Kamis, 31 Desember 2015

BAHAYA DUSTA

Rasulullah SAW bersabda, “Mendekati kiamat akan muncul para pendusta. Maka, berhati-hatilah terhadap mereka.” (HR Muslim). Hadis ini menggambarkan kondisi akhir zaman. Suatu kondisi yang tampaknya mulai terasa sekarang, seiring dengan melemahnya nilai-nilai iman.
Saat ini orang sudah tidak merasa risih berdusta. Bahkan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan. Mulai dari lingkungan keluarga, pendidikan, bisnis, hiburan, politik, birokrasi, hingga pemerintahan. 
Semuanya tidak lepas dari praktik dusta, kecurangan, dan kepalsuan. Ada yang berdusta untuk kepentingan dunia; untuk mendapatkan harta, takhta, dan wanita. Ada yang berdusta untuk mencelakakan saudara karena dendam dan kebencian. 
Ada juga yang berdusta karena canda, hobi, dan kebiasaan. Akhirnya, virus penyakit dusta ini menyebar ke mana-mana. Cukuplah kita memahami bahaya besar dari berdusta ketika Allah menyebutkannya dalam Alquran sebanyak 280 kali seraya memberikan ancaman keras kepada orang yang biasa berdusta sekaligus menafikan keimanannya. 
Di antaranya, Allah SWT berfirman, “Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang boros dan pendusta.” (QS Ghafir:28). “Celaka bagi orang yang pembohong dan pendosa.” (QS al-Jatsiyah:7). “Orang yang mengadakan kebohongan adalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Mereka adalah para pendusta.” (QS an-Nahl: 105).
Di antara dampak buruk dan bahaya dusta adalah sebagai berikut. Pertama, berdusta membuat pelakunya tidak bisa tenang dan selalu merasa gelisah. Rasulullah SAW bersabda, “Jujur mendatangkan ketenangan sementara dusta mendatangkan keragu-raguan (kegelisahan).” 
Bagaimana bisa tenang, orang yang berdusta akan selalu dibayang-bayangi rasa takut dan khawatir kalau kebohongannya diketahui orang.
Kedua, dusta menjadi penyebab jatuhnya citra, nama baik, dan kehormatan si pelaku. Orang menjadi kehilangan kepercayaan padanya. Bayangkan kalau dalam satu komunitas satu dengan yang lain sudah tidak saling mempercayai.
Ketiga, dusta menjadi bagian dari bentuk kemunafikan sehingga mengancam eksistensi iman. Rasulullah SAW bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga. Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya ia khianat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat, kalaupun si pendusta selamat dan aman di dunia, ia berhasil membungkus segala kepalsuan, kedustaaan, dan kebohongannya dengan berbagai macam intrik dan tipu daya sehingga orang tetap percaya maka di sisi Allah ia tidak akan bisa selamat. 
Bahkan, dalam hadis disebutkan, “Dusta mengantar pada kejahatan, dan kejahatan mengantar kepada neraka. Manakala seseorang terus berdusta dan berusaha berdusta, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhari).
Karena itu, tidak ada jalan lain bahwa hidup tenang, bahagia, terhormat, dipercaya, dan sukses dunia akhirat hanya bisa didapat dengan kejujuran. Kejujuran adalah modal dasar orang-orang istimewa. 
Allah SW berfirman, “Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Ibrahim dalam al-Kitab (Alquran). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang nabi.” (QS Maryam: 41).
Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Idris dalam al-Kitab (Alquran). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang nabi.” (QS Maryam: 56). 
Nabi Yusuf AS juga disebut dan dikenal sebagai orang jujur (lihat QS Yusuf ayat 46). Apalagi, Nabi Muhammad SAW, sejak muda beliau dikenal sebagai sosok yang jujur dan dapat dipercaya. 
(Da'wah, hidayah, hikmah, takwa, )


***) Fauzi Bahreisy

Selasa, 29 Desember 2015

UMMU ABU HURAIRAH YANG DISAYANGI UMAT BERKAT DOA RASULULLAH (2-HABIS)

Kesedihan Abu Hurairah RA begitu mendalam. Sembari menangis ia pergi menemui Rasulullah SAW. Ia pun mengadukan kejadian yang baru saja dialami kepada sang Rasul. “Wahai Rasulullah SAW! Mohonkan kepada Allah agar Dia memberikan hidayah kepada ibuku,” pintanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW memenuhi permintaan Abu Hurairah RA. Ia berdoa kepada Allah SWT agar Ummu Abu Hurairah RA diberi hidayah.
Mendengar itu, Abu Hurairah RA merasa lebih tenang. Ia kembali ke rumahnya dengan penuh suka cita. Ia tak sabar ingin mengabarkan kepada ibunya doa Rasulullah SAW tersebut.
Sampai di depan pintu, Abu Hurairah RA tertegun. Ia mendapati pintu terkunci rapat. Mendengar langkah kaki Abu Hurairah RA yang terhenti di depan pintu, ibunya berkata, “Wahai Abu Hurairah RA, tetaplah engkau di luar,” kata Umaimah.
Sejenak Abu Hurairah RA mendengar gemericik air. Tak lama kemudian, sang ibu pun Tmembuka pintu. Ia tampak memakai baju dan kerudung. Tiba-tiba ia berkata, “Wahai Abu Hurairah RA! Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah,” ucapnya tanpa disangka-sangka.
Abu Hurairah RA serta merta mengucapkan takbir. Air matanya tak terbendung. Doa Rasulullah SAW begitu cepat terkabul.
Abu Hurairah RA kembali berlari kepada Rasulullah SAW sembari menangis. Kali ini air matanya menetes bahagia. Dengan wajah ceria, ia menceritakan perihal keislaman ibunya kepada Rasulullah SAW. Ia pun meminta agar Rasulullah SAW mendoakan ibunya kembali. Ia ingin ibunya selalu disayangi oleh setiap orang beriman.
“Wahai Allah! Jadikanlah hamba-Mu ini dan ibunya disayangi oleh setiap orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan,” kata Nabi Muhammad SAW.
Doa itu pun terkabul. Ummu Abu Hurairah RA begitu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya. Ia dikenal sebagai wanita yang dermawan dan murah hati.
Suatu hari Abu Hurairah RA duduk bersama Humaid bin Malik bin Khaitsam di Aqiq. Tiba-tiba, serombongan orang singgah di sana. Ia meminta Humaid datang kepada Umaimah dan menyampaikan salamnya. “Berikanlah kami makanan,” kata Abu Hurairah RA, ditirukan oleh Humaid ketika sampai di depan ibunya.
Ummu Abu Hurairah RA kemudian memberikan tiga buah roti, minyak, dan garam dalam sebuah mampan. Ia meletakkannya di atas kepala Humaid. Humaid pun mengantarkan makanan dari Umaimah kepada rombongan. Diletakkannya semua makanan tersebut di hadapan Abu Hurairah RA.
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita kenyang dengan makan roti, yang sebelumnya kita tidak punya makanan apa-apa kecuali aswadain, yaitu kurma dan air,” kata Abu Hurairah RA.


***)Republika online

Senin, 28 Desember 2015

YUK... MENJADI MUSAFIR CERDAS

Seorang musafir lewat di suatu kampung. Ia melihat penduduk kampung lagi berkumpul ramai sekali. Mereka sepertinya lagi mengadakan musyawarah besar.
Setelah mencari tahu, ternyata penduduk kampung itu lagi membicarakan siapa yang mau menjadi ketua kampung. Ia menjadi heran, kenapa orang-orang ini justru mencari siapa yang mau menjadi pemimpin, karena menurut kebiasaan orang malah rebutan untuk jadi pemimpin.
Rupanya ada suatu tradisi aneh di kampung itu. Setiap seorang pemimpin selesai menjalankan tugas, ia akan dibuang ke suatu tempat yang sangat berbahaya. Di padang pasir yang dipenuhi binatang buas dan berbisa. Setiap orang yang masuk ke sana mustahil bisa keluar lagi dengan selamat.
Setelah berpikir sejenak ia menawarkan diri untuk jadi pemimpin di kampung itu. Tentu saja penduduk kampung menjadi heran sekaligus senang. Dengan penuh yakin ia menanda tangani perjanjian untuk menjadi pemimpin dan siap dibuang setelah 10 tahun menjalankan tugas.
Namun musafir ini ternyata seorang yang sangat cerdas. Pantas sekali ia berani menawarkan diri jadi pemimpin negeri itu.
Di tahun pertama dan kedua ia mengumpulkan dana yang sangat besar. Pada tahun ketiga ia menugaskan orang untuk membuat jalan ke padang pasir tempat yang akan dijadikan tempat pembuangannya. Tahun keempat ia membersihkan tempat itu dari binatang buas dan berbisa.
Tahun kelima ia memerintahkan orang untuk mengalirkan air dan menanaminya dengan berbagaimacam tumbuh-tumbuhan. Tahun keenam sampai kedelapan ia menyulap daerah itu menjadi kota yang sangat megah dan membuat istana yang indah untuk tempat ia ketika dibuang nanti.
Akhirnya pada tahun kesembilan ia justru merindukan jabatannya segera berakhir, karena ia tidak sabaran lagi untuk menempati rumah masa depannya.
Itulah gambaran dunia dan akhirat bagi orang yang sadar. Orang yang merasa cemas akan kematian karena ia membiarkan rumah masa depannya dipenuhi binatang buas dan berbisa. Rumahnya hancur berantakan, bahkan dipenuhi api.
Tapi bila kita persiapkan dengan segala amal shaleh, justru akan membuat kerinduan untuk segera menuju ke sana. Ia malah merasa asing dan tidak betah di dunia yang fana ini, karena harap menempati kampung nan indah di seberang sana.
Orang yang cerdas adalah yang mempersiapkan diri untuk kehidupan yang tiada berakhir. Dan orang yang teramat bodoh adalah orang yang mengorbankan kehidupan yang abadi demi kesenangan yang hanya sekejap.
(Da'wah, hidayah, hikmah, sabar, syukur, takwa, )



Sumber: Salingsapa.com

Minggu, 27 Desember 2015

K H I A N A T

Khianat artinya curang, culas, tidak jujur, tidak lurus hati. Menurut Raghib al-Isfahani, khianat kurang lebih sama artinya dengan nifak(orangnya disebut munafik). Khianat dapat terjadi terhadap diri sendiri, terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, dan terhadap orang lain.
Rasullullah SAW menempatkan khianat sebagai salah satu tanda munafik. Dikatakan bahwa “Tanda munafik itu ada tiga: apabila berbicara, dia dusta; apabila berjanji, dia ingkar; dan apabila dipercaya, dia khianat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Namun, penting kita pahami bahwa nifak mengandung arti lebih luas dari pada khianat. Nifak mengandung arti curang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya. Khianat mengandung arti curang terhadap janji yang dibikinnya dan culas terhadap kepercayaan (amanah) yang diberikan kepadanya.
Khianat terhadap diri sendiri, misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah kepadanya tanpa alasan syari. Contohnya, mengharamkan makanan dan/atau minuman yang secara faktual telah dinyatakan kehalalannya dalam kalam Allah atau sabda Rasul-Nya.
Khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, misalnya, mengingkari perkara yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Contohnya, mengabaikan perintah shalat fardhu padahal tidak ada udzur syari, mengabaikan perintah zakat padahal sudah nisab, dan mengabaikan perintah pergi haji padahal sudah istithaah.
Lebih jauh, mengutip pendapat Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dimaksudkan khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya tidak sebatas meninggalkan aturan agama, tetapi juga menyempitkan aturan agama. 
Ambil contoh: menyempitkan agenda dakwah, tarbiyah, dan khidmat kepada sesama dikait-kaitkan dengan untung rugi secara finansial. Khianat terhadap orang lain, misalnya, tidak membuktikan janji-janjinya terhadap orang lain dan amanah yang diberikan orang lain kepadanya. 
Contohnya, presiden atau wakil presiden tidak dengan sungguh-sungguh membuktikan janji-janji kampanyenya. Padahal, disebabkan janji-janji kampanyenya itulah rakyat telah memilihnya.
Khianat terhadap diri sendiri, khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan khianat terhadap orang lain itu hukumnya terlarang (haram). Risiko ketiga-tiganya tidak ada yang ringan.
Dengan begitu, pastikan bahwa khianat bukan tabiat kita sebagai Muslim. Sehingga, khianat dalam level mana pun semestinya kita hindari. 
Allah SWT berfirman, “Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang diberikan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS al-Anfal [8] : 27).
Dalam ayat lain, “Dan, jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang khianat.” (QS al-Anfal [8] : 58).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak memiliki sikap (perilaku) amanah.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban). 
Menariknya, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar). Wallahu alam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabaR, syukur., takwa, )

***)Mahmud Yunus

Sabtu, 26 Desember 2015

MENAHAN MARAH PERBUATAN MULIA

Abu Hurairah RA menuturkan, seorang laki-laki berkata kepada Nabi, “Berilah aku wasiat.” Beliau SAW bersabda, “Jangan marah!” Laki-laki itu bertanya berulang-ulang dan tetap dijawab Beliau SAW, “Jangan marah!” (HR Al-Bukhari).
Salah satu hal yang berisiko menyebabkan kematian dini adalah marah. Belum lama ini, riset dari Iowa State University menunjukkan, 25 persen orang yang suka marah memiliki risiko kematian 1,57 kali lebih besar dibanding mereka yang lebih sedikit merasa marah. Penelitian diambil dari 1.307 pria yang telah dipantau selama 40 tahun.
Riset ini mempertegas apa yang telah disampaikan Nabi SAW ribuan tahun silam ketika memberi nasihat kepada seorang laki-laki. Berkali-kali laki-laki tersebut meminta nasihat, dan berkali-kali pula Nabi menasihatinya untuk tidak marah.
Wasiat yang tampaknya sederhana dan simpel, tetapi efeknya sangat besar. Sering marah ternyata dapat mempercepat risiko kematian dini. Dengan kata lain, sering marah dapat memperpendek umur.
Umur sejatinya adalah rahasia Allah dan tidak ada yang tahu kecuali Dia semata. Manusialah yang berperan pada panjang atau pendeknya umur dengan ikhtiarnya.
Orang yang sakit berat, misalnya, akan berusaha untuk tetap panjang umur dengan cara berobat. Orang yang karena frustrasi atau sebab yang lainnya, misalnya, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Jadi, manusialah yang pada akhirnya menentukan umurnya. Dalam hal ini, dengan wasiat untuk tidak marah, Nabi secara tidak langsung memberi resep agar manusia panjang umur. Menahan marah berpotensi panjang umur karena orang tersebut akan sehat, baik sehat fisik maupun nonfisik. Secara fisik para ahli kesehatan telah menyatakan bahwa marah dapat memicu risiko tekanan darah tinggi dan sakit jantung.
Secara nonfisik, orang yang jarang marah hidupnya cenderung lebih tenang, rileks, dan stabil. Artinya, orang ini akan cenderung lebih bahagia hidupnya. Kebahagiaan inilah yang dapat membuat seseorang panjang umur karena tidak ada beban di pikiran dan hatinya. Hidupnya penuh dengan ketulusan dan keikhlasan.
Selain berisiko buruk bagi orang yang suka marah, marah juga dapat berefek buruk bagi orang lain. Karena marah, orang lain dapat mengalami hal buruk, bahkan lebih buruk. Karena marah, orang bisa berkelahi hingga jatuh korban. Karena marah, hubungan dengan orang lain bisa terputus.
Karena marah, muncul dendam terpendam di hati yang sewaktu-waktu dapat meletup. Karena marah juga, hilang rasa kasih sayang, yang ada hanya kebencian. Ini jelas merusak hubungan sosial.
Menahan marah dalam sebuah hadis dikatakan sebagai perbuatan yang paling mulia di sisi Allah. Nabi bersabda, “Tidak ada sesuatu yang ditelan seorang hamba yang lebih utama di sisi Allah daripada menelan (menahan) amarah yang ditelannya karena mencari keridaan Allah.” (HR Ahmad)
Menahan marah juga disebutkan menjadi salah satu karakter orang bertakwa yang akan memperoleh ampunan Allah dan surga-Nya yang seluas langit dan bumi. Allah berfirman, “Dan, bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (QS Ali Imran [3]:133-134).Wallahu a'lam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, sabar, syukur,takwa, )


***) Nur Farida

Sabtu, 19 Desember 2015

UMMU ABU HURAIRAH YANG DISAYANGI UMAT BERKAT DOA RASULULLAH

Umaimah binti Shubaih bin al-Harits lebih dikenal sebagai Ummu Abu Hurairah RA, ibunda dari seorang perawi yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW, Abu Hurairah RA. 
Bulan Muharram menjadi awal masuknya Abdurrahman bin Shakhr al-Azdi, atau dikenal dengan nama kuniyah Abu Hurairah RA. Ia datang kepada Rasulullah SAW dan menyatakan masuk Islam pada tahun 7 Hijriah. Sayangnya, langkah ini tak diikuti oleh ibu kandungnya, Umaimah binti Shubaih bin al-Harits. 
Abu Hurairah RA sangat terkenal di kalangan para ahli hadis. Ia meriwayatkan 5.374 hadis Nabi Muhammad SAW. Tercatat lebih dari 800 orang perawi dari kalangan sahabat dan tabi’in telah meriwayatkan hadis darinya. Beberapa di antara mereka yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan lain-lain.
Tumbuh sebagai lelaki cerdas, Abu Hurairah RA sejatinya seorang anak yatim. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Dalam asuhan ibunya, ia tumbuh menjadi pemuda dengan kecemerlangan otak luar biasa. Ia disebut gudang pengetahuan umat Muslim. 
Umaimah sangat mencintai Abu Hurairah RA, begitu juga sebaliknya. Namun, cintanya pada sang anak tak menggerakkan hatinya untuk memeluk Islam. Sesering apapun Abu Hurairah RA mengajaknya pada keagungan Islam, ibunya selalu menolak. 
Abu Hurairah tak pernah bosan. Ia terus berdakwah kepada ibunya. Ibunya pun juga tak segan untuk terus menolak. Hal ini menimbulkan kesedihan di hati Abu Hurairah RA. 
Suatu hari, kesedihan di hati Abu Hurairah RA memuncak. Enggan mendengar ajakan yang tiada henti, sang ibu mengucapkan kalimat buruk tentang Rasulullah SAW. Kalimat itu sangat dibencinya.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, sabar,syukur, takwa, )
 

***)Republika Online

Jumat, 18 Desember 2015

KISAH JIHAD

Alquran sudah mencatat beberapa kisah tentang pemuda. Surah Al Kahfi ayat 18 menceritakan tentang ashabul kahfi. Yaitu, sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah menyelamatkan diri dari kaumnya yang menyimpang.
Allah menidurkan mereka di dalam gua selama 309 tahun hingga sampai tiba masa penguasa yang beriman. Kemudian, surah Al Buruj membahas pemuda ashabul ukhdud.
Surah ini menceritakan pemuda yang tegar dalam keimanannya pada Allah. Penguasa yang murka membinasakan kaum beriman dengan menceburkan mereka ke dalam parit berisi api yang bergejolak. 
Pada masa Rasulullah, mayoritas orang yang pertama-tama masuk Islam adalah pemuda. Secara sosio-kultural, fenomena ini berkaitan dengan karakter agama Islam yang revolusioner. Laiknya setiap gagasan besar, ia selalu disambut oleh kaum muda, bukan kaum muda tua yang sudah mapan dengan tradisi.
Pemudalah yang memiliki energi dan semangat untuk menyambut gagasan-gagasan baru. 
Maka, tidak aneh apabila kaum muda yang pertama-tama meyakini Islam dan menjadi ujung tombak gerakan dakwah di Makkah.
Islam memandang pemuda bukan sebagai makhluk setengah dewasa yang labil atau gemar membuang waktu, sebaliknya Islam menaruh harapan besar kepada para pemuda untuk menjadi pelopor.
Para pemuda Muslim generasi awal berkiprah dalam spektrum luas. Rasulullah memetakan potensi tiap-tiap sahabat dengan cermat. Alquran surah At Taubah ayat 122 menyebutkan, tidak sepatutnya mukminin terjun semua ke medan perang. Harus ada sebagian dari mereka yang tinggal untuk memperdalam ilmu pengetahuan keagamaan dan memberi peringatan pada kaumnya.
Itulah yang dilakukan Rasulullah. Sahabat yang memiliki kapasitas memimpin dan bersiasat ditunjuk menjadi panglima perang, sedangkan sahabat yang memiliki minat mendalami ilmu diberi tempat di masjid.
Dalam bidang kemiliteran, tercatat nama Sa’ad bin Abi Waqqash yang masuk Islam ketika berumur 17 tahun. Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 Sahabat Rasulullah menulis, Sa’ad adalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Ia ditunjuk menjadi panglima kaum Muslim di Irak dalam perang melawan Persia pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab.
Pemuda lainnya, Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun dipercaya Rasulullah untuk memimpin pasukan yang di dalamnya ada sahabat-sahabat ternama, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Pasukannya berhasil dengan gemilang mengalahkan tentara Romawi.
Atab bin Usaid diangkat menjadi gubernur Makkah pada usia 18 tahun. Dua ksatria yang membunuh Abu Jahal dalam perang Badar, Mu’adz bin Amr bin Jamuh dan Mu’awwidz bin ‘Afra, juga masih berusia belasan tahun.
Di bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, pemuda Anshar yang masuk Islam pada usia sebelas tahun. Pada masa Perang Badar dan Uhud, dengan semangatnya Zaid pernah memohon diizinkan berperang, namun ditolak oleh Rasulullah karena masih terlalu kecil. Ia baru dizinkan berperang pada masa Perang Khandaq tahun 5 Hijriyah.
Kecerdasan Zaid membuat pemuda ini dipercaya menjadi penulis wahyu oleh Rasulullah. Ia mampu menguasai berbagai bahasa dalam tempo singkat. Pada masa kodifikasi Alquran, Khalifah Abu Bakar pertama kali menunjuk Zaid untuk menghimpun ayat-ayat Alquran. 
Ada pula Abdullah bin Mas’ud, salah satu assabiqunal awwalun yang dikaruniai kepandaian dalam membaca Alquran. Dengan berani, berulang kali Ibnu Mas’ud membacakan ayat-ayat Alquran di hadapan pemuka Quraisy yang tengah berkumpul di Kabah.
Kaum Quraisy langsung berang dan menghajarnya, namun tidak membuat Ibnu Mas’ud surut. Dia merupakan satu dari empat orang yang kepadanya umat diwasiatkan untuk mempelajari Alquran. 
Mu’adz bin Jabal juga masih berusia muda saat memeluk Islam di tangan Mus’ab bin Umair. Rasulullah memujinya sebagai orang yang paling mengetahui tentang halal dan haram. Anas bin Malik juga masih berusia 10 tahun saat menjadi pelayan Rasululah. Ia termasuk salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dari Rasululah. 
Kemudian sepupu Rasulullah, Ibnu Abbas, masih berusia sangat muda saat menjadi rujukan para sahabat dalam memahami Alquran. Ibnu Abbas mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah.
Oleh Umar bin Khattab, Ibnu Abbas sejak awal telah diikutkan dalam musyawarah para pembesar Madinah. Ketika para sahabat senior protes dan bertanya mengapa anak kecil itu diikutkan, Umar menunjukkan bahwa kapasitas keilmuan Ibnu Abbas memang pantas ada di sana. 
Duta pertama yang dikirim Rasulullah juga berasal dari golongan pemuda adalah Mus’ab bin Umair, seorang pemuda kaya, rupawan, dan terpandang di Makkah. Ia rela meninggalkan keluarga, kemewahan, dan kehormatan di tengah kaumnya demi Islam.
Mus’ab adalah duta pertama dalam sejarah Islam. Ia diminta Rasulullah mengajar Alquran kepada penduduk Madinah. Ketika itu, di antara sahabat Rasulullah sebenarnya masih ada beberapa sahabat yang lebih tua dan lebih berkedudukan, tetapi Rasulullah punya pertimbangan sendiri mengutus Mus’ab. 
“Mus’ab menyadari bahwa dirinya hendak menangani persoalan yang paling besar saat itu. Ia bertanggung jawab dalam menentukan masa depan Islam di Madinah yang tak lama kemudian menjadi Darul Hijrah, titik pusat dakwah dan para dai,” tulis Khalid Muhammad Khalid.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, )

***)Republika.Online

Kamis, 17 Desember 2015

HOTBAH JUMAT PERTAMA RASULULLAH DI MADINAH

Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah. 
Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).
Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).
Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya.
Karena Allah yang memberi ketetapan kepada manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan AlLah Yang Mahatinggi dan Mahaagung.”
Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya’kah.
Asy-Sya’kah menegaskan bahwa khutbah diatas merupakan khutbah Rasul SAW saat shalat Jumat pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A’lam.


***)Republika.online

Rabu, 16 Desember 2015

PECINTA AMAL YAUMIYAH

Hidup di dunia ini sungguh sekejap saja. Sementara, kesempatan mengumpulkan bekal teramat sebentar. Kita akan hidup selama-lamanya, tidak akan ada akhir lagi, yaitu kelak nanti di akhirat. Dan, hamba Allah yang beriman pasti akan menyibukkan diri dengan amal ketaatan supaya di kehidupan nanti mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.
Salah satu amal ketaatan seorang hamba itu adalah bersemangat dalam menghidupkan ihyaaus sunnah. Tiada waktu, hari, jam, menit, detik berlalu kecuali bernilai ibadah, amal saleh, manfaat, dan mencari perbekalan terbaik di akhirat. Karena itulah, ia hidupkan sunah harian Rasulullah SAW.
Gambaran indah amal yaumiyah (amal sunah harian Nabi SAW) adalah bermula ketika hendak tidur. Ia pasti akan tidur lebih awal karena kerinduannya bangun di tengah malam. Saat terjaga, ia bersegera membangunkan keluarga dan sahabatnya untuk menikmati indahnya shalat malam.
Pencinta amal yaumiyah Nabi SAW pasti tidak akan pernah beranjak dari Tahajud kecuali setelah membaca istighfar dengan bilangan yang banyak, dilanjutkan tadabur Alquran. Lalu, dengan hati gembira, ia melangkah dengan kaki diayun untuk berjamaah Subuh di masjid.
Kemudian, ia biasakan tidak keluar dari masjid kecuali ikut kajian ilmu dan zikir hingga waktu shalat sunah Isyraq. Dan, pagi pun menjelang. Ia tidak akan keluar rumah untuk ikhtiar yang halal kecuali diiringi doa, pamit kepada keluarga dengan ciuman, lambaian salam dan terjaga selalu wudhunya. Hatinya pun selalu terpaut zikir kepada Allah SWT.
Dalam beraktvitas selalu dengan belas kasih, rendah hati, murah senyum, ringan tangan, penebar salam dan salaman, bersih-wangi bersahaja dengan sesederhana mungkin penampilannya. Hal ini terbaca dari isyarat mata, tubuh, dan penampilannya yang tidak sombong. Bicaranya santun dan selalu berbaik sangka pada setiap takdir-Nya, jauh dari sifat dengki.
Tiba waktu Zhuhur atau Ashar, maka shalatnya pasti tepat waktu dan berjamaah. Ia tidak sungkan untuk memulai dan mendatangi serta menjulurkan tangan silaturahim. Diam-diam hatinya berdoa untuk keluarganya, negerinya, saudara-saudaranya yang tertindas, seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Yaman, Rohingya. Bahkan, terhadap mereka yang berbeda keyakinan, doa pun dipanjatkannya agar Allah SWT memberi hidayah.
Kepada siapa pun yang dijumpai, ia selalu ingatkan tentang dahsyatnya kehidupan akhirat tanpa merasa dirinya paling suci. Dan, puncaknya bermuhasabah diri, sama sekali tidak tertarik membahas, apalagi mencari aib saudaranya. Inilah amal ringan, tapi padat penuh makna.
Orang beriman akan menjadikan tiada waktu yang sia-sia. Fokus dalam ketaatan yang prima dengan menjaga amal yaumiyah. Semoga Allah SWT terus dan terus membimbing kita semangat beriman dan beramal saleh hingga wafat dalam keridhaan-Nya. Aamiin.
(Da'wah, hidayah, hikmah, kebesaran, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )


***) Ustaz Arifin Ilham

Selasa, 15 Desember 2015

AGAR ANAK BERAKHLAK MULIA

Bila seekor binatang dilahirkan, ia akan tumbuh dan berkembang dengan sifat kebinatangannya. Namun, jika manusia dilahirkan belum tentu ia akan tumbuh dan berkembang dengan sifat kemanusiaannya. 
Ada manusia yang tumbuh dengan sifat tikus, merusak dan menggerogoti barang yang bukan miliknya dan bersikap korup. Ada juga manusia dengan sifat anjing, yang tak bisa diberi nasihat, tamak terhadap dunia dan memperturutkan hawa nafsu. 
Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS al-Araf [7]:176).
Lebih daripada itu, ada pula manusia yang lebih sesat dari binatang. “Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS al-Furqan [25]:44).
Dari sini dapat kita pahami bahwa wajib hukumnya bagi para orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya agar memiliki akhlak mulia. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS at-Tahrim [66]:6). 
Mendidik, membina, dan membimbing agar anak memiliki akhlak mulia merupakan bagian penting yang harus kita lakukan. Apalah artinya anak kita menjadi ilmuwan, konglomerat, jabatan, dan karier yang tinggi jika mereka tidak memiliki akhlak yang baik. 
Tanpa akhlakul karimah semua yang diraih anak-anak kita tidak ada manfaatnya. Dalam ajaran Islam, akhlak menempati tempat yang luhur. Ia merupakan bagian dari misi utama agama ini. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR Ibnu Abid-Dunya dan Hakim).
Bila anak-anak kita berperangai baik maka ia merupakan warisan terbaik yang kita berikan kepada mereka. Orang bijak berkata, “Sebaik-baiknya warisan para ayah untuk anak-anaknya adalah nama baik, didikan yang berguna, dan saudara-saudara yang shalih.” (Adabul Mujalasah, hal 106).
Bimbingan yang dapat kita berikan kepada anak-anak kita agar mereka memiliki perilaku yang terpuji lagi luhur, antara lain, pertama, bimbinglah anak-anak kita dengan pemahaman. Artinya, anak-anak kita harus diberi pemahaman akan akhlak terpuji dan akhlak tercela. 
Selanjutnya, bimbing mereka agar memahami konsekuensi yang akan mereka terima jika mereka berakhlak baik dan jika mereka berbudi buruk atau tercela.
Kedua, bimbinglah anak-anak kita dengan keteladanan. Artinya, bimbinglah mereka dengan contoh atau keteladanan dari diri kita. Sebab, apa yang mereka lihat dan dengar dari kita akan lebih menerap pada diri mereka. Oleh karena itu, sebagai orang tua penting bagi kita untuk menjadi teladan bagi anak-anak.
Ketiga, bimbinglah anak-anak kita dengan pembiasaan. Artinya, anak kita tidak hanya diberi pemahaman atau teori dan keteladanan saja, mereka juga harus dibimbing untuk dapat terbiasa berperangai baik. 
Proses pembiasaan adalah metode yang strategis dalam mendidik anak. Aktivitas yang terus dikerjakan oleh seorang anak akan menjadi kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. 
Semoga dengan upaya yang kita lakukan ini menjadikan anak-anak kita tumbuh dan berkembang dengan sifat kemanusiaannya lagi berbudi pekerti yang tinggi. Amin. Wallahu alam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )


***) Aneu Rofah Nursyifa

Senin, 14 Desember 2015

BEBAN BERAT PEMIMPIN

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik berangkat menunaikan ibadah haji bersama sahabatnya, Umar bin Abdul Aziz. Di sela-sela melaksanakan ibadah haji, Sulaiman mengajak Umar mendaki sebuah bukit. 
Dari atas bukit itulah, tampak jelas para jamaah haji yang datang dari segala macam penjuru dunia, dari beragam suku, bahasa, dan warna kulit. Melihat rakyatnya yang sedemikian banyak, sang khalifah terkejut. 
Sejurus kemudian, perasaan bangga menyelimuti dirinya. Dia pun berkata kepada Umar yang berada di sampingnya, “Lihatlah wahai Umar betapa banyak rakyat yang kupimpin sekarang! 
Mendengar ucapan tersebut, Umar merasa ada hal yang harus diluruskan. Ia lantas berkata, “Ya benar wahai Khalifah, mereka adalah rakyatmu sekarang, namun Anda mesti menyadari wahai saudaraku, mereka kelak akan menjadi musuhmu di hadapan Allah kelak, meminta pertanggungjawabanmu di hari kiamat. 
Mendengar perkataan Umar, kaki khalifah bergetar, wajahnya memerah memancarkan rasa takut. Hanya isakan tangis yang terdengar darinya tanpa bisa berkata apa-apa sembari menerawang keadaan di hari kiamat yang sudah pasti akan dihadapinya.
Menjadi pemimpin atau pemuka adalah impian banyak orang. Sejak dulu, manusia memiliki kecenderungan yang ekstra dalam mengejar status sosial tersebut.
Jabatan bagi banyak orang adalah jaminan kepuasan diri dan kemapanan hidup. Terlebih lagi, bila menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan, tentu hal itu sangat menggiurkan. 
Dari kisah di atas, setidaknya ada dua hal penting yang dapat kita jadikan sebagai ibrah: Pertama, selektif memilih penasihat. Kearifan dan kebijakan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.
Kebijakannya akan sejalan dengan prinsip keadilan. Itu dapat terjadi bila kolega atau pembantu terdekatnya adalah orang-orang yang bijak, yang tidak silau dengan segala gemerlap dunia. Bukan pula sekadar mencari muka atasannya. 
Pemegang kekuasaan butuh pendamping yang dapat memberi solusi terbaik dalam problem yang ada. Alangkah buruknya bila pemimpin itu dikelilingi pembisik bermental setan, yang hanya bisa meniupkan ide-ide jahat yang menyengsarakan rakyat.
Pembisik jahat enggan memberi nasihat bila atasannya berbuat khilaf, ia malah membiarkan hal itu dan dia mengaku siap pasang badan untuk memberi rasa aman. 
Kedua, tidak besar kepala dengan kuantitas pengikut. Untuk menjadi pemimpin dan pemuka, sudah barang pasti membutuhkan rakyat atau pengikut. Sehingga, sebisa mungkin mereka akan melakukan banyak hal untuk memperbesar dan memperbanyak jumlah pengikut tersebut. 
Ini agar otoritas dan hegemoni kekuasaannya meluas dan menjauh. Manusia umumnya, bila memegang tampuk pimpinan, menjadi berbangga atas banyaknya pengikut dan luasnya cakupan wilayah. 
Namun, jarang sekali yang menerawang lebih jauh ke depan, bahwa urusan kepemimpinan itu bukan urusan duniawi semata, melainkan juga menyangkut urusan ukhrawi. 
Pemimpin yang hanya tertipu ilusi jumlah bilangan pengikut, namun lupa akan tugasnya, kelak pengikut-pengikutnya itu adalah musuh nyata yang menuntut pertanggungjawabannya di akhirat. 
Pemimpin yang bermental penguasa dengan hanya memperbudak bawahannya, kelak di akhirat akan berlaku sebaliknya. Perkara berat inilah yang harus menjadi perhatian serius bagi setiap pemimpin.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )


***)  Baiq Ika Sufriawati Amrus 

Minggu, 13 Desember 2015

ADAKAH MUSLIM YANG MENDUSTAKAN ISLAM ?

Nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada umat ini adalah agama Islam. Allah hadirkan Islam untuk kita sebagai penerang jalan dan rambu menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan Islam kita mengenal hakikat hidup, dengan Islam kita mengetahui cara mengisi hidup, dan dengan Islam kita mengetahui tujuan hidup.
"Pada hari ini Kusempurnakan untukmu agamamu, Kusempurnakan nikmat-Ku padamu, dan aku rela Islam menjadi agama-Mu." (QS al-Maidah: 3).
Hanya saja tidak semua orang bisa menerima Islam. Banyak di antara mereka yang tidak siap dan tidak percaya kepada agama Islam. Kalau sikap ingkar dan mendustakan agama ini dilakukan oleh orang-orang kafir, tidak ada yang aneh. Namun, kalau sikap mendustakan tersebut dilakukan oleh mereka yang mengaku Muslim, ini yang aneh.
Pertanyaannya, adakah Muslim yang mendustakan agama Islam? Jawabannya ada, bahkan banyak. Sebagian mendustakan dengan lisan dan sebagian lagi mendustakan dengan amal. Sangat sering kita menjumpai Muslim yang tidak mau taat dan patuh pada ajaran agama. Inilah yang disebut mendustakan agama. Mengaku Muslim, tetapi ucapan, gerak-gerik, tingkah laku, dan amal perbuatannya jauh dari nilai-nilai Islam.
Sebagai contoh dalam surah al-Ma'un, Allah SWT memberikan satu gambaran sekaligus meluruskan persepsi tentang model orang yang mendustakan agama. Allah memulai dengan sebuah pertanyaan, "Apakah engkau pernah melihat orang yang mendustakan agama?" Barangkali sebagian menduga yang mendustakan agama adalah yang kafir atau yang tidak mau melakukan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, dan seterusnya. Ternyata bukan itu. 
Orang yang kafir dan tidak mau melakukan ibadah mahdah sudah jelas menyimpang dan sesat. Namun, ada bentuk mendustakan agama yang kadang tidak terlintas dalam benak manusia. "Yaitu orang yang menghardik anak yatim. Serta yang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin."
Jadi dikatakan mendustakan agama orang yang tidak punya perhatian kepada sesama; yang tidak mau membantu orang yang membutuhkan; yang tidak iba dan tidak tergerak perasaannya untuk menolong.
Pertama-tama, anak yatim disebutkan secara khusus, bukan dhuafa secara umum, karena mereka adalah golongan yang paling membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Mereka ditinggal ayahnya saat masih kecil. Sudah sepantasnya kalau kita memberikan perhatian dan kasih sayang kepada yatim. 
Sampai-sampai Rasul SAW bersabda, "Aku dan orang yang mengasuh yatim akan seperti ini (sembari menyandingkan jari telunjuk dan tengahnya) di dalam surga." (HR al-Bukhari). Nah, orang yang mendustakan agama, jangankan memberikan perhatian, mereka malah menghardik, bersikap kasar, dan menelantarkan anak yatim.
Selanjutnya, orang yang mendustakan agama adalah yang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin. Allah tidak mengatakan orang yang mendustakan agama adalah yang tidak memberi makan kepada fakir miskin, namun "tidak menganjurkan". 
Sebab, bisa jadi mereka memang tidak memiliki harta yang cukup atau makanan berlebih yang bisa diberikan kepada yang lain. Namun, dalam kondisi demikian, mereka masih bisa menjadi perantara dan sarana kebaikan dengan meminta orang lain yang mampu untuk membantunya. Ini seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW saat tidak punya makanan. Beliau masih berusaha membantu dengan menanyakan sahabat, siapa di antara mereka yang dapat menjamu tamu beliau yang lapar. Begitulah akhlak Muslim.
Setelah itu, dalam surat al-Ma'un, Allah SWT berbicara tentang orang shalat yang diancam celaka, yaitu yang shalatnya hanya dikerjakan secara formalitas dan ria, tanpa penghayatan dan tidak sesuai tuntunan. Apalah artinya shalat yang tidak mendatangkan kebaikan dan perbaikan akhlak?
Kesimpulannya, agama ini adalah agama rahmah, agama kasih sayang; tidak hanya sekadar shalat dan ibadah. Cukup dikatakan mendustakan agama orang yang tidak memiliki kasih sayang. Nabi SAW bersabda, "Kasih sayang tidak dicabut kecuali dari orang yang celaka." (HR Abu Daud).
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, sabar, syukur,)


***) Fauzi Bahreisy 

Sabtu, 12 Desember 2015

3 WASIAT RASULLAH

Suatu hari, Nabi SAW menyampaikan tiga wasiat kepada Abu Darda' RA. Wasiat itu, tak hanya untuk diri Abu Darda seorang, tapi juga seluruh umat Islam. Tentu saja, wasiat itu memiliki makna yang dalam dan juga banyak keutamaan. Ketiga wasiat itu, sebagaimana disampaikan Abu Darda adalah sebagai berikut. “Kekasihku (Muhammad SAW) mewasiatkan kepadaku tiga hal yang tidak akan aku tinggalkan selama hidupku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, Shalat Dhuha, dan Shalat Witir sebelum tidur.” (HR Bukhari).
Sebagai umat Islam, kita semua hendaknya dapat mengamalkan dan melestarikan ketiga wasiat itu. Sebab, ketiga wasiat itu memiliki keutamaan yang besar. Pertama, berpuasa tiga hari dalam setiap bulan Hijriyah. Puasa tiga hari itu sering disebut dengan puasa sunah Ayyamul Bidh, yaitu berpuasa pada 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah. (HR Tirmidzi dan Nasa’i). Meskipun hanya tiga hari dalam setiap bulan, puasa sunah ini memiliki keistimewaan besar di sisi Allah SWT.
Nabi SAW bersabda, “Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan. Sesungguhnya, setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Artinya, itu sama dengan berpuasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari dan Muslim). Kedua, mendirikan Shalat Dhuha. Shalat Dhuha merupakan ibadah sunah yang sangat dianjurkan. Ia merupakan ibadah pada pagi hari yang rutin dikerjakan Nabi Muhammad SAW. Beliau selalu menganjurkan umat Islam untuk membiasakan diri mendirikan Shalat Dhuha setiap hari pada waktu pagi.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Shalat Dhuha itu memiliki beragam keutamaan. Di antaranya, Allah akan membangunkan baginya sebuah istana di surga nanti yang terbuat dari emas. Selain itu, Allah akan menghapuskan dosa-dosanya hingga bersih, seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya. (HR Abu Ya'la).
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan, orang yang rutin mendirikan Shalat Dhuha akan dicukupkan rezeki dan segala kebutuhan hidupnya oleh Allah. Ia juga akan mendapatkan pahala yang nilainya setara dengan ibadah haji dan umrah. Imam Thabrani meriwayatkan, orang yang rutin mendirikan shalat wajib dan juga Dhuha, akan masuk surga melalui pintu yang diberi nama adh-Dhuha.
Wasiat ketiga adalah mendirikan Shalat Witir sebelum tidur. Nabi SAW tidak pernah meninggalkan Shalat Witir, baik ketika berada di rumah maupun sedang dalam perjalanan (musafir). Shalat Witir juga memiliki banyak keutamaan. Dari Kharijah bin Khudzaifah al-Adawi, ia bercerita, “Nabi SAW pernah keluar menemui kami dan beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah yang Mahamulia lagi Mahaperkasa telah membekali kalian dengan satu shalat di mana ia lebih baik bagi kalian daripada binatang yang paling bagus, yaitu Shalat Witir. Dan, Dia menjadikannya untuk kalian antara Shalat Isya sampai terbit fajar.” (HR Abu Dawud).
Sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk melestarikan wasiat Rasulullah SAW itu. Semoga Allah memberikan keringanan dan kemudahan bagi kita semua untuk menjalankan dan mengamalkannya. Amin.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, )


***) Imam Nur Suharno

Jumat, 11 Desember 2015

5 KAIDAH BERMUSYAWARAH SESUAI ISLAM

Dalam kehidupan bersama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa, musyawarah sangat diperlukan. Karena, musyawarah memiliki posisi penting dalam membangun tatanan kehidupan masyarakat. 
Saking pentingnya, Islam memberikan kaidah dalam musyawarah agar suasana kondusif tetap terjaga—sebelum, selama, dan setelah musyawarah—sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Ali Imran [3] ayat 159, "Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."
Yang dimaksud "bermusyawarah dalam urusan itu" dalam ayat tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia adalah urusan peperangan dan hal-hal duniawiah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan lain-lainnya. 
Agar musyawarah yang diselenggarakan itu mendapatkan hasil keputusan terbaik dan mendapat ridha Allah SWT maka setiap peserta mesti memahami kaidah dalam bermusyawarah (QS Ali Imran [3]: 159). 
Pertama, bersikap lemah lembut. Setiap peserta musyawarah harus dapat bersikap lemah lembut, baik dalam sikap, ucapan dan tindakan, serta menghindari sikap emosional, berkata-kata kasar, menggebrak meja, dan keras kepala.
Kedua, mudah memberi maaf. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap peserta sebab musyawarah itu tidak akan berjalan dengan baik jika masing-masing peserta masih diliputi kekeruhan hati.
Ketiga, membangun hubungan yang kuat dengan Allah melalui permohonan ampun. Dalam musyawarah dimungkinkan terjadi kesalahan, baik yang disadari maupun tidak, Rasulullah SAW mengajarkan doa kafaratul majelis sebagai penutup musyawarah. "Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilahailla anta astaghfiruka wa'atubu ilaik" (Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu). (HR Tirmidzi).
Keempat, membulatkan tekad. Sudah semestinya peserta musyawarah membulatkan tekad dalam mengambil suatu keputusan yang disepakati bersama (mufakat), bukan saling ingin menang sendiri tanpa ada keputusan. Dan, jika suatu keputusan harus diputuskan melalui voting maka setiap peserta musyawarah hendaknya dapat menerima hasilnya dengan lapang dada.
Kelima, bertawakal kepada Allah. Setelah bermusyawarah semestinya keputusan yang telah diambil, baik secara mufakat maupun voting—hasilnya diserahkan sepenuhnya kepada Allah karena Dialah yang menentukan segala sesuatu itu terjadi. 
Semoga Allah membimbing kita dan para pengelola bangsa dalam bermusyawarah agar tercipta ketenangan, keharmonisan, dan hasil yang terbaik dalam upaya membangun bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. Aamiin.
(Da'wah, hidayah, hikmah, sabar, syukur., takwa, )


***) Imam Nur Suharno

Kamis, 10 Desember 2015

PASUTRI BERBAHAGIA

Dia adalah Ummu Hakim binti al-Harits Ibn Hisyam Ibn Al-Mughirah dari Bani Makhzum. Ia seorang wanita berpikiran tajam dan memiliki wawasan luas. Ayahnya menikahkan Ummu Hakim dengan anak pamannya, bernama Ikrimah Ibn Abu Jahal.
Pada masa jahiliyah, Ikrimah termasuk orang yang getol memusuhi Islam. Karena itu, ketika umat Islam meraih kemenangan pada Futuh Makkah (penaklukan Makkah), Ikrimah melarikan diri ke Yaman. Ia melarikan diri karena takut akan hukuman yang ditimpakan Rasulullah SAW kepadanya.
Tetapi, mertuanya, Al-Harits Ibn Hisyam, dan istri Ikrimah, Ummu Hakim, masuk Islam dan ikut berbaiat kepada Rasulullah SAW. Setelah masuk Islam dan merasakan kehidupan yang lebih baik, Ummu Hakim berharap suaminya, Ikrimah, juga ikut merasakan manisnya iman.
Karena itu, Ummu Hakim pergi menghadap Rasulullah SAW guna meminta jaminan keamanan bagi suaminya jika mau pulang dan menyerahkan diri.
Saat itu, ia merasa sangat bahagia ketika Rasulullah SAW memaafkan suaminya. Maka, Ummu Hakim segera mencari suaminya, Ikrimah, yang melarikan diri sambil berharap dapat menyusulnya sebelum naik ke kapal.
Sesampainya di dermaga, Ummu Hakim dengan lantang berkata pada suaminya, "Wahai anak pamanku, aku datang sebagai utusan dari orang yang paling suka menyambung silahturahim, paling suka berbuat kebaikan, dan sebaik-baiknya manusia. Janganlah engkau binasakan dirimu sendiri karena aku telah meminta jaminan keamananmu kepada beliau dan beliau telah mengabulkannya."
Ikrimah bertanya, "Sungguhkah engkau telah melakukan itu?"  Ummu Hakim menjawab, "Benar." Kemudian ia pun menjelaskan keyakinan yang telah dirasakan manisnya dan telah menghidupkan jiwanya. Ia menjelaskan, tentang kesempurnaan Islam dan ketinggian ajarannya kepada Ikrimah.
Ummu Hakim juga menjelaskan kepribadian Rasulullah SAW yang mulia, bagaimana beliau masuk Makkah dan menghancurkan berhala-hala yang ada di dalamnya, bagaimana kebesaran hati beliau yang memaafkan orang-orang dan terbukanya jiwa beliau kepada sesama manusia.
Penjelasan Ummu Hakim berhasil menumbuhkan benih-benih kebaikan dalam jiwa suaminya. Ia kembali ke Makkah membawa suaminya untuk menyatakan keIslamannya di hadapan Rasulullah SAW sehingga suaminya bisa memperbaharui kehidupannya sebagai penganut Islam. 
Rasulullah SAW pun menerimanya dengan tangan terbuka sehingga Ikrimah benar-benar menyatakan kesetiaannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kisah pasangan suami-istri (pasutri), Ikrimah dan Ummu Hakim di atas, layak kita teladani dalam membangun kebahagiaan berkeluarga.
Bagaimana cinta seorang istri kepada suaminya bisa membawa seorang Ikrimah yang tadinya menentang kebenaran menjadi orang yang mengikrarkan dukungannya atas kebenaran Islam. Hatinya yang tertutup dengan kebenaran selama masa jahiliyah tergantikan dengan penerimaan atas iman dan Islam berkat ajakan sang istri.
Kisah tersebut juga mengindikasikan bahwa seorang istri boleh mengingatkan suaminya yang telah melakukan kesalahan dan dosa, dengan cara halus dan bijaksana.
Kesulitan yang kerap dihadapi saat berumah tangga biasanya karena masing-masing anggota pasangan merasa benar sendiri dan tidak mau diingatkan.
Karena itu, dalam  rumah tangga akan berkah dan bahagia jika keduanya bisa komunikasi dengan lancar dan mendiskusikan masalah yang dihadapi demi kebaikan bersama. 
Sungguh indah doa pernikahan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, "Semoga Allah memberikan berkah kepadamu dan keberkahan atas pernikahanmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan." (HR Dawud, Tirmizi, Ibn Majah dan Al-Hakim). Wallahu a'lam
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )


***) H Dadang Kahmad

Rabu, 09 Desember 2015

MEMULIAKAN GURU

Sikap yang sepatutnya ditampilkan seorang Muslim ketika berhadapan dengan ahli ilmu (guru), terlebih lagi ahli dalam ilmu agama, adalah hormat, memuliakannya (ikram), dan bila perlu melayani keperluannya (khidmah). Demikianlah akhlak seorang Muslim terhadap ulama, apalagi jika ia sedang atau pernah berguru langsung kepada sang guru.
Memuliakan guru atau orang yang telah mendidik kita, mengagungkannya, bahkan melayaninya merupakan sikap para salaf. Mereka melakukan hal itu karena mengharap keberkahan ilmu sang ulama turut pula mengalir padanya.
Seorang ulama pernah bertutur, "Jika engkau menjumpai seorang murid sangat antusias memuliakan gurunya dan menghormatinya secara zahir dan batin disertai keyakinan pada sang guru, mengamalkan ajarannya, dan bersikap dengan perilakunya maka pasti dia akan mewarisi barakah ilmu sang guru."
Pada masa lampau, mereka yang memuliakan guru atau ulama bukan saja para pelajar. Namun, para pemuka bahkan khalifah dan raja-raja melakukan hal serupa.
Mereka itu pun mewariskan sikap demikian kepada anak keturunannya. Iman, ilmu, dan adab memang tidak bisa diwariskan begitu saja dari orang tua ke anak, namun harus disertai keteladanan dari orang tua.
Syekh Az-Zarnuji dalam Ta'lim Al-Mut'allim mengisahkan, suatu saat Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al-Ashma'i, salah satu ulama besar yang menguasai bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan, Harun Ar-Rasyid menyaksikan Al-Ashma'i sedang berwudhu dan membasuh kakinya sedangkan putranya menuangkan air untuk sang guru.
Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar-Rasyid pun menegur Al-Ashma'i atas tindakannya itu, "Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu?"
Putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, Al-Amin dan Al- Makmun, pernah berebut sepasang sandal Syekh Al-Kisa'i.Keduanya berlomba untuk memasangkan sandal syekhnya itu di kakinya sehingga mengundang kekaguman sang guru. Syekhnya lalu berucap, "Sudah, masing-masing pegang satu-satu saja."
Sikap menghormati, memuliakan, dan melayani ahli ilmu saat ini sudah semakin memudar. Teori-teori pendidikan modern menyepelekan nilai-nilai positif di atas. Teori yang lahir hanya bagaimana cara menyerap ilmu, menelannya, masuk ke otak hingga membuat cepat mengerti. Sedikitpun tidak disinggung bagaimana sikap terhadap orang yang lebih tua dan sikap terhadap guru.
Pendidikan yang tidak menekankan adab dan sopan santun hanya akan mentransfer ilmu sampai ke otak saja.
Ilmu itu tidak akan sampai ke hati. Ilmunya sebatas teori tanpa praktik. Alhasil nantinya, lahir insan-insan yang cuma pandai beretorika, namun miskin aplikasi. 
Pendidikan yang menekankan pelayanan, penghormatan, dan kepatuhan pada guru (ahli ilmu) melahirkan hubungan antarpersonal yang sangat erat.Keterikatan emosional dan spiritual antara murid dan guru akan terus terjalin dan membekas hingga kapan pun.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa,  )


***( Sahrim QH)

Selasa, 08 Desember 2015

PAKET KEZALIMAN (2)

 "Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah berbuat kerusakan di bumi', mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa." (QS al Baqarah [2]:11-12).
Alquran menyebutkan, sejumlah kaum dan tokoh yang melakukan perbuatan destruktif atau kezaliman di muka bumi. Seperti, bangsa Yahudi, kaum Tsamud, Yakjuj dan Makjuj, Fir'aun, Qarun, dan sederetan nama dan kaum lainnya. Mereka diabadikan dalam Alquran sebagai pelaku atau agen kerusakan, al Mufsiduuna fil Ardh. Atau, dengan bahasa lain, az Zhalimun (orang-orang yang berbuat zalim).
Secara umum dan spesifik, Alquran juga menerangkan diversitas atau bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi di atas bumi. Misalnya, merampas atau mencuri harta milik orang lain, baik pribadi maupun milik umum (QS Yusuf [12]: 73). Menghalang-halangi manusia menuju jalan yang diridhai Allah merupakan bentuk kerusakan di muka bumi (QS al-'Araf [7]:86).
Menuruti hawa nafsu duniawi dengan gejalanya, seperti cinta dunia dan takut mati, budaya meterialistis, hedonis, tamak, dan seumpamanya (QS al-Mukminun [23]: 71). Termasuk jenis kerusakan yang dijelaskan dalam Alquran adalah sikap orang-orang Mukmin yang menjadikan orang-orang yang tidak seakidah sebagai pemimpin (QS al Anfal [8]:73).
Lebih-lebih apabila umat Islam menjadikan sekelompok orang sebagai teman setia atau kiblat politik, padahal selama ini mereka jelas-jelas memusuhi dan memerangi atas nama agama (QS. al-Mumtahanah [60]:8-9). 
Demikian juga kepongahan dan kesewenang-wenangan dengan segala indikatornya, seperti  merancang konflik, penindasan, dan pembunuhan secara biadab adalah bentuk kerusakan yang sangat nyata (QS al-Qashash [28]:4).    
Seorang pakar tafsir terkemuka pada era sahabat, Abdullah bin Mas'ud, ketika menafsirkan ayat yang dikemukakan pada pendahuluan di atas (QS al-Baqarah [2]:11-12)  mengatakan, yang dimaksud kerusakan di muka bumi dalam ayat ini adalah jalan kekufuran dan perbuatan maksiat. 
Sehingga, logis apabila sejumlah ulama tafsir menarik sebuah kesimpulan, kekufuran dan maksiat kepada Allah merupakan sumber kerusakan. Maknanya, status kufur dan maksiat adalah akar kerusakan yang menimbulkan kerusakan-kerusakan yang lain di atas bumi.  
Sebagaimana dikatakan salah seorang ahli tafsir, Imam Asy-Syaukani, bahwa perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan maksiat adalah sebab timbulnya berbagai kerusakan di alam semesta.
Kesimpulannya, Islam adalah agama yang menghendaki keselamatan dan kemakmuran di atas bumi. Apa pun bentuk kerusakan dan kemudharatan sebagaimana disebutkan di atas, semuanya bertolak belakang dengan prinsip dan syariat Islam. Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan orang-orang yang senantiasa berbuat kerusakan merupakan satu paket kezaliman yang sejak dulu diperangi oleh para nabi dan rasul. 
Adapun ancaman atau hukuman yang pantas bagi orang-orang yang melakukan paket kezaliman di atas, Alquran kembali menunjukkan salah satu dimensi kemukjizatannya kepada kita.
"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu menguasai mereka maka ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Penyayang." (QS al-Maidah [5]:33-34). Wallahu al-musta'aan.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., takwa, )


***)Republika

Senin, 07 Desember 2015

KASIH SAYANG GURU

Bagi anak, pendidikan merupakan hak. Bagi orang tua dan guru, pendidikan merupakan kewajiban. Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS at-Tahrim[66]: 6). 
Ali Ibnu Abu Thalib menjelaskan, cara untuk menjaga diri dan keluarga adalah dengan mengajar dan mendidik anak-anak. Mendidik anak berarti memuliakan mereka. Menelantarkan anak berarti menjerumuskan diri dan keluarga ke dalam neraka.
Mendidik dan mengajar adalah tugas orang tua dan guru sebagai pendidik. Kedua ikhtiar ini membutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Caranya pun harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Bukan dengan cara menghardik dan menghajar. 
Karena, sikap kasar cenderung merusak pikiran dan jiwa anak-anak. Merawat anak-anak mesti dengan rasa welas asih. Menghardik berbeda dengan mendidik. Menghajar berbeda dengan mengajar. Menghardik dan menghajar tak mungkin terjadi jika guru menjadikan rasa kasih sayang sebagai cara terbaik mendidik anak-anak. 
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak punya belas kasihan, niscaya tidak akan dikasihani” (HR Bukhari). Guru harus mendidik dengan kasih sayang dan penuh perhatian. 
Mendidik dengan kasih sayang bisa tampak melalui sikap hidup yang ditunjukkan guru kepada murid. Guru punya kewajiban sekaligus etika dalam mendidik anak dengan landasan kasih sayang. Pertama, guru adalah orang tua bagi murid-murid.
Sesungguhnya aku bagi kalian tiada lain hanyalah seperti orang tua kepada anaknya. Aku mengajari kalian.” (Ibnu Majah melalui Abu Hurairah). 
Kedua, guru menyadari anak merupakan amanah titipan dari Allah SWT. Tak ada istilah anak kandung dan anak tiri. Semua murid harus diperlakukan bak anak kandung. Guru bertanggung jawab penuh atas cara dan proses pendidikan murid di sekolah.
Imam Al Ghazali berkata, “Hak guru atas muridnya lebih agung dibanding hak orang tua terhadap anaknya. Orang tua sering hanya menjadi penyebab adanya anak di alam fana dan guru menjadi penyebab hidupnya yang kekal.” Peran guru sungguh amat penting dan strategis bagi pendidikan anak di sekolah. 
Ketiga, cara perhatian guru kepada murid yang proporsional. Guru tak berlebihan dalam memberikan penghargaan dan hukuman. Jangan pelit tapi juga tak mengumbar pujian. Jangan enggan dan ragu, tapi juga tak setiap saat memberikan teguran. 
Sikap baik ini membangun cara pandang guru yang tepat terhadap sosok anak pintar dan anak nakal. Anak pintar dan nakal bisa jadi sumber cobaan bagi guru. Anak pintar bisa menjebak guru jadi bersikap terlena dan merasa hebat. 
Mendidik anak pintar menjadi sosok rendah hati pun bukan perkara mudah. Sebaliknya, anak nakal bisa meruntuhkan batas kesabaran guru. Tak jarang guru yang tak mampu menguasai hawa nafsunya bisa menghardik, bahkan memukul anak. 
Ibnu Khaldun pernah berkata, “Barang siapa yang menerapkan pendidikannya dengan cara kasar dan paksaan terhadap orang-orang yang menuntut ilmu kepadanya, para budak, atau para pelayannya, maka orang yang dididik olehnya akan dikuasai oleh serbaketerpaksaan. Keterpaksaan akan membuat jiwanya merasa sempit dan sulit untuk mendapatkan kelapangan. 
Jika guru menggunakan cara-cara kekerasan saat mendidik anak, makna mendidik jadi kehilangan esensinya. Nilai-nilai kemanusiaan pada diri anak menjadi tergerus. Dampaknya akan membuahkan anak didik yang berjiwa lemah, labil emosinya, lemah tekad dan inisiatif, serta punya citra diri yang buruk. 
Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah paling indah bagi anak. Dan sebaik-baik cara mendidik anak adalah proses yang didasari rasa kasih sayang. 
Karena itu berarti guru menyadari bahwa dirinya sedang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai Ilahiah dalam mengajar dan mendidik anak.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, sabar, takwa, )


***)  Asep Sapa'at 

Minggu, 06 Desember 2015

KARENA KITA CINTA DUNIA & TAKUT MATI

Dan Paris pun terguncang. Dari rilis resmi, 153 orang telah terenggut nyawanya dalam tragedi Jumat (13/11). Bom meledak atau diledakkan di enam titik di kota kiblat fashion dunia itu. Menilik dari jumlah korbannya, peristiwa ini boleh jadi merupakan salah satu peristiwa terorisme terbesar di Eropa sejak Perang Dunia ke-II. Mata dunia pun berduka atas peristiwa ini.
Baik, kita boleh bersedih dan berduka untuk korban Paris. Tetapi jangan lupakan, ada kelompok yang juga menjadi korban dari tragedi ini. Mereka memang tidak mengalaminya langsung, tapi kelompok ini akan menjadi salah satu yang paling merasakan pahitnya tragedi pengeboman Paris. Mereka adalah komunitas Muslim di Eropa, terutama yang berada di negara Prancis.
Saudara-saudara kita harus bersiap-siap untuk menerima perlakuan tidak menyenangkan dari warga Barat yang termakan hasutan media. Dan juga jangan lupakan, peristiwa superdahsyat telah terjadi dan sedang terjadi di tanah negeri-negeri Islam. Di Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Rohingnya, dan lain-lain. Kemana suara empati dunia untuk kesewenang-wenangan yang terlestari terus-menerus itu. Semua seperti mendadak tuli, buta, dan bisu.
Kolaborasi kaum musyrikin dengan Muslim yang faasiqiin dan munafiqin, semakin meringkihkan keadaan umat Islam. Berharap kepada saudaranya yang seiman, sayangnya mereka lebih asyik menikmati ingar-bingar kemaksiatan dan gemerlap dunia. Mereka cuek, masa bodoh dan tidak mau peduli sedikit pun terhadap keadaan saudaranya yang seiman.
Subhanallah, keadaan ini persis dengan apa yang telah Rasulullah sampaikan 15 abad silam. Dari Tsauban RA Rasulullah SAW bersabda, "Hampir terjadi kelak keadaan yang mana umat-umat lain akan mengerumuni kalian bagai orang-orang rakus yang makan mengerumuni makanannya." Salah seorang sahabat berkata, "Apakah karena sedikitnya kami ketika itu?" Nabi SAW berkata: bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai ghutsa'(buih kotor yang terbawa air saat banjir). Pasti Allah akan cabut rasa segan yang ada di dalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah campakkan kepada kalian rasa wahn. Kata para sahabat, "Wahai Rasulullah, apa wahnitu? Beliau bersabda, `Cinta dunia dan takut mati'." (HR Abu Daud No 4297, Ahmad 5/278).
Ya, kita lebih mencintai dan menikmati urusan dunia, sampai-sampai setiap hari darah tumpah di bumi Islam, kita tidak mengetahuinya. Ikhwah, semakin takutlah kepada Allah. Tetapkan diri dalam istiqamah. Bangunlah shalat malam, selalu berjamaah Subuh di masjid. Hidupkan hati dengan zikir dan selalu jaga wudhu. Hidupkan sunah Rasulullah. Bimbing dan selamatkan keluarga. Bergabunglah dengan para sahabat yang saleh. Dengarkan nasihat hikam. Bergurulah kepada ulama istiqamah. Hadirilah majelis ilmu dan zikir.
Lalu, maksimalkan perhatian, pikiran, harta, dan doa terhadap keadaan umat Islam. Terutama sederhanalah, jangan banyak tertawa dan jaga perasaan. How can we sleep on the blood of syuhada Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Afrika. Tetaplah bangga dengan Islam. Teruslah kibarkan panji dakwah Islam.
Sikap ini pasti akan dianggap asing, aneh, kampungan, sok alim, ekstrem, bahkan dituduh teroris. Rasulullah bersabda, "Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang asing," (HR Muslim). Allahummaya Allah selamatkanlah kami, keluarga kami, negeri kami, seluruh umat Rasulullah yang sangat kami cintai.Amin.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, pendidikan, syukur, sabar, takwa, )

***) Muhammad Arifin Ilham