Suatu ketika seorang pemuda lajang yang
sedang menyiram kebun meminta kepada Nabi Isa AS yang kebetulan melintas di
depannya, “Wahai Isa, mintalah kepada Tuhanmu agar Dia menanamkan cinta-Nya
kepadaku meski seberat zarah.” Nabi Isa AS Menjawab, “Engkau tak akan sanggup
menerima cinta-Nya seberat zarah pun.”
Si pemuda menyahut, “Kalau begitu, setengah
zarah saja.” Nabi Isa AS kemudian berdoa, “Ya Tuhanku, berilah dia anugerah
cinta-Mu seberat setengah zarah.”Nabi Isa AS pergi dan beberapa waktu kemudian
beliau kembali serta menanyakan kabar pemuda tersebut. Penduduk setempat
menjawab, “Sekarang dia menjadi gila dan pergi ke gunung.” Isa pun berdoa
kepada Allah agar diperlihatkan kondisi pemuda itu.
Beliau melihat pemuda itu berada di
antara bebatuan gunung, berdiri di atas batu yang paling besar sembari
membelalakkan matanya ke langit. Nabi Isa AS mengucap salam, tapi ia tidak
menjawab. “Aku adalah Isa,” seru Nabi Isa AS. Akhirnya, Allah menurunkan wahyu
kepada Nabi Isa AS, “Bagaimana mungkin ia mendengar pembicaraan manusia
sementara dalam hatinya ada rasa cinta-Ku meski hanya seberat setengah zarah!
Demi Keagungan-Ku, andai engkau memenggal kepalanya dengan gergaji, niscaya dia
tidak akan merasakannya.
"Begitulah cinta Allah SWT, cinta yang
tidak egois dan tidak akan pernah hancur. Cinta yang manakala sudah kadung
memenuhi hati seorang hamba maka akan melahirkan gelora rindu yang mampu
mengoyak berbagai macam tabir, mengeliminasi semua hal selain-Nya dari hati,
dan mendapati bahwa Dia tak akan pernah sedetik pun jauh dari kita.
Muncul pertanyaan, mengapa pemuda itu lebih
memilih cinta-Nya ketimbang cinta seorang perempuan yang kelak bisa menjadi
pendamping hidupnya? Jawabannya karena cinta Allah abadi dan tidak egois.
Bukankah Allah sama sekali tidak membutuhkan apa pun dari kita? Hal ini tentu
berbeda dengan cinta nafsu dan cinta egois yang selama ini bersemayam di hati
kita.
Kita mungkin mencintai keluarga, hewan
peliharaan, gelar, status politik, atau harta benda, tapi bukankah kita
mencintai semua itu karena alasan kepentingan pribadi? Kita memelihara seekor
sapi dan mencintainya, tapi setiap hari selalu memerah susunya; kita menanam
sebuah pohon dan mencintainya, tapi kita menguras buahnya; cinta macam apa yang
seperti ini?
Itulah cinta nafsu yang selalu
berorientasi pada egoisme dan cinta jenis ini akan hilang manakala kita tidak
lagi membutuhkan sesuatu yang kita cintai itu.Karena itu, bersyukurlah kita
bisa menjadi bagian dari umat Islam yang melalui wasilah diutusnya Muhammad SAW
berkesempatan untuk mendapatkan cinta dan ampunan dari Allah SWT.
Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Katakanlah
jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan
mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Sesungguhnya, Allah adalah Zat yang Maha
Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS Ali Imran: 31).
Di dalam ayat yang lain, Allah menyebutkan
golongan yang akan meraih cinta-Nya, “... maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela ....” (QS al-Maidah: 54). Semoga, hati kita senantiasa
dipenuhi cinta-Nya, amin. Wallahu a'lam bishawab.
(Da'wah, hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur, takwa, )
***)Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar