muslimin selalu memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Momentum peringatan ini hendaknya dijadikan sarana untuk evaluasi diri, sejauh mana upaya kita untuk meneladani keluhuran akhlak Nabi SAW.
Jangan sampai setiap tahun kita memperingati maulid Nabi SAW, tetapi akhlak kita masih jauh dari apa yang diteladankan olehnya. Sungguh, dalam diri Nabi terdapat teladan yang baik (QS al-Ahzab [33]: 21).
Ketika Rasulullah SAW disakiti oleh orang-orang yang menentangnya, beliau tidak pernah membalasnya. Rasul menghadapinya dengan penuh kesabaran. Setiap kali Rasulullah melintas di depan rumah seorang wanita tua, beliau selalu diludahi oleh wanita tua itu.
Suatu hari, saat Rasulullah SAW melewati rumah wanitu tua itu, beliau tidak bertemu dengannya. Karena penasaran, beliau pun bertanya kepada seseorang tentang wanita tua itu. Justru orang yang ditanya pun malah heran, mengapa Rasulullah menanyakan kabar tentang wanita tua yang telah berlaku buruk kepadanya.
Setelah Rasulullah mendapatkan jawaban, wanita tua yang biasa meludahinya itu ternyata sedang sakit. Bukannya gembira, justru beliau memutuskan untuk menjenguknya. Wanita tua itu tidak menyangka jika Rasulullah mau menjenguknya.
Bahkan, ketika si wanita tua itu sadar bahwa manusia yang menjenguknya adalah orang yang selalu diludahinya setiap kali melewati depan rumahnya, si wanita tua itu pun menangis di dalam hatinya, "Duhai, betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjengukku kemari.
"Dengan menitikkan air mata haru dan bahagia, si wanita tua itu lantas bertanya, "Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?" Rasulullah menjawab, "Aku yakin engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau telah mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan melakukannya.
"Mendengar jawaban bijak dari Rasulullah, wanita tua itu pun menangis dalam hati. Dadanya sesak, tenggorokannya terasa tercekat. Kemudian dengan penuh kesadaran, ia pun berkata, "Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.
" Lantas, wanita tua itu pun mengikrarkan dua kalimat syahadat, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Subhanallah.Demikianlah sebagian kisah manusia agung, Nabi Muhammad SAW. Masih banyak kisah lainnya yang hendaknya terus digali, disosialisasikan, diteladani, dan diejawantahkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Wallahu a'lam. 
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, )

***)Imam Nur Suharno

Senin, 11 Januari 2016

MATA HATI

Syaqiq al-Balkhi mengisahkan, suatu ketika Ibrahim bin Adham jalan-jalan di Pasar Bashrah. Sekonyong-konyong, mendekatlah orang-orang. Lalu, mengelilinginya. Mereka bertanya kepadanya, “Apa maksud firman Allah, berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan perkenankan doamu.” (QS Ghafir [40] : 60).
Mereka berkata, “Kami sebenarnya telah berdoa, namun setidaknya hingga hari ini tak kunjung dikabulkan Allah.” Ibrahim berkata, “Karena kalian mati hati. Maka, bagaimana doa kalian akan dikabulkan?”
Mereka bertanya lagi, “Mengapa kami dikatakan mati hati?” Ibrahim menjawab, “Terdapat 10 perkara yang menyebabkan mati hati”. Kemudian dia sebutkan satu per satu secara berurutan.
Pertama, kalian mengaku mengetahui Allah sebagai pencipta kalian tetapi kalian tidak menunaikan hak-hak-Nya. Allah berhak ditaati perintah-Nya. Mengapa, perintah-Nya itu kadang-kadang dilaksanakan dan kadang-kadang tidak dilaksanakan?
Kedua, kalian membaca kitab Allah, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. Allah memerintahkan agar menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. Mengapa, Allah (langsung atau tidak langsung) kerap disekutukan dengan selain-Nya?
Ketiga, kalian mengaku memusuhi setan, tetapi kalian mengikuti perintahnya. Allah melarang mengikuti langkah-langkah setan. Mengapa langkah-langkah setan itulah yang kerap dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari?
Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah SAW, tetapi kalian meninggalkan sunahnya. Rasulullah SAW menjelaskan, orang yang memelihara anak yatim akan mendapat tempat istimewa di surga. Mengapa, tidak sedikit orang yang membiarkan anak yatim tanpa masa depan cerah?
Kelima, kalian mengaku mendambakan surga, tetapi kalian tidak mengerjakan hal-hal yang akan mengantarkan kalian masuk ke dalamnya. Mendirikan shalat dengan khusyuk, mengeluarkan zakat, menjaga kemaluan adalah sebagian kecil contoh-contohnya. Mengapa, tidak sedikit orang yang melalaikannya?
Keenam, kalian mengaku takut neraka, tetapi kalian tidak menghindari perbuatan dosa/maksiat. Misalnya, Allah melarang keras perbuatan zalim. Mengapa, banyak orang yang merasa dizalimi sesamanya?
Ketujuh, kalian mengaku kematian itu niscaya datangnya, tetapi kalian tidak bersiap-siap menghadapinya. Contohnya, Allah menjelaskan di akhirat setiap orang akan dibalas sesuai dengan amalnya masing-masing. Mengapa, banyak orang yang tidak sungguh-sungguh mengerjakan amal saleh semasa hidupnya?
Kedelapan, kalian sibuk mempersoalkan cela, kekurangan, dan kesalahan orang lain sementara kalian abai terhadap cela, kekurangan, dan kesalahan diri kalian sendiri. Allah melarang keras membuka aib orang lain. Mengapa, masih banyak orang tidak menghiraukan larangan tersebut?
Kesembilan, kalian mendapatkan rezeki dari Allah, tetapi kalian lupa bersyukur kepada-Nya. Allah menitipkan harta yang banyak. Mengapa, tidak sedikit orang yang mengklaim harta itu miliknya sendiri? Lalu, mereka tidak mau berbagi dengan orang lain.
Kesepuluh, kalian mengebumikan jenazah saudara kalian, tetapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya. Allah menyatakan, “Setiap yang bernyawa niscaya bakal merasakan kematian.” Mengapa banyak orang yang seakan-akan tidak memercayainya? Wallahu alam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, sabar. syukur, sabar, )

***) Mahmud Yunus

Minggu, 10 Januari 2016

10 PERKARA SEBABKAN MATI HATI

Syaqiq al-Balkhi mengisahkan, suatu ketika Ibrahim bin Adham jalan-jalan di Pasar Bashrah. Sekonyong-konyong, mendekatlah orang-orang. Lalu, mengelilinginya. Mereka bertanya kepadanya, “Apa maksud firman Allah, berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan perkenankan doamu.” (QS Ghafir [40] : 60).
Mereka berkata, “Kami sebenarnya telah berdoa, namun setidaknya hingga hari ini tak kunjung dikabulkan Allah.” Ibrahim berkata, “Karena kalian mati hati. Maka, bagaimana doa kalian akan dikabulkan?”
Mereka bertanya lagi, “Mengapa kami dikatakan mati hati?” Ibrahim menjawab, “Terdapat 10 perkara yang menyebabkan mati hati.” Kemudian dia sebutkan satu per satu secara berurutan.
Pertama, kalian mengaku mengetahui Allah sebagai pencipta kalian tetapi kalian tidak menunaikan hak-hak-Nya. Allah berhak ditaati perintah-Nya. Mengapa, perintah-Nya itu kadang-kadang dilaksanakan dan kadang-kadang tidak dilaksanakan?
Kedua, kalian membaca kitab Allah, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. Allah memerintahkan agar menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. Mengapa, Allah (langsung atau tidak langsung) kerap disekutukan dengan selain-Nya? 
Ketiga, kalian mengaku memusuhi setan, tetapi kalian mengikuti perintahnya. Allah melarang mengikuti langkah-langkah setan. Mengapa langkah-langkah setan itulah yang kerap dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari?
Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah SAW, tetapi kalian meninggalkan sunahnya. Rasulullah SAW menjelaskan, orang yang memelihara anak yatim akan mendapat tempat istimewa di surga. Mengapa, tidak sedikit orang yang membiarkan anak yatim tanpa masa depan cerah?
Kelima, kalian mengaku mendambakan surga, tetapi kalian tidak mengerjakan hal-hal yang akan mengantarkan kalian masuk ke dalamnya. Mendirikan shalat dengan khusyuk, mengeluarkan zakat, menjaga kemaluan adalah sebagian kecil contoh-contohnya. Mengapa, tidak sedikit orang yang melalaikannya?
Keenam, kalian mengaku takut neraka, tetapi kalian tidak menghindari perbuatan dosa/maksiat. Misalnya, Allah melarang keras perbuatan zalim. Mengapa, banyak orang yang merasa dizalimi sesamanya?
Ketujuh, kalian mengaku kematian itu niscaya datangnya, tetapi kalian tidak bersiap-siap menghadapinya. Contohnya, Allah menjelaskan di akhirat setiap orang akan dibalas sesuai dengan amalnya masing-masing. Mengapa, banyak orang yang tidak sungguh-sungguh mengerjakan amal saleh semasa hidupnya?
Kedelapan, kalian sibuk mempersoalkan cela, kekurangan, dan kesalahan orang lain sementara kalian abai terhadap cela, kekurangan, dan kesalahan diri kalian sendiri. Allah melarang keras membuka aib orang lain. Mengapa, masih banyak orang tidak menghiraukan larangan tersebut?
Kesembilan, kalian mendapatkan rezeki dari Allah, tetapi kalian lupa bersyukur kepada-Nya. Allah menitipkan harta yang banyak. Mengapa, tidak sedikit orang yang mengklaim harta itu miliknya sendiri? Lalu, mereka tidak mau berbagi dengan orang lain.
Kesepuluh, kalian mengebumikan jenazah saudara kalian, tetapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya. Allah SWT berfirman, “Setiap yang bernyawa niscaya bakal merasakan kematian.” Mengapa banyak orang yang seakan-akan tidak memercayainya? Wallahu alam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, ) 

***) Mahmud Yunus

Jumat, 08 Januari 2016

DI BALIK USIA 40 TAHUN

Setiap manusia yang diberi umur panjang akan melewati masa anak-anak, dewasa, hingga tua. Hakikat umur sesungguhnya rentangan perjalanan menuju kepada yang Maha Menciptakan, perjalanan kembali kepada Allah SWT. 
Usia 40 tahun ada dalam persimpangan, sebagian yang telah dilalui dan sisa yang akan dijalani menuju tempat kembali. Dalam usia tersebut memperkuat rasa syukur dan berbuat baik menjadi pilihan yang penting.
Alquran surah al-Ahqaaf ayat 15 menegaskan kondisi jiwa seseorang pada usia 40 tahun. “... Apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
Usia 40 tahun ada pada masa dewasa, memiliki kematangan dalam berpikir dan mampu melakukan perenungan. Merefleksi keberadaan dan perjalanan yang telah dilewati serta mempertimbangkan sisa perjalanan yang akan dilalui. 
Bersyukur setiap saat tentu bukan hal yang mudah, ada celah godaan yang bisa saja terpeleset menjadi hamba yang kurang bersyukur.
Pada masa ini, sepatutnya kita meningkatkan syukur dengan memohon petunjuk agar dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada diri sendiri dan juga kepada kedua orang tua supaya dapat beramal yang diridhai Allah. 
Memohon kebaikan untuk diri dan anak cucu. Dan, memohon ampunan kepada Allah serta menegaskan bahwa diri ini termasuk orang yang berserah diri. Setiap anak tidak lepas keterlibatan dan peran orang tua. 
Orang tua sebagai perantara keberadaan kita di bumi ini. Karena itu, orang tua menjadi orang pertama yang patut dimuliakan. Kepatuhan dan berbuat baik kepada orang tua selalu bersanding setelah perintah ketaatan dan kepatuhan kepada Allah. (QS al-Israa: [23], Luqman: 13-14).
Peran orang tua yang dengan segala kepayahannya mengandung, melahirkan, serta menyusui satu dasar kuat bahwa setiap anak yang terlahir patut mensyukuri akan hal ini. Tentu kesadaran berbuat baik kepada orang tua tidak serta merta tumbuh dalam diri anak. 
Namun seiring waktu, bertambahnya kekuatan untuk berpikir, merenung, dan bertambahnya ilmu dan pengalaman yang telah dilalui, sampai kepada masa dewasa dan usia 40 tahun ini masa untuk meningkatkan penyadaran dan perilaku syukur dan berbuat baik. 
Bersyukurlah kepada Allah dan memohon untuk diberi petunjuk untuk cara berbuat syukur. Karena, tidak ada syukur yang sempurna yang dapat kita lakukan, bahkan satu langkah pun dalam syukur yang mampu kita lakukan kecuali atas pertolongan Allah.
Upaya diri dalam melakukan kebaikan, ada harapan agar kebaikan yang dilakukan juga dapat diberikan kepada keturunan selanjutnya, yaitu anak dan cucu untuk senantiasa berbuat baik. Mengharap kesalehan diri dan keturunan menjadi harapan setiap Muslim. 
Tali-temali keturunan orang tua, anak, dan cucu yang terhubung dengan tali Allah, artinya ada dalam barisan yang berserah diri kepada Allah. Berapa pun usia, sesungguhnya kita sedang berjalan kembali kepada Allah. Wallahu alam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, sabar, syukur, takwa, )

***)  Santi Lisnawati

Rabu, 06 Januari 2016

DAHSYATNYA ISTIGHFAR

Jika ikhwah sering menghadiri majelis-majelis zikir, tentu tidak hanya majelis kami, ikhwah pasti sering sekali mendengar dari para ustaz dan ulama kita tentang pelaziman istighfar. 
Dalam majelis zikir yang kami helat, misalnya, istighfar minimal seratus kali dibaca dan sekaligus sebagai pembuka zikir kami.
Lalu, mengapa kita sangat perlu beristighfar? Berikut ini adalah tuturan hikmahnya. Mohon ikhwah baca dengan iman dan pelan, serta resapi dan rujukkan kepada maraji'-nya.
Pertama, penyebab Allah jatuh cinta kepada hamba-Nya; hubbullaah(baca QS Al-Baqarah [2]: 222). Kedua, akan mendapatkan kemuliaan di hadapan Allah dan makhluk-Nya; al-mukarromuun (QS Yasin [36]: 27).
Ketiga, mendapatkan ampunan Allah; al-magfuuruun (QS Az-Zumar [39]: 53). Berikutnya, al-fadhilah, upaya untuk mendapatkan karunia Allah yang paling besar (QS An-Nur [24]: 21). Dengan beristighfar, kita memberi kebaikan untuk tercegahnya bala dan hura-hura kiamat;daf'ul balaai (QS Al-Anfal [8]: 33).
Istighfar adalah Du'aaur Rasuul, doa yang menjadi wirid harian Rasulullah SAW. Istighfar juga adalah ijaabatul Malaikah, doa yang diaminkan para malaikat. Ia adalah rahmatullah, mengundang hujan yang penuh rahmat. Bahkan istighfar, bi amwaalin, memudahkan meraih rezeki halal penuh berkah.
Istighfar juga as-sahlu, penyebab Allah memudahkan dalam setiap urusan. Al-Marjuuqu, solusi rezeki yang tidak ia sangka-sangka.
Quwwatul iimaani, bisa memperkuat iman. Adz-Dzihnu, kecerdasan spiritual, kecerdasan yang terbimbing. Qowlan tsaqiilan, dengan istighfar akan menjadikan arah bicaranya hikmah dan disimak.
Orang yang melazimkan istighfar akan didapati pada dirinyaquwwatul jasadi, fisik yang kuat dan prima. Tathmainnul quluubi, hati terliputi tenang, damai, dan bahagia.
Dawaaun, ia adalah solusi dan obat penyakit jasmani dan rohani.Miftaahul falaahi, kunci sukses dan bahagia dunia akhirat (QS An-Nur [24]: 31).
Terakhir, simak kalam Allah dengan iman, "Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh bertobat dan terus-menerus menjaga kesucian diri-Nya." (QS Al-Baqoroh [2]: 222).
"Mohonlah kalian pada ampunan Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah akan turunkan hujan yang lebat, kemudahan meraih rezeki halal penuh berkah, generasi yang saleh-saleh, dan kesejahteraan dengan kebun-kebun yang indah serta sungai sungai jernih yang mengalir." (QS Nuh [71]: 10-12).
Dari Abu Hurairah RA berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar memohon ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari lebih dari tujuh puluh kali." (HR Bukhari).
Dari al-Aghar bin Yasar al-Muzani RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai manusia bertobatlah kamu kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertobat dalam sehari seratus kali." (HR Muslim).
Allahumma ya Allah ampunilah seluruh dosa-dosa kami. Mari kita sungguh-sungguh bertobat dengan banyak mohon ampunan-Nya.
(Da'wah, hidayah, keyakinan ., sabarR,syukur., takwa, )


***) Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Selasa, 05 Januari 2016

KHIANAT

Khianat artinya curang, culas, tidak jujur, tidak lurus hati. Menurut Raghib al-Isfahani, khianat kurang lebih sama artinya dengan nifak(orangnya disebut munafik). Khianat dapat terjadi terhadap diri sendiri, terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, dan terhadap orang lain.
Rasullullah SAW menempatkan khianat sebagai salah satu tanda munafik. Dikatakan bahwa “Tanda munafik itu ada tiga: apabila berbicara, dia dusta; apabila berjanji, dia ingkar; dan apabila dipercaya, dia khianat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Namun, penting kita pahami bahwa nifak mengandung arti lebih luas dari pada khianat. Nifak mengandung arti curang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya. Khianat mengandung arti curang terhadap janji yang dibikinnya dan culas terhadap kepercayaan (amanah) yang diberikan kepadanya.
Khianat terhadap diri sendiri, misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah kepadanya tanpa alasan syari. Contohnya, mengharamkan makanan dan/atau minuman yang secara faktual telah dinyatakan kehalalannya dalam kalam Allah atau sabda Rasul-Nya.
Khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, misalnya, mengingkari perkara yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Contohnya, mengabaikan perintah shalat fardhu padahal tidak ada udzur syari, mengabaikan perintah zakat padahal sudah nisab, dan mengabaikan perintah pergi haji padahal sudah istithaah.
Lebih jauh, mengutip pendapat Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dimaksudkan khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya tidak sebatas meninggalkan aturan agama, tetapi juga menyempitkan aturan agama. 
Ambil contoh: menyempitkan agenda dakwah, tarbiyah, dan khidmat kepada sesama dikait-kaitkan dengan untung rugi secara finansial. Khianat terhadap orang lain, misalnya, tidak membuktikan janji-janjinya terhadap orang lain dan amanah yang diberikan orang lain kepadanya. 
Contohnya, presiden atau wakil presiden tidak dengan sungguh-sungguh membuktikan janji-janji kampanyenya. Padahal, disebabkan janji-janji kampanyenya itulah rakyat telah memilihnya.
Khianat terhadap diri sendiri, khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan khianat terhadap orang lain itu hukumnya terlarang (haram). Risiko ketiga-tiganya tidak ada yang ringan.

Dengan begitu, pastikan bahwa khianat bukan tabiat kita sebagai Muslim. Sehingga, khianat dalam level mana pun semestinya kita hindari. 
Allah SWT berfirman, “Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang diberikan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS al-Anfal [8] : 27).
Dalam ayat lain, “Dan, jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang khianat.” (QS al-Anfal [8] : 58).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak memiliki sikap (perilaku) amanah.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). 
Menariknya, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar). Wallahu alam.


"""Mahmud Yunus

Da'wah, hidayah, hikmah, sabar syukur., tawakal, 

Senin, 04 Januari 2016

DOA UMAR BIN KHATTAB SAAT MEMIMPIN UMAT ISLAM

Abu Said al-Khudri pernah meriwayatkan hadis yang artinya, "Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah dan orang yang paling dekat posisinya dengan-Nya pada hari kiamat nanti adalah pemimpin yang adil. Sementara, orang yang paling dimurkai Allah dan yang paling jauh tempatnya dari sisi-Nya adalah pemimpin yang jahat." (HR Turmudzi).
Hadis ini merupakan harapan sekaligus ancaman bagi para pemimpin. Harapan bagi pemimpin yang baik agar menjadi hamba yang dicintai oleh Allah dan mendapat posisi yang paling dekat dengan-Nya di akhirat nanti. Begitu pula sebaliknya, hadis di atas juga bisa menjadi ancaman bagi pemimpin yang tidak baik atau jahat. Bahwa mereka akan mendapat murka dari Allah dan akan menempati posisi yang sangat jauh dari-Nya.
Dalam melaksanakan tugasnya, para pemimpin dihadapkan pada dua pilihan, adil atau zalim. Adil ketika ia menempatkan sesuatu pada tempatnya dan zalim ketika ia menempatkan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya.
Karena tugas pemimpin yang berat seperti ini, maka pantas ketika Umar bin Khattab setiap menghadapi persoalan selalu berdoa, "Ya Allah, bimbinglah saya dalam menghadapi dua orang ini karena masing-masing dari mereka berdua ingin melihat saya dari segi agama saya."
Pada kesempatan yang lain, kadang Umar berdoa, "Ya Allah, berilah saya pertolongan untuk berbuat adil kepada keduanya. Sesungguhnya salah satu dari mereka bisa menjauhkan saya dari agama saya."
Pemimpin yang adil atau baik bukan berarti pemimpin yang membiarkan kebaikan dan kejahatan berjalan bersamaan, membiarkan kebaikan tetap berjalan, tapi juga membiarkan kejahatan tumbuh subur. Pemimpin yang seperti ini justru bukan merupakan pemimpin yang adil, melainkan tergolong pemimpin yang lemah.
Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang bisa membela rakyatnya yang lemah tapi benar dan bisa menghukum rakyatnya yang kuat tapi bersalah. Sehingga, ia bisa menempatkan kebenaran pada tempatnya dan menempatkan kejahatan atau kezaliman pada tempatnya pula.
Jika suatu daerah atau wilayah dipimpin oleh pemimpin yang adil, rakyatnya akan tertib, aman, dan sejahtera. Tertib karena seluruh rakyatnya akan mematuhi peraturan yang diundangkan oleh sang pemimpin.
Aman karena semua rakyatnya tidak merasa khawatir dengan kezaliman orang lain, lebih-lebih kezaliman sang pemimpin sendiri. Dan sejahtera setelah kehidupan mereka tidak ada yang mengganggu dan mereka bisa hidup sesuai dengan keinginan dan kebebasannya sendiri.
Oleh sebab itu, pantas ketika seorang pemimpin yang bisa menjadikan wilayahnya tertib, aman, dan sejahtera atau berbuat adil pada rakyatnya akan mendapatkan beberapa keutamaan di akhirat nanti. Di antaranya akan termasuk golongan yang mendapatkan naungan Allah (HR Bukhari dan Nasai), akan mendapatkan cinta Allah dan tempat yang paling dekat dengan-Nya (HR Turmudzi), serta mendapat posisi di mimbar sebelah kanan Zat Yang Maha Pengasih di akhirat nanti (HR Muslim).
Dan pemimpin yang adil pantas mendapatkan tempat-tempat yang dijanjikan Allah itu karena mereka telah melakukan tugasnya dengan sangat baik.
(Da'wah, hidayah, hikmah, syukur, sabar, takwa, ) 


***)Abdul Syukur