Beberapa ayat Alquran di awal surat Maryam mengisahkan Nabi
Zakaria yang mengkhawatirkan generasi di belakangnya. Dengan suara lembut
Zakaria bermunajat kepada Allah SWT menuturkan kondisi tulang belulangnya yang
telah lemah, rambutnya yang telah bertabur uban, dan istrinya yang mandul.
Zakaria menginginkan anak untuk menjadi ahli waris perjuangannya.
Seperti permohonan sebelumnya, permohonannya yang satu
inipun dikabulkan Allah SWT. Nabi Zakaria memperoleh seorang anak yang diberi
nama Yahya, suatu nama yang belum pernah dipakai orang sebelumnya. Yang artinya
hidup, berarti kehidupan Yahya akan melanjutkan kehidupan generasi yang semula
diduga akan terputus.
Nabi Zakaria merasa beruntung, karena anaknya Yahya
memegang erat Kitab Allah, dia diberi hikmah sejak kecil, memiliki sifat belas
kasihan dan kesucian, serta memelihara diri (takwa), berbuat baik kepada ibu
bapaknya, jauh dari kesombongan dan kedurhakaan. Yahya memperoleh kesejahteraan
di waktu lahir, di hari wafatnya, hingga hari berbangkit nanti.
Kisah Nabi Zakaria di atas menggambarkan sikap semua
tokoh Islam yang menginginkan suksesi pemimpin umat. Keinginan mempunyai
generasi penerus sebuah jeritan batin yang kadangkala disertai rintihan dan
tetesan air mata. Harapan untuk terwujudnya suksesi itu biasanya muncul ketika
pemimpin umat telah panjang umur, kulit telah kendur, gigi telah mulai gugur,
mata mulai kabur, di kepala uban bertabur, dan sudah hampir ke liang kubur.
Upaya mendapatkan suksesi itu sebaiknya diiringi dengan
kegiatan pembinaan dan bimbingan, meliputi pembinaan akidah dan kemauan
beramal, seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim kepada anaknya Ismail. Firman-Nya,
''Dan ketika Ibrahim dan Ismail meninggikan sendi Baitullah (keduanya berdoa),
'Oh Tuhan kami! Terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. Oh Tuhan kami! Jadikanlah kami berdua orang yang patuh kepada
Engkau dan jadikanlah dari keturunan kami umat yang patuh juga kepada Engkau
dan tunjukkanlah kepada kami cara beribadah dan ampunilah kami, sesungguhnya
Engkau Penerima Tobat dan Penyayang'.'' (Al-Baqarah: 127-128).
Kerja keras Ibrahim meletakkan dan meninggikan sendi-sendi
Baitullah dengan melibatkan anaknya Ismail adalah sebuah ibadah besar yang
berhubungan dengan tauhid, serta berisi dimensi pembinaan dan bimbingan dari
seorang pemimpin umat kepada generasi penerusnya. Hingga kini dan insya Allah
sampai akhir masa, kerja keras mereka berdua dirasakan bermanfaat besar buat
kelangsungan ibadah umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Sejalan dengan itu, umat Islam pun diajar memohon kepada
Allah untuk mendapatkan suksesi pemimpin umat yang sekaligus merupakan kriteria
seorang hamba Allah Tuhan Yang Maha Pengasih.
Firman-Nya, ''Dan mereka (hamba Allah Yang Maha Pengasih)
berkata, 'Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami istri dan anak cucu yang
menjadi penyejuk mata dan jadikanlah kami pemimpin orang yang bertakwa'.''
(Al-Furqan: 74). Wallahu a'lam.
Sumber :
Pusat Data Republika