Sabtu, 30 Mei 2015

CARA MENJAUHI KEBOHONGAN

Salah satu kepribadian yang melekat pada diri Nabi Muhammad adalah kejujuran dan jauh dari kebohongan. Sebagaimana yang tergambar dalam kisah pertemuan antara Heraklius dan Abu Sufyan. Ketika Heraklius, raja Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan tentang sifat-sifat Muhammad SAW, Abu Sufyan menjawab bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang sangat jujur.
Pertanyaan lain yang diajukan Heraklius kepada Abu Sufyan, apakah ia pernah mencurigai Nabi Muhammad melakukan kebohongan? Abu Sufyan menjelaskan, ia tidak pernah meragukan kejujuran Nabi Muhammad.
Komitmen Rasulullah SAW untuk selalu bertindak jujur terlihat ketika Beliau berkunjung ke rumah Abdullah bin Amir. Saat itu, Abdullah bin Amir masih kecil. Ketika ia pergi hendak bermain, lalu ibunya memanggil, “Ya Abdullah, mari ke sini, aku akan memberimu sesuatu.”
Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibunya menjawab akan memberikan Abdullah bin Amir kecil kurma. Kemudian Rasulullah SAW mengingatkan, “Jika engkau tidak menepati (janjimu), niscaya itu akan dicatat sebagai dusta.” (HR Abu Daud).
Spirit kisah ini mengingatkan bahwa selain merugikan kepentingan orang lain, berbohong juga merugikan orang yang berbohong itu sendiri. Seseorang yang sering berdusta tidak akan dipercaya meskipun suatu waktu ia berkata benar. Padahal, untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan, seseorang memerlukan kepercayaan dan dukungan orang lain.
Salah satu pribadi yang jauh dari sifat bohong terekam indah dalam dialog Umar Ibn Khattab dengan seorang anak penggembala. Khalifah Umar mendekati anak penggembala itu kemudian berkata, “Cukup banyak kambing yang kamu pelihara, sangat bagus dan gemuk-gemuk. Kamu jual saja padaku seekor yang gemuk dan bagus.”
Mendengar perkataan Amirul Mukminin itu, penggembala menjawab, “Kambing-kambing ini bukan milik saya, melainkan milik tuan saya. Saya hanyalah penggembala yang menerima gaji.” Kemudian Umar Ibn Khattab berkata, “Katakan saja pada tuanmu, kambingnya dimakan serigala.”
Anak gembala itu diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin, “Jika tuan menyuruh saya berbohong, bukankah Allah Maha Melihat? Apakah tuan tidak menyadari siksa Allah itu pasti bagi para pendusta?” Menyaksikan kejujuran anak gembala itu, Umar Ibn Khattab terharu, bahagia, dan kagum akan ketaatannya kepada Allah SWT. Dialog ini mengingatkan kita untuk terus berlatih jujur dalam kondisi dan situasi apa pun.
Namun, tidak semua kebohongan itu mengandung kesalahan dan terlarang. Dalam situasi tertentu, berbohong dibolehkan. Seperti yang diriwayatkan Ummu Kultsum, “Aku tidak mendengar Rasulullah SAW sedikit pun menginginkan dusta kecuali dalam tiga hal, yaitu seseorang yang berkata dusta untuk mendamaikan, seseorang yang berkata dusta sebagai strategi peperangan, dan suami yang berkata dusta kepada istri atau istri yang berkata dusta kepada suami demi untuk keharmonisan rumah tangga.” (HR Muslim). 
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, pendidikan)



***) Muslimin

ZIKIR PAGI

Selayaknya, lingkup hidup seorang Muslim tak pernah lepas dari zikir, doa, dan rasa syukur kepada Allah SWT. Hanya dengan zikir, hati menjadi tenteram.
Allah SWT berfirman yang artinya, "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS Ar Ra'ad [13] : 28).
Di antara banyak waktu yang baik dalam melaksanakan zikir, waktu pagi merupakan salah satunya. Zikir pagi telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Banyak hikmah yang  bisa diraih dengan mengucapkan zikir pagi. Selain merupakan doa keselamatan, zikir pagi merupakan doa yang dipanjatkan seorang Muslim kepada Allah SWT agar menjadikan hari itu hari yang diberkahi.
Zikir pagi yang diucapkan setiap Muslim tentu bukan hanya sebatas ungkapan lisan. Tetapi zikir itu memiliki banyak makna yang bisa dihayati. Di antara makna zikir pagi itu adalah sebagai berikut.
Pertama, zikir pagi berarti ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Allah SWT atas kehidupannya hari itu. Dia bersyukur karena di hari itu masih bisa bernapas lega. Mata, telinga, jantung, dan seluruh anggota tubuhnya masih berjalan normal seperti sedia kala.
Karena itu, seorang hamba yang mengucap zikir pagi sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah SWT. Siapa yang mensyukuri nikmat Allah SWT, maka pasti Allah SWT akan menambah nikmatnya. "…
 Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetap jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim [14] : 7).
Kedua, zikir pagi bermakna memohon perlindungan kepada Allah SWT atas segala bencana dan makar buruk yang akan menimpa pada hari itu.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang membaca zikir setiap pagi dan petang tiga kali, maka dia akan terjaga dari bencana yang datang dengan tiba-tiba." (HR At Turmudzy).
Bahkan, siapa saja dari orang Muslim yang membaca zikir pagi dengan penuh keyakinan kepada Allah SWT, lalu di hari itu maut menjemputnya, maka Allah SWT menjamin surga baginya.  Rasulullah SAW bersabda, "
Apabila seseorang membaca zikir di waktu pagi dan petang, kemudian dia mati, maka ia masuk surga." (HR Ibnu Sunny).
Ketiga, zikir pagi memiliki makna pengakuan diri seorang Muslim atas segala kelemahan yang ada. Ia tak bisa berbuat apa pun, walau hanya mengerlingkan mata tanpa bantuan dari Allah SWT. Karena itu, hanya kepada Allah saja seorang Muslim tunduk, pasrah dan tawakal. Zikir pagi salah satu tanda pembuktian hal itu.
Zikir pagi yang diucapkan seorang Muslim dengan penuh khusyuk dan ikhlas akan membuat hari yang dilaluinya pada hari itu terasa penuh makna, berkah serta semangat kerja tak pernah padam.
Rasulullah SAW adalah orang yang tak pernah meninggalkan zikir, termasuk zikir pagi. Jadi, tidak bijak bila kita mengawali hari ini tanpa mengucapkan tanda syukur kepada Yang Maha Memberi 
Kehidupan, Allah SWT.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, pendidikan, sabar,  syukur, takwa, )


***)  Bahron Ansori

Kamis, 28 Mei 2015

TIGA KEUTAMAAN ZIKIR PAGI


Selayaknya, lingkup hidup seorang Muslim tak pernah lepas dari dzikir, doa, dan rasa syukur kepada Allah SWT. Hanya dengan dzikir, hati menjadi tenteram. Allah SWT berfirman yang artinya, "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS Ar Ra'ad [13] : 28).
Di antara banyak waktu yang baik dalam melaksanakan dzikir, waktu pagi merupakan salah satunya. Dzikir pagi telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hikmah yang  bisa diraih dengan mengucapkan dzikir pagi. Selain merupakan doa keselamatan, dzikir pagi merupakan doa yang dipanjatkan seorang Muslim kepada Allah SWT agar menjadikan hari itu hari yang diberkahi.
Dzikir pagi yang diucapkan oleh setiap Muslim tentu bukan hanya sebatas ungkapan lisan. Tetapi dzikir itu memiliki banyak makna yang bisa dihayati. Di antara makna dzikir pagi itu adalah sebagai berikut.
Pertama, dzikir pagi berarti ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Allah SWT atas kehidupannya hari itu. Dia bersyukur karena di hari itu masih bisa bernapas lega. Mata, telinga, jantung, dan seluruh anggota tubuhnya masih berjalan normal seperti sedia kala.
Karena itu, seorang hamba yang mengucap zikir pagi sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah SWT. Siapa yang mensyukuri nikmat Allah SWT, maka pasti Allah SWT akan menambah nikmatnya. "… Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetap jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim [14] : 7).
Kedua, dzikir pagi bermakna memohon perlindungan kepada Allah SWT atas segala bencana dan makar buruk yang akan menimpa pada hari itu. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang membaca zikir setiap pagi dan petang tiga kali, maka dia akan terjaga dari bencana yang datang dengan tiba-tiba." (HR At Turmudzy).
Bahkan, siapa saja dari orang Muslim yang membaca dzikir pagi dengan penuh keyakinan kepada Allah SWT, lalu di hari itu maut menjemputnya, maka Allah SWT menjamin surga baginya.  Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang membaca dzikir di waktu pagi dan petang, kemudian dia mati, maka ia masuk surga." (HR Ibnu Sunny).
Ketiga, dzikir pagi memiliki makna pengakuan diri seorang Muslim atas segala kelemahan yang ada. Ia tak bisa berbuat apa pun, walau hanya mengerlingkan mata tanpa bantuan dari Allah SWT. Karena itu, hanya kepada Allah saja seorang Muslim tunduk, pasrah dan tawakal. Dikir pagi salah satu tanda pembuktian hal itu.
Dzikir pagi yang diucapkan seorang Muslim dengan penuh khusyuk dan ikhlas akan membuat hari yang dilaluinya pada hari itu terasa penuh makna, berkah serta semangat kerja tak pernah padam.
Rasulullah SAW adalah orang yang tak pernah meninggalkan dzikir, termasuk dzikir pagi. Jadi, tidak bijak bila kita mengawali hari ini tanpa mengucapkan tanda syukur kepada Yang Maha Memberi Kehidupan, Allah SWT. 
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, sabar, syukur,)


***)  Bahron Ansori

Selasa, 26 Mei 2015

CINTA YANG TAK EGOIS

Suatu ketika seorang pemuda lajang yang sedang menyiram kebun meminta kepada Nabi Isa AS yang kebetulan melintas di depannya, “Wahai Isa, mintalah kepada Tuhanmu agar Dia menanamkan cinta-Nya kepadaku meski seberat zarah.” Nabi Isa AS Menjawab, “Engkau tak akan sanggup menerima cinta-Nya seberat zarah pun.” 
Si pemuda menyahut, “Kalau begitu, setengah zarah saja.” Nabi Isa AS kemudian berdoa, “Ya Tuhanku, berilah dia anugerah cinta-Mu seberat setengah zarah.”Nabi Isa AS pergi dan beberapa waktu kemudian beliau kembali serta menanyakan kabar pemuda tersebut. Penduduk setempat menjawab, “Sekarang dia menjadi gila dan pergi ke gunung.” Isa pun berdoa kepada Allah agar diperlihatkan kondisi pemuda itu.
 Beliau melihat pemuda itu berada di antara bebatuan gunung, berdiri di atas batu yang paling besar sembari membelalakkan matanya ke langit. Nabi Isa AS mengucap salam, tapi ia tidak menjawab. “Aku adalah Isa,” seru Nabi Isa AS. Akhirnya, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Isa AS, “Bagaimana mungkin ia mendengar pembicaraan manusia sementara dalam hatinya ada rasa cinta-Ku meski hanya seberat setengah zarah! Demi Keagungan-Ku, andai engkau memenggal kepalanya dengan gergaji, niscaya dia tidak akan merasakannya.
"Begitulah cinta Allah SWT, cinta yang tidak egois dan tidak akan pernah hancur. Cinta yang manakala sudah kadung memenuhi hati seorang hamba maka akan melahirkan gelora rindu yang mampu mengoyak berbagai macam tabir, mengeliminasi semua hal selain-Nya dari hati, dan mendapati bahwa Dia tak akan pernah sedetik pun jauh dari kita. 
Muncul pertanyaan, mengapa pemuda itu lebih memilih cinta-Nya ketimbang cinta seorang perempuan yang kelak bisa menjadi pendamping hidupnya? Jawabannya karena cinta Allah abadi dan tidak egois. Bukankah Allah sama sekali tidak membutuhkan apa pun dari kita? Hal ini tentu berbeda dengan cinta nafsu dan cinta egois yang selama ini bersemayam di hati kita. 
Kita mungkin mencintai keluarga, hewan peliharaan, gelar, status politik, atau harta benda, tapi bukankah kita mencintai semua itu karena alasan kepentingan pribadi? Kita memelihara seekor sapi dan mencintainya, tapi setiap hari selalu memerah susunya; kita menanam sebuah pohon dan mencintainya, tapi kita menguras buahnya; cinta macam apa yang seperti ini?
 Itulah cinta nafsu yang selalu berorientasi pada egoisme dan cinta jenis ini akan hilang manakala kita tidak lagi membutuhkan sesuatu yang kita cintai itu.Karena itu, bersyukurlah kita bisa menjadi bagian dari umat Islam yang melalui wasilah diutusnya Muhammad SAW berkesempatan untuk mendapatkan cinta dan ampunan dari Allah SWT. 
Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Sesungguhnya, Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS Ali Imran: 31). 
Di dalam ayat yang lain, Allah menyebutkan golongan yang akan meraih cinta-Nya, “... maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela ....” (QS al-Maidah: 54). Semoga, hati kita senantiasa dipenuhi cinta-Nya, amin. Wallahu a'lam bishawab.  
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, )



***)Republika

Senin, 25 Mei 2015

EMPAT SIFAT PEMICU DOSA

"Setiap anak cucu Adam itu banyak berbuat dosa dan kesalahan, tetapi sebaik-sebaik orang yang banyak berbuat kesalahan adalah orang yang banyak bertobat.’’
Demikian pesan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ia menjelaskan bahwa setiap pribadi dari kita pasti tak bisa lepas dari dosa dan kesalahan dalam kehidupan, baik lahir atau batin. Dan, kita dianjurkan sesegera mungkin memohon ampun dan bertobat kepada Allah SWT.
Tobat hukumnya wajib bagi kita saat melakukan dosa dan kesalahan, begitu pula hal-hal yang berkaitan dengan tobat berupa pengetahuan tentang dosa dan pemicunya juga ikut menjadi wajib,o karena bisa saja kita tergelincir kembali lantaran kurangnya pengetahuan tentang dosa.
Dosa adalah suatu balasan dari setiap perkara yang menyimpang dari aturan dan perintah Allah SWT. Ia ada yang kecil dan ada pula yang besar. Dosa kecil dapat menjadi besar apabila kita kerjakan terus menerus, sedangkan dosa besar akan terputus apabila kita memohon ampun dan bertobat kepada Allah SWT.
Dosa bisa pula diartikan sebagai sesuatu yang dapat menggelisahkan hati karena secara fitrah hati itu suci. Hati kita tentu menolak saat pertama kali bersinggungan dengan dosa dan kemaksiatan, tetapi manakala kita abai dan terus memperturutkannya maka sedikit demi sedikit hati akan tertutup dan buta dari kebaikan.
Rasulullah SAW juga pernah ditanya tentang dosa dan kebaikan oleh salah seorang sahabat bernama Nauwas bin Sam’an. Beliau menjawab, "Kebaikan itu adalah perangai yang baik, sedangkan dosa adalah sesuatu yang beredar di hatimu dan engkau tidak suka diketahui oleh manusia yang lain." (HR Muslim).
Dosa takkan terjadi tanpa ada pemicunya, ibarat api takkan muncul tanpa ada pemantiknya. Ada empat sifat dalam diri kita yang menjadi pemicu dosa, pertama, sifat rububiyyah. Tanpa kita sadari, terkadang kita masih menonjolkan sifat keakuan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sombong, membanggakan diri, dan senang mendapatkan pujian dari orang lain. Padahal, sejatinya sifat ini murni milik Allah SWT.
Kedua, sifat syaithoniyyah, yakni sifat yang melekat pada diri setan dan menjadi identitasnya, seperti dengki, zalim, tipu daya, dan mengajak kepada kerusakan dan kemungkaran.
Ketiga, sifat bahimiyyah, yakni sifat yang mana kita senantiasa menuruti nafsu layaknya hewan, baik nafsu perut ataupun kemaluan. Darinya muncul perkara yang dilarang, seperti berzina, mencuri, dan memakan harta anak-anak yatim.
Adapun sifat pemicu dosa yang keempat adalah sifat sab’iyyah, yakni sifat buas yang menjadikan diri kita liar manakala kita tidak mampu mengendalikannya, seperti marah, dendam, mencelakai orang lain dengan ucapan dan tindakan hingga bisa berujung pada pembunuhan. Naudzubillah.
Dengan mengetahui hakikat dosa dan pemicunya ini maka kita akan mampu menjaga diri agar tidak terkena percikan dosa yang dapat membakar diri kita di dunia maupun akhirat. Wallahu a’lam.
 (Da'wah, hidayah, keyakinan, pendidikan., sabar,  syukur., takwa, )


***) M Iqbal Dawami

Minggu, 24 Mei 2015

PESONA BACAAN ALQURAN

Suatu ketika Abu Musa al-Asy'ari membaca Alquran dengan suara merdu, sementara Nabi SAW mendengarkannya dengan penuh perhatian. Setelah ia selesai, Nabi SAW mengucapkan selamat seraya memuji kepadanya. “Engkau memiliki suara yang indah,” ujar Nabi. 
Kemudian, Abu Musa berkata, “Ya Rasulullah, kalau saja aku tahu bahwa engkau sedang mendengarkanku, aku pasti akan membacakannya dengan suara yang jauh lebih merdu dan lebih indah.”
Dari kisah di atas tersirat bahwa membaguskan suara saat membaca Alquran adalah diperbolehkan. Nabi sendiri senang mendengarnya. Dan, bukan tidak mungkin bahwa dengan bacaan yang indah justru akan memengaruhi orang yang mendengarnya, meskipun tidak paham apa kandungan ayat tersebut. Bukankah kita pada saat mendengar orang yang sedang melantunkan Alquran hati menjadi ikut tenang?   
Memperindah suara pada saat membaca Alquran sebenarnya sama halnya dengan saat kita menikmati makanan yang enak, bernyanyi dengan suara merdu, ataupun memakai wewangian di baju kita. Tentu saja, niat kita dalam memperindah bacaan tersebut adalah dengan niat ibadah, bukan untuk berpamer ria. Karena, toh dalam hal apa pun ria juga diharamkan.  
Bahkan, Allah SWT Yang Maha Indah begitu menyukai keindahan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai segala keindahan.” (HR Muslim).
Keindahan di sini bermakna luas. Allah menyukai keindahan dalam segala hal. Allah menyukai hati-hati yang indah, pikiran-pikiran yang indah, dan badan yang indah. Indah di sini adalah sehat jasmani dan rohani. Allah juga mencintai keindahan yang tampak pada ucapan kita, perbuatan kita, dan tingkah laku kita. Indah di sini adalah akhlak karimah (akhlak mulia). 
Semua keindahan itu ada pada Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah suri teladan kita semua dalam segala hal. Suatu ketika, Aisyah RA pernah mengatakan, “Akhlak Rasulullah SAW adalah Alquran.” Nah, apabila kita ingin meneladani Rasulullah, mari kita membaca dan mengamalkan Alquran.
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash RA dari Nabi Muhammad SaAW, beliau bersabda, "Akan dikatakan kepada orang yang membaca Alquran: Baca, tingkatkan dan perindah bacaanmu sebagaimana kamu memperindah urusan di dunia, sesungguhnya kedudukanmu pada akhir ayat yang engkau baca." (HR Riwayat Abu Daud dan Tirmizi). Wallahu a'lambishawab.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, Tuhan,  )


***)  M Iqbal Dawami

Sabtu, 23 Mei 2015

MERAIH SHALAT KHUSYUK

Khusyuk adalah capaian terpenting dalam shalat. Shalat yang khusyuklah yang menjadi kekuatan bagi umat Islam.
Shalat bukan hanya sekedar pelepas hutang atau penggugur kewajiban. Tetapi shalat merupakan pertemuan hamba dengan Sang Khaliq. Ketika itulah si hamba mengadu dan bermunajat kepada Rabbnya.
Menurut Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Dr KH Zakky Mubarok, shalat yang khusyuk bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Shalat yang baik mempunyai dampak positif dalam kehidupan.
 
"Kalau kita sudah bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, minimal untuk diri kita sendiri, berarti shalat kita sudah bagus," paparnya, akhir pekan lalu.
Pengertian shalat pun, menurutnya, dikelompokkan menjadi tiga definisi. Yakni, definisi secara etimologi (bahasa), secara lahiriah, dan secara batiniah. 
Pertama, shalat menurut etimologis, yaitu doa dan pujian. Memang bisa ditelusuri dari bacaan-bacaannya, semuanya adalah pujian dan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT.
Kedua, shalat dalam artian lahiriah banyak dijabarkan dalam kitab-kitab fikih dan syariah sebagai suatu ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
Lalu, shalat secara rohaniah, yakni menghadapkan wajah kepada Allah SWT dengan menghadirkan hati secara khusyuk serta dengan penuh keikhlasan yang murni.
“ Itu semua kita lakukan semata-mata untuk mengharap ridho dari Allah SWT,” tegas Zakky.
Sementara, definisi ahalat yang khusyuk itu, diakuinya, bukan berarti kita tidak ingat apa-apa. Kondisi itu, menurutnya, tidak akan mungkin terjadi.
“Khusyuk adalah menghadirkan hati kita, bahwa di dalam shalat kita sedang berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu kita ingat yang lain, kita kembali fokus dan kembali menghadirkan hati,” tegasnya.
Misalnya, ketika takbiratul ikhram dan membaca Allahu Akbar (Allah Maha Besar), maka umat Muslim merasakan keagungan Allah SWT yang tidak terbatas. Serta benar-benar meresapi makna Allahu Akbar dan merasakan keagungan Allah SWT yang Maha Besar dari segala sesuatu.
Selain itu, umat Muslim harus memahami bacaan-bacaan shalat. Ketika mengerti bacaan shalat yang, tentu shalat menjadi terasa indah sekali.
“Kita akan larut dalam menghayati bacaan shalat yang indah, sehingga kita merasakan sedang berkomunikasi dengan Allah SWT,” tegasnya.
Selanjutnya, seorang Muslim juga harus memahami syarat, rukun, serta sunnah-sunnah di dalam shalat secara baik. Termasuk tata cara shalat yang diajarkan Rasulullah SAW mengenai shalat. Kemudian, tunaikanlah shalat itu dengan ikhlas.
“Dimanapun kita shalat, shalat kita itu tetap sama. Kadang kan ada orang, kalau shalatnya sendiri itu shalatnya asal-asalan. Kalau shalat dihadapan orang saja, baru shalatnya bagus dan alangkah khusyuk. Itu berarti shalatnya bukan ikhlas karena Allah, tapi karena orang lain,” urai Zakky.
Lalu, perlu diciptakan suasana shalat yang kondusif. Misalkan, menghidari shalat di samping makanan yang sudah terhidang. Demikian juga handphone yang berpotensi akan berbunyi ketika shalat. 
 (Da'wah, hidayah, keyakinan, syukur, sabar, takwa)


***republika

Jumat, 22 Mei 2015

SOSOK MUSLIMAH DI PENJARA PERANCIS

Seorang wanita Muslim Perancis, Samia el-Alaoui Talibi yang telah bekerja sebagai imam penjara selama 13 tahun berbagi pengalamannya dari balik penjara. Ia mengungkapkan tantangan yang dihadapi imam penjara di Perancis.

"Lima belas tahun yang lalu, Irene, seorang pendeta Katolik, datang meminta bantuan ke suami saya," tutur Samia el-Alaoui Talibi, dilansir dariOnislam.net, Kamis (21/5). 

Orang itu meminta Talibi membantu para Muslim dalam tahanan. "Beberapa narapidana Muslim ingin berdoa untuk orang tua mereka, tetapi dengan cara mereka sendiri, bukan cara Katolik. Saya mengingat ibu saya yang telah meninggal beberapa tahun lampau, dan akhirnya memutuskan akan membantu mereka."

Lahir di Maroko, Talibi dibesarkan dalam sebuah keluarga religius. Kakeknya adalah seorang imam, sedang ibunya telah menghafal Al-Qur'an ketika berusia sembilan tahun. Ia pindah ke Prancis pada tahun 1982 untuk melanjutkan studinya di Lille.

Talibi kemudian menikah dengan seorang guru matematika, Imam Moulay el-Hassan el-Alaoui Talibi, yang kini telah pensiun setelah menjabat sebagai kepala imam penjara Dewan Muslim Perancis.

Sebagai seorang imam penjara, Talibi mengunjungi penjara perempuan di Perancis Utara tiga hingga empat kali dalam seminggu. Perempuan itu mendengarkan kisah-kisah para tahanan perempuan dan membantu mereka mendapatkan harga diri mereka kembali.

Meski telah menjadi imam selama lebih dari satu dekade, gaji Talibi terbilang kecil, yaitu 287 euro sebulan. Jumlah itu nyaris tidak menutupi pengeluarannya, bahkan dengan bonus tambahan sebagai koordinator. "Tidak masalah, saya membayar dari saku saya sendiri. Kami hidup dengan belas kasihan Allah," katanya.

Bekerja selama bertahun-tahun dengan tahanan, Talibi percaya bahwa penjara memiliki efek merusak pada kehidupan tahanan. Tidak ada yang mendorong rasa tanggung jawab, atau membantu mereka menjadi lebih matang. 

Penjara Perancis memiliki 183 ulama Muslim, yang mewakili 13 persen dari imam penjara di seluruh negeri. Januari lalu, Menteri Manuel Valls mengumumkan rencana untuk menyewa lebih dari 60 ulama Muslim untuk melawan radikalisme di penjara.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., sabar, syukur,pendidikan, )

***)republika

Kamis, 21 Mei 2015

KEKUATAN IMAN GENERATOR UTAMA MUSLIM

Dalam kitab al-Mustadrak, Imam hakim meriwayatkan sebuah hadis dari 'Aisyah RA yang berkisah tentang peristiwa setelah Isra' Mi'raj. Orang-orang musyrikin datang menemui Abu Bakar as-Shiddiq.
Mereka mengatakan, “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (yakni Muhammad SAW)!” Abu Bakar berkata, “Apa yang beliau ucapkan?” Orang-orang musyrik berkata, “Dia menyangka bahwasanya dia telah pergi ke Baitul Maqdis dan kemudian dinaikkan ke langit, dan peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam.”
Abu Bakar berkata, “Jika memang beliau yang mengucapkan maka sungguh berita tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena sesungguhnya beliau adalah orang yang jujur.” Orang-orang musyrik kembali bertanya, “Mengapa demikian?” Abu Bakar menjawab, “Aku membenarkan seandainya berita tersebut lebih dari yang kalian kabarkan. Aku membenarkan berita langit yang turun kepada beliau, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis ini?”
Karena peristiwa itulah kemudian Abu Bakar mendapat gelar as-Shiddiq yang artinya orang yang membenarkan. Ketika banyak orang meragukan apa yang dikatakan Rasulullah SAW, dengan penuh keyakinan Abu Bakar membenarkan peristiwa yang mungkin akan sulit dicerna akal sehat dan logika. Tapi, kekuatan iman membuat Abu Bakar yakin akan setiap perkataan rasul, bahkan untuk hal-hal yang tak masuk akal.
Dalam banyak kisah, iman menjadi generator utama dalam diri seorang Muslim yang dapat membangkitkan kekuatan luar biasa. Kekuatan iman dapat mengalahkan kuatnya logika. Kekuatan iman pula yang dapat menjadikan kepedihan yang teramat sangat menjadi kenikmatan. Dan, yang lebih luar biasa lagi, iman dapat menjadikan kesabaran seseorang menjadi berlapis-lapis.
Kisah lain yang dapat menegaskan betapa besar kekuatan iman adalah kisah Bilal bin Rabah, muazin Rasulullah SAW. Dalam kitab Rijalun Haularrasul, Khalid bin Muhammad Khalid mengisahkan keteguhan seorang Bilal memegang keimanannya. Bilal yang pada mulanya seorang budak disiksa oleh tuannya dengan batu panas agar ia meninggalkan Islam.
Dalam kesakitan yang luar biasa, jangankan meninggalkan Islam, ia justru menjawab “... ahad... ahad,” Allah yang Maha Tunggal. Imannya sama sekali tak goyah. Keimanan pada Allah memberi kekuatan yang mengalahkan rasa sakitnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kita sadari, iman juga telah memberikan kita kekuatan. Iman membuat seorang Muslimah mau menutup rapat auratnya di tengah iming-iming fashion saat ini. Logika sederhana, tanpa hijab seorang wanita terlihat lebih cantik karena rambut merupakan salah satu kebanggan kaum hawa. Atau, mungkin memakai hijab bagi sebagian orang membuat gerah, terlebih di siang hari yang panas.
Namun, iman memberi mereka kekuatan untuk tetap menjalankan syariat-Nya. Mereka tetap memakai hijab dengan tantangan iman yang sedemikian hebatnya dewasa ini.
Begitulah, iman membangkitkan kekuatan kita dalam menghadapi cobaan hidup. Logika jadi tak penting karena logis bukan syarat keimanan, seperti yang terjadi saat Isra' Mi'raj. Kepedihan pun menjadi terasa ringan, begitu juga cobaan hidup yang datang setiap saat. Iman menjadikan kita tegar dalam hidup. 
(Da'wah, hidayah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, )


***) Saufa A Taqiyya

Rabu, 20 Mei 2015

EMPAT RIDHA YANG DIPERINTAHKAN AL’QURAN

Ridha, artinya rela, puas, dan senang terhadap ketentuan Allah SWT. Orang yang berhati ridha pada Allah memiliki sikap optimistis, lapang dada, kosong hatinya dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu, ia senantiasa memandang baik, sempurna, dan penuh hikmah.
Sedikitnya, Alquran dan hadis menyebutkan empat hal ridha yang diperintahkan dan dua hal ridha yang dilarang. Ridha yang diperintahkan, yaitu pertama, ridha seseorang terhadap Allah sebagai Rabbnya, agama Islam sebagai dinnya, dan Nabi Muhammad sebagai rasulnya.
Dari ‘Abbas bin Abdul Muththalib, Rasulullah SAW bersabda, “Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad sebagai nabi dan rasulnya." (HR Muslim). Mereka yang ridha kepada Allah maka Allah pun meridhai mereka (QS al-Mujadalah: 22).
Kedua, ridha orang tua terhadap anaknya. Ridha Allah SWT bergantung pada ridha orang tua sesuai sabda Rasulullah SAW, "Ridha Allah SWT tergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah SWT tergantung kepada kemurkaan orang tua." (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim).
Ketiga, ridha suami kepada istrinya. "Setiap istri yang meninggal dunia dan diridhai oleh suaminya maka ia masuk surga." (HR at-Tirmidzi). Keempat, ridha dalam transaksi jual beli. Disebutkan dalam firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan ridha di antaramu." (QS an-Nisaa: 29).
Adapun, ridha yang dilarang, pertama, ridha terhadap dunia. “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami dan merasa ridha dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan itu) dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Mereka itu tempatnya di neraka karena apa yang telah mereka lakukan.” (QS Yunus: 7-8).
Kedua, ridha bersama-sama orang yang menyelisih Nabi. Konteks saat ini adalah menyelisihi dan meninggalkan sunah Nabi SAW, balasannya adalah Allah SWT akan mengunci hati mereka dari kebenaran. (QS at-Taubah: 93).
Sudah selayaknya setiap mukmin berusaha mengamalkan ridha yang diperintahkan. Allah memuliakan status orang-orang yang ridha dengan surga. “Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan meraka pun ridha kepadanya." (QS al-Bayyinah: 8).
 Wallahu a’lam bis shawab.
Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, pendidikan, sabar, syukur, takwa,)


***) Doni Rahman

AKIBAT MELARANG WARGANYA MEMELUK ISLAM

Wali kota di Prancis telah 'dipensiunkan' sementara dari partainya. Hukuman itu dibuat setelah sang wali kota Venellas, Robert Chardon menyerukan negara untuk melarang warganya memeluk agama Islam.

Robert Chardon, sang wali kota sebelumnya menulis di laman twitternya: "Agama Islam harus dilarang di Perancis" dan menambahkan bahwa siapa pun menjalankan agama harus "segera dibuang ke perbatasan".

Dia juga mengaku Islam akan dilarang di Perancis pada 2027. Tak disangka, tweet provokatif itu menjadi bagian dari diskusi mantan presiden Nicolas Sarkozy, yang juga memimpin partai UMP, partai tempat bernaung sang wali kota.

Sarkozy, yang kemungkinan akan mencalonkan diri sebagai presiden lagi pada 2017, segera menegaskan sikapnya atas perilaku anak buahnya tersebut.

"Saya mengutuk semua usulan itu," ujarnya dilansir Independent, Ahad (17/5). 

Wakil Presiden UMP, Nathalie Kosciusko-Morizet juga resmi mengumumkan bahwa partai telah menangguhkan Chardon dan menyiapkan prosedur pemecatan dia dari partai.

"Saya telah meminta salinan prosedur pemecatan. Sikapnya tidak mencerminkan nilai-nilai dan program UMP," katanya.
(Da'wah, hidayah, hikmah, pendidikan, sabar,  syukur, takwa)

Selasa, 19 Mei 2015

MAKNA LAIN KATA "NAIF"

Rubbamaa istahyal `aarif
An yarfa'a haajatahu ilaa mawlaahu
Liktifaa-ihi bimasyii-atihii,
Fakayfa laa yastahyii an yarfa-`ahaa ilaa kholiiqotihi--
Sering kali seorang yang arif merasa malu meminta hajatnya kepada Tuhannya karena puas dengan kehendak-Nya. Bagaimana ia tidak akan malu meminta hajatnya kepada makhluk-Nya? -Ibnu `Athoillah--
Dalam pergaulan sehari-hari, pengunaan kata "arif" sering digabung dengan kata "bijaksana". Boleh jadi, penggabungan itu, diantaranya, bertujuan untuk saling menguatkan makna masing-masing kata.  Seseorang dapat disebut arif jika bisa bersikap bijak dan atau bijaksana. Memang, agak masygul jika kita mesti memisahkan kedua kata itu dalam makna berbeda.
 
Dua kata ini berpasangan seperti penggabungan kata pada jamaknya, bijak dan bestari, misalnya. Dua kata penuh makna ini menyertai sebuah sikap, sifat, serta karakter seseorang. Karena kandungan maknanya yang agung, tidak setiap kita bisa bersikap arif dalam segala hal dan dalam semua keadaan.
 
Orang yang mampu menjadikan sifat arif sebagai pelengkap kepribadiannya maka ia termasuk orang beruntung. Mengapa? Karena, ia telah berada di jalan yang benar untuk mengenal dirinya.
Bukankah orang yang kenal dirinya akan kenal Tuhannya? "Man`arofa nafsahu faqod `arofa robbahuu. (Siapa mengenal dirinya maka ia telah mengenal Tuhan- nya)." Deretan kata ini mengandung konsekuensi tran sendental. 
Penggunaannya bisa saling melengkapi. Menyusunnya bisa secara terbalik sehingga berbunyi, siapa kenal Tuhannya maka ia akan kenal dirinya. Tuhan mesti tetap berada dalam maqom sebagai  "sebab" dari segalanya. Tuhan pulalah yang menyebabkan seseorang kenal dirinya dan kenal Tuhannya.
Dalam konteks inilah, kita ingin meletakkan kata-kata arif dan bijak dari seorang bijak bestari, Ibnu `Athoillah as-Sa kandary. Sifat kenal diri atau tahu diri adalah sifat dasar yang mesti dimiliki jika seseorang ingin bersifat arif. Sifat ini pulalah yang diajarkan Allah kepada semua makhluk-Nya. Sebagai bukti bahwa Dia Maha Pencipta, Allah "hadir" dalam semua ciptaan- Nya.
 
Setiap ciptaan pasti ada penciptanya. Semua makhluk mesti butuh Khalik. Semua kita mesti tahu diri. Tahu diri bahwa kita tak lebih dari ciptaan yang akan selalu butuh kehadiran Sang Pencipta.
Sikap tahu diri sangat dibu- tuhkan dalam setiap keadaan dan dalam semua persoalan.
Seorang pemimpin mesti tahu dari mana ia berasal. Ia berasal dari rakyat. Rakyat berasal dar Tuhan. Rakyat yang memberinya kepercayaan menjalankan amanat kepemimpinan. Maka, tersebutlah adagium suara rakyat suara Tuhan.
Pemimpin disebut tak tahu diri kalau ia lupa dari mana ia berasal. Celakalah pemimpin yang lupa dirinya siapa. Rakyat akan jadi korban dari sikap lupa dirinya. Seseorang yang lupa diri dan tak tahu diri akan mengabaikan semua nilai dan norma.
Seseorang yang tak tahu diri, bah kan bisa melakukan apa saja. Kata Rasulullah SAW, " Idzaa lam tastahi fashna' maa syi'ta. (Kalau kau tak malu, lakukan apa yang kau mau)." Karena tidak tahu diri, tidak kenal diri, lupa diri, dan tidak malu, Fir'aun mengaku dirinya Tuhan. Karena sifat dan sikap yang sama, Musailamah al- Kadzdzab mengaku dirinya nabi.
Karena sifat dan sikap itu pula, sering dalam kehidupan sehari- hari kita temukan orang mengaku dirinya pemimpin, ulama, wakil rakyat, guru bangsa, mo - ralis, asketis, dan sebagainya. Yang sungguh menyedihkan, karena perkembangan yang demikian pesat, kita dengan mudah menemukan demikian banyak orang mengaku dirinya ulama, kiai, ustaz, guru agama, dan spritualis.
 
Tetapi, karena sifat dan sikap tak tahu diri, tak kenal diri, lupa diri, dan tidak malu, tak jarang diberitakan seorang ulama diadili karena perkara korupsi. Sering kita dengar seorang guru mencabuli muridnya. Kerap juga spiritualis menipu anggotanya.
Padahal, jika mengacu kepada kata-kata Sheikh Atho', kenal diri akan mengantarkan seseo- rang bersifat dan bersikap arif. Paling kurang, arif dalam makna harfiahnya, tahu.
 
Tahu bahwa kita tak lebih dari makhluk yang diciptakan sehingga kurang layak jika mesti menuntut banyak kepada penciptanya. Saat nik mat hidup dianugerahkan ke - pada kita, adakah karunia yang lebih baik dari itu? Bukankah ada yang ingin hidup seribu tahun?
Maka, berhentilah memaksa Tuhan memberikan apa yang kita angankan. Berhentilah mengangankan menjadi pemimpin kalau akhirnya tidak amanah. Berhentilah mengaku ulama jika akhirnya menyesatkan umat.
Berhentilah menebar janji jika hanya akan mengingkarinya.
Berhentilah bersikap tidak arif.
Hanya orang yang arif akan malu menyatakan kebutuhannya kepada Allah dan hanya yang tidak arif yang tidak malu meminta dan terus meminta.
Jika seseorang merasa malu menyatakan hajat dan permohonannya kepada Allah, manalah mungkin ia tidak akan malu mengantarkan kebutuhannya kepada sesama makhluk. Ia akan merasa cukup "hanya"dengan kehendak dan keputusan Allah SWT. Apa pun kehendak- Nya, orang yang arif akan selalu bersikap ridha dan qona'ah (puas).
 
Bukankah sepasang kekasih selalu siap dalam keadaan apa pun dan di manapun? Wallaahu a'lam bis shawaab.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, takwa., pendidikan, sabar, syukur, )



***) KH A Hasyim Muzadi

Minggu, 17 Mei 2015

KETIMPANGAN LAHIRKAN KETIKDAKADILAN

Allah menciptakan manusia dari bahan yang sama, yaitu tanah (23:12). Manusia pun diberi potensi yang sama oleh Allah, baik raga (16:78) maupun jiwa (91:7-8) . Dalam pandangan Allah, manusia dibedakan bukan karena jenis kelamin atau suku bangsanya. Akan tetapi, manusia berbeda karena kesungguhan dalam memaksimalkan potensi dan peran yang dimainkannya. Manusia yang paling maksimal memanfaatkan potensinya dan menjalani peran yang diberikan Allah kepadanya, dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan petunjuk Allah, itulah orang yang bertakwa (QS 16:97, QS 49:13).
Peran yang Allah berikan kepada manusia tentunya tidak seragam. Dalam konteks inilah Allah menjadikan pelapisan sosial dalam masyarakat, miskin dan kaya, rakyat dan penguasa, buruh dan majikan. Tidak ada yang perlu ditangisi ataupun disesali, apalagi iri hati. Apa pun keadaan kita sekarang, itu adalah karunia dari Allah yang terbaik bagi kita.
Demikian juga, ketika Allah memberikan variasi rezeki kepada manusia. Maka, Allah telah mengatur seperangkat sistem yang dapat melahirkan keadilan sosial melalui beragam skim distribusi kelompok manusia berkecukupan (aghniya) kepada manusia berkekurangan (fuqara) sehingga akan terjadi keadilan ekonomi bagi seluruh manusia. Allah berfirman dalam  QS 16:71. “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka, mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?
Namun, karena karakter manusia yang berkeluh kesah timbullah ketimpangan yang melahirkan ketidakadilan. Majikan sering kali lupa akan posisinya untuk memberikan hak yang wajar untuk buruhnya. Yang dominan adalah tuntutan majikan agar buruh melakukan kewajibannya, jika perlu lebih dari semestinya. Demikian pula buruh, menuntut hak untuk mendapatkan upah yang lebih dari wajar dan terkadang lupa akan kewajiban pokoknya untuk bekerja dan menghasilkan produk terbaik.
Allah menegaskan, jika kamu menyuruh orang untuk bekerja, maka berikanlah upahnya (Q.S. 65:6). Bahkan, Rasulullah mengingkatkan agar para majikan untuk memberikan upah sebelum kering keringat dari buruh (HR Ibnu Majah dari Abdillah bin Umar). Pada riwayat yang lain dalam sebuah hadis Qudsi Allah Berfirman, “Tiga kelompok manusia yang saya musuhi pada hari kiamat: orang yang Aku beri kemudian dia beri berkhianat, seorang yang melakukan jual beli manusia merdeka, dan seseorang majikan yang tidak memberikan upah kepada buruh ketika pekerjaan sudah selesai.” (HR Bukhari dari Abi Hurairah).
Dengan kata lain, tidak boleh ada kezaliman atau ketidakadilan dalam hubungan antara buruh dan majikan. Karena pada dasarnya sebagaimana disabdakan Rasulullah, “Seorang Muslim dengan Muslim yang lainnya adalah saudara, janganlah menzalimi dan jangan saling menjatuhkan. Barang siapa hadir ketika dibutuhkan saudaranya, maka Allah akan hadir dalam memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang memberikan jalan keluar atas satu kerumitan seorang Muslim, maka Allah akan memberikan jalan keluar dari banyak kerumitan pada hari kiamat. Barang siapa yang menutup (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutu (aib)nya pada hari kiamat (Hadis sepakat Bukhari dan Muslim). Buruh dan majikan hanyalah peran yang Allah berikan kepada manusia. Wallahu a'lam bi al-shawab. 
(Da'wah, hidayah, keyakinan, takwa, sabar, syukur, )


***) Sofyan Al Hakim

MAJIKAN DAN BURUH

Allah SWT menciptakan manusia dari bahan yang sama, yaitu tanah (23:12). Manusia pun diberi potensi yang sama oleh Allah, baik raga (16:78) maupun jiwa (91:7-8).
Dalam pandangan Allah SWT, manusia dibedakan bukan karena jenis kelamin atau suku bangsanya. Akan tetapi, manusia berbeda karena kesungguhan dalam memaksimalkan potensi dan peran yang dimainkannya. 
Manusia yang paling maksimal memanfaatkan potensinya dan menjalani peran yang diberikan Allah kepadanya, dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan petunjuk Allah, itulah orang yang bertakwa (QS 16:97, QS 49:13).
Peran yang Allah berikan kepada manusia tentunya tidak seragam. Dalam konteks inilah Allah menjadikan pelapisan sosial dalam masyarakat, miskin dan kaya, rakyat dan penguasa, buruh dan majikan.
Tidak ada yang perlu ditangisi ataupun disesali, apalagi iri hati. Apa pun keadaan kita sekarang, itu adalah karunia dari Allah yang terbaik bagi kita.
Demikian juga, ketika Allah SWT memberikan variasi rezeki kepada manusia. Maka, Allah mengatur seperangkat sistem yang dapat melahirkan keadilan sosial melalui beragam skim distribusi kelompok manusia berkecukupan (aghniya) kepada manusia berkekurangan (fuqara) sehingga akan terjadi keadilan ekonomi bagi seluruh manusia. 
Allah SWT berfirman dalam  QS 16:71. “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka, mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?"
Namun, karena karakter manusia yang berkeluh kesah timbullah ketimpangan yang melahirkan ketidakadilan. Majikan sering kali lupa akan posisinya untuk memberikan hak yang wajar untuk buruhnya. 
Yang dominan adalah tuntutan majikan agar buruh melakukan kewajibannya, jika perlu lebih dari semestinya. Demikian pula buruh, menuntut hak untuk mendapatkan upah yang lebih dari wajar dan terkadang lupa akan kewajiban pokoknya untuk bekerja dan menghasilkan produk terbaik.
Allah SWT menegaskan, jika kamu menyuruh orang untuk bekerja, maka berikanlah upahnya (Q.S. 65:6). Bahkan, Rasulullah SAW mengingatkan agar para majikan untuk memberikan upah sebelum kering keringat dari buruh (HR Ibnu Majah dari Abdillah bin Umar). 
Pada riwayat yang lain dalam sebuah hadis Qudsi Allah Berfirman, “Tiga kelompok manusia yang saya musuhi pada hari kiamat: orang yang Aku beri kemudian dia berkhianat, seorang yang melakukan jual beli manusia merdeka, dan seorang majikan yang tidak memberikan upah kepada buruh ketika pekerjaan sudah selesai.” (HR Bukhari dari Abi Hurairah).
Dengan kata lain, tidak boleh ada kezaliman atau ketidakadilan dalam hubungan antara buruh dan majikan. Buruh dan majikan hanyalah peran yang Allah berikan kepada manusia. Wallahu a'lam bi al-shawab.    (
Da'wah, hidayah, keyakinan, takwa,)



***) Sofyan al-Hakim

Rabu, 13 Mei 2015

TUJUH PETUAH SEORANG AYAH

Tugas utama dan terbesar seorang ayah adalah mendidik istri dan anak-anaknya taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dulu, ketika anak-anak masih kecil, saya menyiapkan waktu khusus untuk shalat Subuh berjamaah di rumah dilanjut dengan taklim. Alhamdulillah, nilai-nilai akidah tauhid, ibadah, dan akhlak (adab) mulai tertanam dan tumbuh perlahan laksana sebatang pohon.
Namun, akar pohon akidah tersebut masih dangkal dan rapuh. Pohon kepribadian itu mesti dijaga dan dirawat oleh sang ibu. Ibu merawat batang dan dahannya (ibadah) agar berbuah di sepanjang musim (akhlak karimah). Inilah Mukmin sejati seperti pohon yang baik (QS Ibrahim [14]:24-25).
Sang ayah yang diabadikan namanya karena upaya pendidikan keluarga yang luar biasa adalah Lukman al-Hakim. Ungkapannya yang santun dan menyentuh hati, yaitu yaa bunayya (wahai anakku) diulang tiga kali.
Petuahnya untuk bertauhid, berbakti kepada orang tua, melakukan kebaikan sekecil apa pun, mendirikan shalat, sabar, amar makruf nahi mungkar, dan jangan meremehkan manusia diabadikan dalam surah Lukman ayat 12-19 agar kita mengambil hikmahnya.
Begitu pun sang ayah, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ya’kub AS menyapa dengan tutur kata yang lembut, yaa baniyya (wahai anak-anakku), untuk menanamkan akidah tauhid (QS al-Baqarah [2]: 132). Nabi Yakub AS juga menyapa anaknya Nabi Yusuf AS dengan panggilan, yaa bunayya (QS Yusuf [12]:5,67,87).
Di pengujung hidupnya, ia mengevaluasi proses pendidikan tersebut dengan bertanya, “maa ta’buduuna min ba’dii” (apa yang kalian sembah setelah aku mati)? Mereka menjawab dengan tegas, yakni menyembah Tuhan Yang Esa, Allah SWT (QS al-Baqarah [2]:133). Beliau pun ter senyum hingga ajal menjemput.
Sang ayah, Nabi Nuh AS, juga memberi pelajaran berharga. Perjuangannya mendidik anak lahir batin belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Konon, ketika banjir bandang menenggelamkan daratan, Nabi Nuh masih memanggil penuh harap dan sayang anaknya, Kan’an, “Yaa bunayya, masuklah ke dalam perahu bersama kami.”
Namun, Kan’an tetap tak mau mengikuti seruan ayahnya hingga tenggelam dihantam ombak besar dalam kekafiran (QS Hud [11]:42-44). Beliau memberi pelajaran berharga, yakni walau anak menjadi fitnah dan musuh yang menyesakkan dada, ia tak boleh berputus asa.

Bagi para ayah, tujuh petuah berikut ini bisa jadi rujukan. Pertama, “Wahai anakku, agama laksana petunjuk jalan menelusuri kehidupan.” Kedua, “Wahai anakku, ilmu laksana cahaya yang menyinari di kegelapan malam.” Ketiga, “Wahai anakku, harta laksana hiburan menyenangkan dalam pertunjukan.” Keempat, “Wahai anakku, berbagi laksana air yang mengaliri pepohonan lalu berbuah dan dimakan oleh yang membutuhkan.”
Kelima, “Wahai anakku, cinta laksana sekuntum bunga dalam hati yang diliputi kerinduan.” Keenam, “Wahai anakku, seni laksana simponi keindahan Ilahi dalam jiwa.” Ketujuh, “Wahai anakku, adab (akhlak) laksana mahkota kemuliaan tanpa memandang keturunan.” Wallahu a’lam bish-shawab.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, sabar, syukur, takwa )



***)hasan basri tanjung

Selasa, 12 Mei 2015

IBARAT PENJUAL MINYAK WANGI & PANDAI BESI

Berteman atau bersahabat adalah jalan penting yang bisa memengaruhi keadaan seseorang. Jika benar persahabatannya maka akan ada banyak ilmu, hikmah, dan manfaat yang bisa kita petik. Namun, jika salah cara dan sosok bertemannya maka percikan kesalahan itu juga akan menimpanya.
Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan karena pengaruh teman yang salah. Tapi, tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang saleh.
Dalam sebuah hadis, Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Hadis ini mengandung makna bahwa paling tidak ada dua kemungkinan jika bersahabat dengan teman yang baik; kita akan menjadi baik atau minimal kita mendapati kebaikan teman kita.
Berikut ini, kita kenali bentuk-bentuk persahabatan; pertama, ta'arufan, persahabatan yang terjalin karena pernah berkenalan secara kebetulan, seperti pernah bertemu di kereta api, halte, rumah sakit, kantor pos, ATM, dan lainnya.
Kedua, taariihan, persahabatan yang terjalin karena faktor sejarah, misalnya, teman sekampung, satu almamater, pernah kos bersama, diklat bersama, dan sebagainya. Ketiga, ahammiyyatan, persahabatan yang terjalin karena faktor kepentingan tertentu, seperti bisnis, politik, boleh jadi juga karena ada maunya dan sebagainya.
Keempat, faarihan, persahabatan yang terjalin karena faktor hobi, seperti teman futsal, badminton, berburu, memancing, dan sebagainya. Kelima, amalan persahabatan yang terjalin karena seprofesi, misalnya, sama-sama guru, dokter, dan sebagainya.
Keenam, aduwwan, sahabat tetapi musuh, di depan seolah baik, tetapi sebenarnya hatinya penuh benci, menunggu, dan mengincar kejatuhan sahabatnya, “Bila kamu memperoleh nikmat, ia benci, bila kamu tertimpa musibah, ia senang …” (QS Ali Imran, 3:120). Ketujuh, hubban iimaanan, sebuah ikatan persahabatan yang lahir batin, tulus saling cinta dan sayang karena Allah, saling menolong, menasehati, menutupi aib sahabatnya, memberi hadiah, bahkan diam-diam di penghujung malam ia doakan sahabatnya. Boleh jadi, ia tidak bertemu, tetapi ia cinta sahabatnya karena Allah Ta'ala.
Dari ketujuh macam persahabatan ini, persahabatan pertama sampai enam akan sirna saat di Akhirat. Hanya satu yang tersisa, persahabatan model ketujuh. Persahabatan yang dilakukan karena Allah (QS al-Hujurat, 49:10), “Teman-teman akrab pada hari itu (Qiyamat) menjadi musuh bagi yang lain kecuali persahabatan karena Ketakwaan.” (QS az-Zukhruf, 43:67). Semoga, dunia akhirat kita dipersahabatkan karena Allah. 
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., sabar, syukur)


***) Ustaz Hasan Basri Tanjung MA

Senin, 11 Mei 2015

PETUAH SEORANG AYAH

Tugas utama dan terbesar seorang ayah adalah mendidik istri dan anak-anaknya untuk taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Dulu, ketika anak-anak masih kecil, saya menyiapkan waktu khusus untuk shalat shubuh berjamaah di rumah dilanjut dengan ta’lim. Alhamdulillah,nilai-nilai akidah tauhid, ibadah dan akhlak (adab) mulai tertanam dan tumbuh perlahan, laksana sebatang pohon.
Namun, akar pohon akidah tersebut masih dangkal dan rapuh. Ia mudah goyah dan terserabut oleh badai dan gelombang, angin kencang dan hujan deras, panas terik dan cuaca dingin yang menyengat.
Pohon kepribadian itu mesti dijaga, dirawat, disirami dan dipupuki agar terlindungi dari bala bencana dan penyakit yang mematikan. 
Tugas besar inilah yang menjadi tugas si ibu yang sangat penting dalam pendidikan keluarga. Ayah yang menanamkan
 bibit pohon dan akar iman (tauhid), lalu bersama ibu merawat batang dan dahannya (ibadah) agar berbuah sepanjang musim (akhlak karimah). Inilah Mukmin sejati seperti pohon yang baik (QS.14:24-25).
Sang Ayah yang diabadikan namanya karena upaya pendidikan keluarga yang luas biasa adalah Lukman al-Hakim. Ungkapannya yang santun dan menyentuh hati yaitu
 Yaa bunayya (wahai anakku) diulang tiga kali. 
Petuahnya untuk bertauhid, berbakti kepada orang tua, melakukan kebaikan sekecil apapun, mendirikan shalat, sabar, amar ma’ruf nahi mungkar dan jangan meremehkan manusia  diabadikan dalam Surah Lukman ayat 12-19 agar kita mengambil hikmahnya. 
 
Begitu pun sang ayah, Nabi Ibrahim As dan Nabi Ya’kub As menyapa dengan tutur kata yang lembut
 Yaa baniyya,(wahai anak-anaku) untuk menanamkan akidah tauhid (QS.2:132). Nabi Yakub As juga menyapa anaknya Nabi Yusuf As dengan panggilan Yaa bunayya (QS.12:5,67,87). 
Di penghujung hidupnya, ia mengevaluasi proses pendidikan tersebut dengan bertanya,
 maa ta’buduuna min ba’dii” (apa yang kalian sembah setelah aku mati)?  Mereka menjawab dengan tegas yakni menyembah Tuhan Yang Esa, Allah SWT. (QS.2:133).
Beliau pun tersenyum hingga ajal menjemput. Bukankah banyak di antara orang tua justru bertanya, maa ta’kuluuna min ba’dii” (apa yang akan kalian makan setelah aku mati) 
Sang ayah, Nabi Nuh As juga memberi pelajaran berharga kepada para setiap ayah di kemudian hari yang sudah berjuang sungguh-sungguh mendidik anak lahir batin, namun belum membuahkan hasil yang menggembirakan, bahkan memilih jalan kesesatan.
 
Konon, ketika banjir bandang yang sudah menenggelamkan daratan semakin dahsyat, ia masih memanggil penuh harap dan sayang kepada anaknya, Kan’an, ''
Yaa bunayya, masuklah ke dalam perahu bersama kami....”. 
Namun Kan'an tetap tak mau mengikuti seruan ayahnya hingga tenggelam dihantam ombak besar dalam kekafiran (QS.11:42-44). Beliau memberi pelajaran berharga, yakni walau anak menjadi fitnah dan musuh yang menyesakkan dada, namun tak boleh berputus asa.
Bagi para ayah yang merasa belum mampu memberi tausiah, tujuh petuah berikut ini bisa jadi rujukan.  Pertama, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi terarah? Agama. Karena agama laksana petunjuk jalan menelusuri kehidupan.''
 
Kedua, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi mudah? Ilmu. Karena ilmu laksana cahaya yang menyinari di kegelapan malam.'' Ketiga, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi meriah? Harta. Karena harta laksana hiburan menyenangkan dalam pertunjukan.''
 
Keempat, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi berkah? Berbagi. Karena berbagi (sedekah) itu laksana air yang mengaliri pepohonan lalu berbuah dan dimakan oleh yang membutuhkan.''
Kelima, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi gairah? Cinta. Karena cinta laksana sekuntum bunga dalam hati yang diliputi kerinduan.'' 
Keenam, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi indah? Seni. Karena seni laksana simponi keindahan Ilahi dalam jiwa.
Ketujuh, ''Wahai anakku, apakah yang membuat hidup jadi gagah? Beradab. Karena adab (akhlak) laksana mahkota kemuliaan tanpa memandang keturunan.'' Wallahu a’lam bish-shawab.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur,takwa) 



***) Ustaz Hasan Basri Tanjung MA

Minggu, 10 Mei 2015

CARA MENJAUHI KEBOHONGAN

Salah satu kepribadian yang melekat pada diri Nabi Muhammad adalah kejujuran dan jauh dari kebohongan. Sebagaimana yang tergambar dalam kisah pertemuan antara Heraklius dan Abu Sufyan. Ketika Heraklius, raja Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan tentang sifat-sifat Muhammad SAW, Abu Sufyan menjawab bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang sangat jujur.
Pertanyaan lain yang diajukan Heraklius kepada Abu Sufyan, apakah ia pernah mencurigai Nabi Muhammad melakukan kebohongan? Abu Sufyan menjelaskan, ia tidak pernah meragukan kejujuran Nabi Muhammad.
Komitmen Rasulullah SAW untuk selalu bertindak jujur terlihat ketika Beliau berkunjung ke rumah Abdullah bin Amir. Saat itu, Abdullah bin Amir masih kecil. Ketika ia pergi hendak bermain, lalu ibunya memanggil, “Ya Abdullah, mari ke sini, aku akan memberimu sesuatu.”
Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibunya menjawab akan memberikan Abdullah bin Amir kecil kurma. Kemudian Rasulullah SAW mengingatkan, “Jika engkau tidak menepati (janjimu), niscaya itu akan dicatat sebagai dusta.” (HR Abu Daud).
Spirit kisah ini mengingatkan bahwa selain merugikan kepentingan orang lain, berbohong juga merugikan orang yang berbohong itu sendiri. Seseorang yang sering berdusta tidak akan dipercaya meskipun suatu waktu ia berkata benar. Padahal, untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan, seseorang memerlukan kepercayaan dan dukungan orang lain.
Salah satu pribadi yang jauh dari sifat bohong terekam indah dalam dialog Umar Ibn Khattab dengan seorang anak penggembala. Khalifah Umar mendekati anak penggembala itu kemudian berkata, “Cukup banyak kambing yang kamu pelihara, sangat bagus dan gemuk-gemuk. Kamu jual saja padaku seekor yang gemuk dan bagus.”
Mendengar perkataan Amirul Mukminin itu, penggembala menjawab, “Kambing-kambing ini bukan milik saya, melainkan milik tuan saya. Saya hanyalah penggembala yang menerima gaji.” Kemudian Umar Ibn Khattab berkata, “Katakan saja pada tuanmu, kambingnya dimakan serigala.”
Anak gembala itu diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin, “Jika tuan menyuruh saya berbohong, bukankah Allah Maha Melihat? Apakah tuan tidak menyadari siksa Allah itu pasti bagi para pendusta?” Menyaksikan kejujuran anak gembala itu, Umar Ibn Khattab terharu, bahagia, dan kagum akan ketaatannya kepada Allah SWT. Dialog ini mengingatkan kita untuk terus berlatih jujur dalam kondisi dan situasi apa pun.
Namun, tidak semua kebohongan itu mengandung kesalahan dan terlarang. Dalam situasi tertentu, berbohong dibolehkan. Seperti yang diriwayatkan Ummu Kultsum, “Aku tidak mendengar Rasulullah SAW sedikit pun menginginkan dusta kecuali dalam tiga hal, yaitu seseorang yang berkata dusta untuk mendamaikan, seseorang yang berkata dusta sebagai strategi peperangan, dan suami yang berkata dusta kepada istri atau istri yang berkata dusta kepada suami demi untuk keharmonisan rumah tangga.” (HR Muslim). 
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, pendidikan, syukur, takwa )

 


***)Muslimin

Sabtu, 09 Mei 2015

HARI SEDEKAH NASIONAL

Umat Islam sejak pukul 07.00 mulai berdatangan ke Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (26/4). Mereka datang ke Masjid Istiqlal Jakarta untuk mendengarkan taushiyah Pimpinan Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) dan Pesantren Tahfidz Alquran Daarul Quran, Ustaz Yusuf Mansur.
Selain untuk mendengarkan taushiyah yang digelar setiap pekan keempat, umat Islam yang datang dari berbagai daerah di Jabodetabek, Sukabumi, Tegal dan beberapa daerah lainnya itu juga datang untuk menyemarakkan
Hari Sedekah Nasional (Harsena).
Para jamaah datang dari berbagai kalangan, mulai masyarakat biasa, para santri, ustaz, pedagang kaki lima hingga pengusaha. Tampak pula Erwina Wigneswara dan Redi Mawardi dari Bank CIMB Syariah.
Kepada Republika, Erwina mengaku sangat senang bisa hadir bersama umat Islam lainnya menyaksikan Hari Sedekah Nasional. ''Ini kehadiran saya pertama dalam kegiatan Hari Sedekah Nasional. Sungguh, sangat menyenangkan,'' papar Erwina kepada
 Republika, Ahad (26/4).
Erwina menyambut baik digelarnya Hari Sedekah Nasional oleh PPPA Daarul Quran. Dengan kegiatan ini, kata Erwina, semakin banyak umat Islam yang bersedekah. ''
Hari Sedekah Nasioal ini mengajak siapa saja untuk bersedakah. Hari Sedekah Nasional mencerahkan umat,'' tutur Erwina.
Erwina yang menjabat sebagai syariah funding dan hajj business head itu mengungkapkan sedekah tak hanya milik orang kaya, tapi juga semua umat Islam. ''Buat saya, sedekah sama sekali tidak membebani. Pahalanya berlipat-lipat hingga 700 kali. Sayang, masih banyak orang yang kurang menyadarinya,'' tuturnya.
Dalam pandangan Erwina, munculnya banyak lembaga yang mengelola sedekah dan zakat di Indonesia saat ini, sangat membantu. ''35 tahun lalu waktu saya masih kuliah,
 gak ada tuh yang namanya Dompet Dhuafa, gakada tuh yang namanya Baznas dan Daarul Quran. Sekarang, begitu mudah kita bersedekah,'' paparnya penuh syukur.
Yang terpenting, kata Erwina, tinggal bagaimana mengelola lembaga zakat dan sedekah dengan baik. ''Jika dikelola dengan baik, insya Allah, pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan baik,'' ujarnya menambahkan.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, sabar , syukur, takwa, pendidikan, )

 

Kamis, 07 Mei 2015

MENJAGA KEHORMATAN

Sulap itu menarik. Magic itu menarik. Namun, mengapa justru saat revealed, terbuka rahasianya, maka sulap itu justru enggak menarik lagi?
Film-film beranimasi tinggi, bergambar hebat, ketika penonton enggak tahu rahasianya, maka akan membuat mereka terpukau. Dan keterpukauan penonton bisa jadi akan bertahan lama. Jika itu terjadi, maka akan menjadikan mereka menunggu sekuel-sekuel berikutnya.
Saat terbuka rahasianya, penonton pun menjadi tertawa. Sebagiannya senang. Sebagiannya lagi menertawakan diri sendiri. "Dibohongin animasi, hehehe ...."
Demikian pula halnya ketika manusia tidak dibuka aibnya, tidak dibuka kesalahannya, tidak dibuka pula kekotorannya, kebusukannya. Maka, bisa jadi ia akan menegakkan kepalanya. Orang lain juga akan memandangnya sebagai orang yang hebat, mulia, dan tinggi.
Namun, apa yang terjadi manakala kebusukannya, aibnya, kesalahannya, ataupun keburukannya dibuka oleh Allah SWT? Sangat bisa jadi sebisa apa pun dia menutupi segala kegalauannya. Dia akan tetap galau. Tetap tidak akan tegak sempurna wajahnya. Dan yang sudah bisa jadi diperkirakan adalah orang-orang akan kehilangan rasa hormatnya pada diri orang yang dibuka aib, kesalahan, atau keburukannya tersebut.
Manusia itu bukan hanya soal tampilan fisik. Bukan hanya masalah aksesoris, tetapi juga soal kehormatan, kemuliaan, dan harga diri. Bila sudah tidak ada atau malah tidak peduli dengan kehormatan, kemuliaan, dan harga dirinya, maka bisa jadi pula ia sudah akan tambah menabrak banyak hal; atau sudah shummun bukmun 'umyun, sudah buta mata hati. Maka, mereka akan menjadi pribadi yang tidak bisa lagi mendapat nasihat.
Segala keberhasilan, kesuksesan, kemewahan, jabatan yang saat ini kita emban, semuanya adalah ujian dari Allah SWT. Jika kita berhasil menjalankan amanah yang diemban itu, niscaya kita akan menjadi orang yang sukses, insya Allah, baik sukses di dunia maupun di akhirat. Tetapi, itu semua (keberhasilan, kesuksesan, dan jabatan yang kita raih) pada hakikatnya karena Allah SWT sayang dan senang dengan kita sehingga semuanya itu diberikan agar kita banyak bersyukur dan berzikir kepada-Nya.
Karena itu, enggak usah terlalu bergembira secara berlebihan. Tetaplah bersyukur dan selalu dekat kepada-Nya. Sebab, bagi Allah SWT sangat mudah bagi-Nya untuk mengambil itu semua. Yang kaya bisa jatuh miskin, yang punya jabatan tinggi bisa tak punya apa-apa. Semuanya bisa berubah dalam waktu singkat. Kun fayakun, selesai semuanya.
Semuanya bisa sirna dan musnah dalam hitungan waktu. Contohnya, Allah SWT angkat semua aib kita, Allah buka semua keburukan kita sehingga semua orang menjadi tahu siapa diri kita sebenarnya. Jika ini terjadi, maka segala kemewahan, kekayaan, kesuksesan, dan jabatan hilang dalam waktu singkat. Bila itu yang muncul, maka kita sesungguhnya tak lebih dari asfala safilin, yakni orang yang paling rendah derajatnya. Wallahu a'lam.
(hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa,)

 


***) Ustaz Yusuf Mansur

Rabu, 06 Mei 2015

TUJUH KALIMAT MUSTAJAB

Semua orang mendambakan kebahagiaan. Akan tetapi, memaknai sebuah kebahagiaan bisa berbeda antara satu dan yang lainnya. Bagi kaum materialis, bahagia adalah jika sudah terpenuhinya segala kebutuhan fisik. Hanya, kebutuhan fisik tidak akan pernah ada batasannya.
Dalam agama Islam, kebahagiaan (
as-sa'adah) adalah selerasnya keinginan hamba dengan taufik Allah SWT. Kebahagiaan ini akan terasa tidak hanya ketika masih hidup di dunia, tetapi juga akan terus berlanjut hingga kehidupan di akhirat kelak.
Ada tujuh kalimat yang sangat mulia di sisi Allah beserta para malaikat, sekaligus menempatkan orang yang
 istiqamah mengamalkannya, mendapatkan ampunan Allah SWT. Inilah sebenarnya kebahagiaan yang hakiki yang dicari setiap hamba Allah SWT.
Pertama, membaca
 basmalah (bismillah) ketika akan memulai segala sesuatu. Dengan membaca basmalah, berarti seorang hamba menyertakan permohonan keberkahan dan limpahan rahmat Allah dalam pekerjaannya.
Kedua, membaca hamdalah (alhamdulillah) ketika selesai mengerjakan sesuatu. Hamdalah adalah kalimat pujian seorang hamba atas kemudahan dan kemurahan Allah yang menyertai pekerjaannya.
Ketiga, membaca
 istighfar (astaghfirullah) jika terucap kata yang tidak patut. Perkataan kotor, nista, dan mengandung unsur nifak merupakan hal yang tercela, karenanya Islam sangat mengecam perilaku ini. Demikian juga tindakan-tindakan yang menyalahi norma agama. Maka sepatutnya bagi pelakunya untuk memohon ampunan Allah SWT.
Keempat, mengucapkan “insya Allah” ketika ingin berbuat sesuatu. Rasulullah Muhammad SAW pernah diingatkan oleh Allah agar mengucapkan kalimat tersebut jika menjanjikan sesuatu. Ini terkait dengan janji Beliau untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kaum Quraisy.
Kelima, mengucapkan “
la haula wala quwwata illa billahil 'aliyil adzim” jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya. Kalimat ini sekaligus menegaskan kemahakuasaan Allah dan menunjukkan kelemahan hamba di hadapan-Nya.
Keenam, mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi roji'un” jika sedang tertimpa musibah. Kalimat yang dikenal dengan sebutan istirja' ini menunjukkan sikap tawakal sang hamba. Dan tawakal merupakan salah satu sifat yang diperintahkan dalam Islam.
Ketujuh, membaca
 “La Ilaha Illallahu, Muhammadur Rosulullah” sepanjang hari, petang dan malam. Kalimat persaksian ini merupakan akar sekaligus password bagi setiap kaum Muslimin. Dengan kalimat ini seorang hamba bisa langsung mengikatkan ruhaninya dengan Sang Pencipta segala sesuatu. Kalimat yang jika dibaca di akhir hayat seseorang akan menjadi penjamin surga sekaligus pembuka pintu surga di akhirat kelak. Wallahu a'lam bishawab.
(Da'wah, hidayah, keyakinan, sabar, syukur, takwa)



***) A Khotimi Bahri 

Senin, 04 Mei 2015

MENJAGA KEHORMATAN

Sulap itu menarik. Magic itu menarik. Namun, mengapa justru saat revealed, terbuka rahasianya, maka sulap itu justru enggak menarik lagi?
Film-film beranimasi tinggi, bergambar hebat, ketika penonton enggak tahu rahasianya, maka akan membuat mereka terpukau. Dan keterpukauan penonton bisa jadi akan bertahan lama. Jika itu terjadi, maka akan menjadikan mereka menunggu sekuel-sekuel berikutnya.
Saat terbuka rahasianya, penonton pun menjadi tertawa. Sebagiannya senang. Sebagiannya lagi menertawakan diri sendiri. "Dibohongin animasi, hehehe ...."
Demikian pula halnya ketika manusia tidak dibuka aibnya, tidak dibuka kesalahannya, tidak dibuka pula kekotorannya, kebusukannya. Maka, bisa jadi ia akan menegakkan kepalanya. Orang lain juga akan memandangnya sebagai orang yang hebat, mulia, dan tinggi.
Namun, apa yang terjadi manakala kebusukannya, aibnya, kesalahannya, ataupun keburukannya dibuka oleh Allah SWT? Sangat bisa jadi sebisa apa pun dia menutupi segala kegalauannya. Dia akan tetap galau. Tetap tidak akan tegak sempurna wajahnya. Dan yang sudah bisa jadi diperkirakan adalah orang-orang akan kehilangan rasa hormatnya pada diri orang yang dibuka aib, kesalahan, atau keburukannya tersebut.
Manusia itu bukan hanya soal tampilan fisik. Bukan hanya masalah aksesoris, tetapi juga soal kehormatan, kemuliaan, dan harga diri. Bila sudah tidak ada atau malah tidak peduli dengan kehormatan, kemuliaan, dan harga dirinya, maka bisa jadi pula ia sudah akan tambah menabrak banyak hal; atau sudah shummun bukmun 'umyun, sudah buta mata hati. Maka, mereka akan menjadi pribadi yang tidak bisa lagi mendapat nasihat.
Segala keberhasilan, kesuksesan, kemewahan, jabatan yang saat ini kita emban, semuanya adalah ujian dari Allah SWT. Jika kita berhasil menjalankan amanah yang diemban itu, niscaya kita akan menjadi orang yang sukses, insya Allah, baik sukses di dunia maupun di akhirat. Tetapi, itu semua (keberhasilan, kesuksesan, dan jabatan yang kita raih) pada hakikatnya karena Allah SWT sayang dan senang dengan kita sehingga semuanya itu diberikan agar kita banyak bersyukur dan berzikir kepada-Nya.
Karena itu, enggak usah terlalu bergembira secara berlebihan. Tetaplah bersyukur dan selalu dekat kepada-Nya. Sebab, bagi Allah SWT sangat mudah bagi-Nya untuk mengambil itu semua. Yang kaya bisa jatuh miskin, yang punya jabatan tinggi bisa tak punya apa-apa. Semuanya bisa berubah dalam waktu singkat. Kun fayakun, selesai semuanya.
Semuanya bisa sirna dan musnah dalam hitungan waktu. Contohnya, Allah SWT angkat semua aib kita, Allah buka semua keburukan kita sehingga semua orang menjadi tahu siapa diri kita sebenarnya. Jika ini terjadi, maka segala kemewahan, kekayaan, kesuksesan, dan jabatan hilang dalam waktu singkat. Bila itu yang muncul, maka kita sesungguhnya tak lebih dari asfala safilin, yakni orang yang paling rendah 
derajatnya. Wallahu a'lam.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, takwa,sabar,  syukur, pendidikan, )

 ***) Ustaz Yusuf Mansur

Minggu, 03 Mei 2015

KISAH PASTUR AMERIKA

Pastur Michael Fitzgerald merupakan pemuka Katolik yang cukup mendapat tempat di umat Kristen Eropa dan Afrika. Fitzgerald memutuskan untuk menjadi misionaris di Afrika ketika ia baru berusia dua belas tahun. Delapan tahun kemudian ia belajar teologi dan bahasa Arab di Tunisia.
Perjalanan keilmuan itu yang kemudian membuatnya Fitzgerld menjadi ahli Teologi dan dipercaya mempromosikan pemahaman antaragama dari perspektif Kristen. Ia dipandang kemudian sebagai ahli Katolik Roma yang banyak mengajarkan tentang Islam. Ia pernah menjabat sebagai Uskup Agung Tunisia, duta Vatikan di Kairo, dan delegasi Vatikan ke liga Arab.
Dalam perjalanannya, ia mengambil tugas mendorong sesama umat Kristen untuk belajar lebih banyak tentang Islam dan Alquran. Konon, hal itu dilakukannya untuk membuka cakrawala non muslim, bahwa Islam tidak terkait dengan kekerasan.
Dilansir
 Tribune, Jumat (1/5), setelah pensiun, ia justru mulai mengajar kursus baca Alquran untuk sekelompok kecil mahasiswa sarjana dan pascasarjana di John Carroll University, sebuah lembaga Jesuit di Cleveland. Di dalam kelasnya, ia sering menyoroti perbedaan antaragama sambil mendorong penghormatan terhadap pendekatan Muslim yang berbeda dengan Kristen.
"Dia bahkan mengatakan sangat baik untuk menjadi Hafiz," tulis laporan
Tribune, 
Bahkan dalam kelasnya, ada beberapa mahasiswa Muslim yang terdaftar di kelasnya. Salah satunya, Abu-Shaweesh, yang mengenakan jilbab. Ia mengaku mendapat pelajaran baru dari sang pastur. Abu-Shaweesh menambahkan, dia terpesona oleh rasa hormat yang ditunjukkan untuk Islam oleh teman-teman sekelasnya yang non-Muslim-nya.
Meski banyak kalangan Muslim yang waspada terhadap misinya. Namun tak jarang banyak yang memujinya. "Yang penting di sini adalah pengetahuan," kata Zeki Saritoprak, pengarah program studi Islam di Universitas John Caroll.
"Seorang Kristen yang terinformasi dengan baik, dapat mengajarkan Islam lebih baik daripada seorang Muslim yang kurang informasi," kata Saritoprak.
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa,)


AS BUTUH PEMAHAMAN ISLAM DARI INDONESIA

Majlis Ulama Indonesia (MUI) menilai Islam di bumi Nusantara mampu menciptakan kedamain dunia. Soalnya, Islam Indoneisa telah mampu menciptakan sikap saling menghargai antar umat beragama.

"Hal itu didukung dengan prinsip yang tidak menyalahkan yang lain," ungkap Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis

Cholil menyampaikan, masyrakat dan MUI menghargai pandangan serta apresasi yang diberikan muslim Amerika terhadap Islam di Indonesia. Namun, di sisi lain umat Islam perlu menunjukan kepada dunia bahwa Islam di Indonesia berbasis kearifan lokal yang menghargai perbedaan. "Jadi dakwah yang dilakukan oleh Islam di sini bersifat mengajak, bukan mencaci."

Menurut Cholil, antara muslim Indonesia dan AS dapat mempelejari kondisi generasi Islam di masa mendatang. Sebab, generasi Islam yang sesuai dengan kondisi sosial saat ini mengarah pada diharuskannya pertukaran budaya.

Pertukaran itu, berkenaan dengan syiar agama Islam dan pertukaran pemahaman keislaman. "Karena mungkin ada sebagian warga AS yang curiga dengan Islam, tetapi ketika memahami Islam yang diajarkan di Indonesia warga tersebut akan lebih menerima."
(Da'wah, hidayah, keyakinan, takwa., sabar, syukur, )

Sabtu, 02 Mei 2015

INDONESIA BUTUH the Power of Dialogue

Penerima penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2014, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mempunyai visi kedepan untuk Indonesia.      
“Indonesia butuh the Power of Dialogue. Ya, bangsa ini harus rasakan kekuatan dari sebuah dialog,” kata Din.
Alasannya, sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia butuh dialog antarbangsa dan suku agar mempunyai kesamaan pemahaman.
“Ini merupakan fenomena dunia Islam yang perlu dilakukan, terutama untuk mengakrabkan dan menyatukan perbedaan yang ada,” ungkap Din.
 Menurutnya, dialog tersebut perlu dilakukan dalam rangka Indonesia menuju perubahan berbentuk jihad konstitusi.

“Konflik antarumat beragama di Indonesia masih banyak. Untuk perubahan yang lebih baik bukan dilakukan oleh individu tapi perubahan berjamaah,” nilai Din. 


***)din syamsuddin