Penyair sufistik terkenal,
Jalaluddin Rumi, pernah mengatakan, ''Karena untuk berbicara orang harus lebih
dulu mendengarkan, maka belajarlah bicara dengan mendengarkan.'' Mendengarkan
sepertinya mudah dilakukan, namun pada kenyataannya tidak semua orang berhasil
menjadi pendengar yang baik. Tidak sedikit perselisihan, pertengkaran, bahkan
pembunuhan terjadi hanya karena salah dengar.
Dalam dunia komunikasi, kita mengenal ungkapan, seorang
pembicara yang baik adalah pendengar yang baik. Cinta, benci, rindu,
pengertian, maupun salah pengertian, terbangun lewat bicara dan
mendengarkan.
Seluruh kekuatan ikatan persahabatan, percintaan, dan
mahligai hidup bersama, kita rangkai dengan bicara dan mendengarkan. Khalifah
Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, ''Tuhan menyayangi seseorang yang suka
mendengar hikmah atau ucapan yang baik lalu menyimpannya, kemudian ketika
dipanggil kepada kebenaran, dia mendekat.''
Kita sering kelihatan seperti mendengarkan tapi
sebetulnya tidak. Walaupun mata kita dihadapkan dan wajah kita diarahkan kepada
orang yang berbicara, tapi sebenarnya kita tidak mendengarkan.
Padahal, Allah mengingatkan dalam firman-Nya, ''Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya, mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal.'' (Az-Zumar[39]:18).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi orang yang
mau menjadi pendengar yang baik. Pertama, bila ingin menguasai teknik
mendengarkan yang baik, belajarlah mendengarkan pembicaraan yang tidak
menyenangkan hati kita. Mendengarkan pembicaraan yang mengenakkan hati kita itu
mudah, tidak perlu dilatih. Untuk mendengarkan perkataan yang tidak
mengenakkan, kita perlu melatih kestabilan emosi.
Kedua, belajarlah mendengarkan keluhan orang lain, walaupun
tidak menarik bagi kita. Biasanya seseorang sangat antusias jika dia
membicarakan masalah dirinya dan menceritakan kesusahannya kepada orang lain.
Padahal, boleh jadi orang yang diajak bicara sebenarnya tidak tertarik. Tapi,
kalau kita mau mendengarkan baik-baik, kemudian berempati kepadanya, berarti
kita sudah berbuat baik kepadanya, dan itu termasuk amal saleh bagi kita.
Menurut para psikolog, banyak penderita gangguan jiwa
yang penyakitnya menjadi berkurang ketika menemukan telinga yang mau mendengarkan
perkataannya. Jika kita menjadi pendengar bagi orang lain yang membutuhkan
saluran untuk mengungkapkan perasaannya, maka kita juga berarti telah membantu
meringankan penderitaannya.
Ada juga nasihat bijak yang mengungkapkan bahwa kita
dikaruniai oleh Allah SWT dua telinga satu mulut. Ini mengisyaratkan bahwa
hendaknya kita harus lebih banyak mendengar daripada bicara. Untuk menjadi
pembicara yang baik, maka syarat mutlaknya adalah kita harus terlebih dulu
menjadi pendengar yang baik. Khalifah Ali bin Abi Thalib RA berpesan, ''Siapa
yang baik mendengarkannya, dialah yang paling cepat memperoleh manfaat.''
Sumber :
Pusat Data Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar