Imam
Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa suatu hari Nabi SAW menemukan
seorang wanita yang sedang menangis di hadapan sebuah kuburan. Beliau bersabda
kepadanya, ''Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.'' Wanita tersebut
menjawab, ''Pergilah! Jangan ikut campur dalam urusanku, engkau tidak tertimpa
seperti apa yang menimpaku.''
Setelah wanita tersebut sadar dan menyesal, ia pergi ke
rumah Nabi SAW. Ia menyampaikan penyesalannya dengan berkata, ''Aku tidak
mengenalmu.'' Beliau bersabda, ''Hakikat sabar itu akan terlihat pada saat-saat
pertama terjadinya malapetaka.''
Dalam kamus-kamus bahasa, kata sabar diartikan sebagai
menahan, baik dalam pengertian fisik material, seperti menahan seseorang dalam
tahanan, maupun nonfisik (immaterial), seperti menahan diri atau jiwa dalam
menghadapi sesuatu yang diinginkannya. Dari akar kata shabara diperoleh sekian
bentuk kata dengan arti yang beraneka ragam, antara lain berarti menjamin,
pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya, gunung yang tegar dan kokoh, awan
yang berada di atas yang lain dan melindungi yang di bawahnya, batu-batu yang
kokoh, tanah yang gersang, sesuatu yang pahit atau menjadi pahit, dan
sebagainya.
Dari arti-arti yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa sabar menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit,
berat, pahit, yang harus dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Dari sini tidak
heran jika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan sabar, sebab di dalamnya
terdapat kewajiban ibadah puasa yang esensi pokoknya adalah pengendalian diri
hingga berakhir dengan kemenangan.
Seorang yang menghadapi rintangan yang berat, terkadang
hati kecilnya membisikkan agar ia behenti (putus asa), meski yang diharapkannya
belum tercapai. Dorongan hati kecil itu selanjutnya menjadi keinginan jiwa.
Jika keinginan itu ditahan, ditekan, dan tidak diikuti, maka tindakan ini
merupakan pengejawantahan dari hakikat sabar yang mendorongnya agar tetap
melanjutkan usahanya walaupun harus menghadapi berbagai rintangan yang berat.
Pengertian sabar yang demikian tersirat dalam sabda
Rasulullah SAW. Suatu hari kaum muslimin bertemu dengan musuh dalam suatu
peperangan, maka Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai manusia, janganlah kalian
berharap bertemu musuh, mohonlah kepada Allah keselamatan, namun jika kalian
bertemu musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu di
bawah tajamnya pedang.'' (HR. Bukhari-Muslim).
Dengan demikian, sabar tidak identik dengan sikap lemah
atau menerima apa adanya, namun sabar merupakan perjuangan yang menggambarkan
kekuatan jiwa pelakunya sehingga mampu mengalahkan dan mengendalikan keinginan
nafsunya. Bahkan sabar di saat ini menjadi kekuatan moral dalam menghadapi
berbagai kejahatan, kezaliman, serta teror yang dilakukan oleh mereka yang
tidak ingin kejahatan dan kezalimannya terbongkar.
Allah SWT berfirman: ''Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.'' (QS al-Baqarah: 153).
Allah SWT berfirman: ''Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.'' (QS al-Baqarah: 153).
***) Muhammad Bajuri (Republika Online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar