Selasa, 31 Maret 2015

KESABARAN YANG MULIA

Kata sabar, seringkali tidak indah di era yang serba cepat dan instan. Kata sabar banyak tak berlaku jika keadaannya adalah menunggu pesawat delay, menunggu antrean yang teramat panjang, atau bahkan jika urusannya berkaitan dengan hukum.
Seseorang yang telah jelas bersalah dalam hukum, tidak jarang bersilat lidah dan mencari kambing hitam, demi menemukan kebebasan tanpa syarat, sehingga melupakan perilaku sabar dengan membiarkan hukum yang adil mengatur jalannya proses keadilan.
Padahal dalam Islam, kesabaran adalah kunci sukses, terutama bagi seorang pemimpin. Baik pemimpin keluarga maupun pemimpin suatu negara.
Mengenai kesabaran, Allah SWT sampaikan demikian indah dalam Al-Quran “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.
Orang sabar, selalu mampu memberi pengaruh baik bagi diri dan sekitarnya. Karena jaminan Allah SWT bagi orang sabar adalah kemampuan memberi petunjuk yang baik, dengan menganjurkan dan melaksanakan perintah, serta melarang dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dan RasulNya.
Kesabaran bukan berarti berhenti berbuat, ia merupakan tindakan produktif untuk pengaruh positif terbesar dengan resiko negatif terkecil. Tindakan sehatlah yang menjadi acuan utama dari sikap ini.
Tetapi kesabaran tidak tunggal, sabar bisa jadi suatu kemuliaan selain juga adalah suatu kewajiban. Banyak orang menyangka dirinya adalah penyabar yang mulia, tetapi sebenarnya ia sedang melakukan suatu kesabaran yang memang wajib dilakukan. Suatu kesabaran yang mau tidak mau harus dipilih agar tetap menjadi orang sehat.
Kesabaran mulia, adalah kesabaran yang dipilih seseorang untuk menentukan seberapa bertakwa dirinya kepada Allah SWT. Seberapa mampu dirinya mendapatkan suatu kehormatan setelah lulus dalam beberapa ujian dan musibah.
Dalam kisah anbiya’ contohnya, setiap mereka yang beriman dan mengikuti dakwah, kemudian Allah SWT uji mereka dengan musibah yang berat, maka dia adalah penyabar yang mulia.
Karena itu, Allah SWT mencontohkan nama-nama nabi, seperti Ismail, Idris dan Zulkifli sebagai orang sabar terhadap ujian dan musibah, sedang mereka dalam perilaku baik. “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.”  (Qs Al Anbiya’ : 85).
Sabar anbiya’ inilah yang dimaksud dengan sabar-mulia. Sabar yang dilakukan orang mulia dengan dasar akal budi dan moral, sehingga pengaruhnya adalah kemuliaan dan hudan.
Sebaliknya, pembangkang Nabi Nuh, Nabi Luth, dan nabi-nabi lain yang ditimpakan musibah kepada mereka, mau tidak mau mereka harus bersabar.
Kesabaran seperti inilah kesabaran yang merupakan kewajiban. Karena mau tidak mau, kesabaran harus menjadi sikap dan tindakan yang dipilih mereka. Karena keburukan muncul oleh sebab suatu kesalahan.
Sekarang tinggal memilih, inginkah menjadi penyabar yang bertindak mulia, atau menjadi pribadi sehat yang bertindak baik dengan bersabar?Wallahu 'alam
hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, sabar, 

***) Ach. Nurcholis Majid


Senin, 30 Maret 2015

INDONESIA ADALAH NEGARA YANG PALING PAS UNTUK UMAT ISLAM

Indonesia adalah negara yang paling pas untuk umat Islam saat ini. Pernyataan tersebut dilontarkan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Machasin dalam menyikapi pilihan ajaran Islam. 

"Indonesia adalah negara yang paling pas untuk umat Islam saat ini. Tidak berbentuk khilafah tapi bukan juga demokrasi liberal. Demokrasi Pancasila, ini paling pas," ujar Machasin ketika dihubungi Republika, Selasa (24/3). 

Menurut Machasin, saat ini ajaran radikalisme dapat dibendung dengan mengarahkan isi khutbah dan memilih ajaran Islam yang sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia sekarang dan yang akan datang. 

Machasin mencontohkan bagaimana menyikapi ayat yang menyatakan perang kepada orang yang tidak beragama pada agama Allah.

"Apakah artinya orang yang tidak beragama boleh diperangi atau sebenarnya pengertiannya justru berbeda," ujar Machasin menerangkan.

Ia menyatakan hal ini harus disikapi dalam konteks Indonesia yang memiliki keberagaman. Menurut Machasin, sepanjang orang itu tidak menimbulkan kebencian maka tidak ada masalah. "Selanjutnya marifastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan)," ujar Machasin. 
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, toleransi, syukur, sabar, )

Minggu, 29 Maret 2015

WANITA PERTAMA PENGHAFAL ALQURAN DI UKRAINIA

Seorang warga negara Ukraina menjadi Muslimah pertama di negara itu yang menjadi penghafal Al Quran. Muslimah Ukraina itu bernama Vera Verinak (35).

Vera menyatakan proses menghafal Alquran ini sudah dirintisnya sejak 17 tahun yang lalu. Ketika ia memutuskan untuk memeluk Islam.
Namun, upaya menghafal al quran itu terhenti ketika dirinya sibuk dengan pekerjaan, pernikahan, dan mengurus anak-anak.
Awalnya Vera tidak menduga bakal menghafal seluruh isi Alquran. Apalagi selama proses itu ia mengalami hambatan bahasa dan kurangnya waktu. “ Namun pusat kebudayaan Islam di Kiev membantu saya menghafal Alquran. Akhirnya saya bisa berhasil menghafal seluruh isi Alquran dalam waktu sembilan bulan," kata Vera seperti dilansir dari Al Jazeera.

Soal Metode yang dilakukan dalam menghafal Alquran, kata dia,  yakni mesti memahami artinya dulu. "Saya mulai dengan belajar bahasa Arab pertama kali. Dari situ saya menulis beberapa ayat dan mencoba memahami artinya satu persatu,” kata Vera.

Setelah penghafal Al Quran, Vera masih memiliki impian lain. Dirinya ingin mengajarkan Al Quran pada pemeluk Islam lainnya. Selain itu di juga ingin mengajarkan Islam yang damai di kalangan non Muslim.    (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, kisah, syukur, )

Jumat, 27 Maret 2015

HAKEKAT RENDAH HATI DALAM KEHIDUPAN

Subhanallah sahabat shalehku, memang rendah hati hormat kepada guru, orang tua, kakak, dan itu sebuah kewajaran dalam kebaikan akhlak. Tetapi hakikat rendah hati sebenarnya adalah takkala engkau sayang, akrab, duduk, makan bersama dengan orang orang yg papa, pembantu, tukang, supir, dan bersahabat tanpa jarak bersama mereka.

Dan boleh jadi mereka lebih mulia dari kita, boleh jadi yang mencium tangan lebih mulia dari yang dicium. 'kan yang paling tahu siapa kita hanya Allah, begini begitu karena aib kita masih ditutupi Allah kan?! Coba kalau Allah buka, pasti hina semua kita.

Baca Kalam Allah, "Sesungguh yg paling mulia diantara kalian adalah siapa yang paling takwa di sisi Allah" (QS Al Hujarat 13). Rasulullah bersabda, “Siapa yang bersikap rendah hati, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya, dan siapa yang bersikap sombong, maka Allah akan merendahkan derajatnya hingga derajat yg paling hina” (HR Ibnu Majah).

Karena itu jangan sekali kali sombong, “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dg sombong...” (QS Al Isra 37). "Sungguh hamba Allah yang selalu menghinakan dirinya di penghujung malam dengan banyak dan lama sujud dihadapannya, pasti buahnya sangat rendah hati kepada mahluk Allah.

Allahumma ya Allah hiasilah diri hamba dengan kesenangan ibadah kepada-Mu dan sifat rendah hati pada mahluk-Mu.


***)republika

MENGHIDARI KEMISKINAN JIWA

Kita belum terlatih untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah dari hati ke hati. Masalah yang datang sering dihadapi dengan adu otot dan kekuatan. Ujungnya, bukan solusi yang didapatkan bangsa ini, melainkan semakin terpuruk pada titik nadir kehinaan.
Padahal, kita dibekali dengan akal dan nurani, juga iman dan rambu-rambu. Negeri kita sedang mendapatkan ujian yang bertubi-tubi dan aneka peringatan dari Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus merenung keras mengapa kita yang berada di sebuah negeri yang di mana umat Islam menjadi yang terbesar jumlahnya di dunia, namun harus mengalami kehidupan seperti ini.
Kalau kita memepelajari indahnya Islam, sepatutnya Indonesia ini menjadi negara yang sangat dihormati dan disegani oleh seluruh dunia karena keindahan pribadi-pribadi yang ada di negeri ini. Alam Indonesia yang indah ini seharusnya menjadikan pribadi kita lebih indah. Alam yang kaya ini seharusnya menjadikan pribadi kita lebih kaya. Tapi dalam kenyataannya, justru negeri ini memiliki citra yang kurang nyaman.
Agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia mengajarkan kejujuran. Islam juga mengajarkan kebersihan. Misalnya sebelum shalat kita harus berwudlu terlebih dahulu. Tapi, mengapa kemudian di Indonesia sulit sekali menemukan tempat yang bersih? Bahkan masjid yang kita cintai pun seringkali tidak terawat kebersihannya. Islam juga mengajarkan kerapihan shaf dalam shalat berjamaah. Tapi ironisnya, begitu banyak ruas jalan yang macet. Hal ini diakibatkan karena tidak ada disiplin. Untuk antre pun sangat susah. Akibatnya menjadi tidak tertib dalam berbagai hal. Ada juga yang menganggap bahwa di negeri ini terlalu banyak orang-orang yang tidak jujur. Buktinya, banyak sekali terjadi korupsi. Bukankah korupsi itu adalah tanda ketidakjujuran? Diakui atau tidak, keterpurukan ini terjadi karena sebagai kaum Muslimin yang mayoritas, perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari belum Islami. Mengapa demikian?
Selama 350 tahun kita dijajah bangsa asing, dan sesudah itu umat Islam hampir tidak bertemu dengan pelajaran tentang keindahan Islam. Di sekolah-sekolah umum, pelajaran tentang keislamam hanya diberikan selama beberapa jam dalam sepekan. Kita dan anak-anak sangat sedikit mengenal keindahan dan kemuliaan Islam. Di televisi atau radio, acara siraman ruhani keislaman paling banter hanya setengah jam sehari. Jadi, negeri ini nyaris terpuruk karena belum seluruh orang Islam hidup secara Islami.
Mereka mayoritas, tapi belum mendapatkan informasi dan suri teladan tentang keindahan Islam. Islam sangat mementingkan perubahan perilaku atau karakter. Karakter itu terdiri dari empat hal. Pertama, ada karakter lemah; misalnya penakut, tidak berani mengambil risiko, pemalas, cepat kalah, belum apa-apa sudah menyerah, dan sebagainya.
Kedua, karakter kuat; contohnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang tinggi, pantang menyerah, dll. Ketiga, karakter jelek; misalkan licik, egois, serakah, sombong, pamer, dll. Keempat, karakter baik; seperti jujur, terpercaya, rendah hati, dan sebagainya.
Orang-orang yang merusak negeri ini masuk ke dalam salah satu kategori tadi. Hari ini, yang kita rindukan adalah meskipun secara lambat laun negeri ini akan bangkit kembali. Ini bisa terjadi bila dua karakter, yaitu karakter yang kuat dan baik bersinergi. Misalkan dia tangguh, ulet tapi tetap rendah hati dan merupakan pekerja keras yang sangat gigih. Dia berprestasi gemilang tapi ikhlas.
Inilah yang diharapkan dari setiap pertemuan kita. Yakni, mewujudkan manusia-manusai tangguh, berani, gigih, ulet, jujur, rendah hati, dapat dipercaya, dan sebagainya. Allahu Akbar!.
Satu hal yang patut kita sayangkan kemudian adalah, karakter manusia Indonesia khususnya kaum Muslimin, tidak terlalu sesuai dengan karakter yang diinginkan di atas. Ternyata, banyak manusia di Indonesia yang mempunyai kebiasaan korupsi, dari yang raksasa sampai yang kecil-kecilan. Hal ini disebabkan karena kita mempunyai jiwa miskin.
Pernah suatu ketika di Mekkah, tepatnya di Masjid Al Haram, di saat buka shaum ada beberapa orang pengemis membawa kain yang tampaknya penuh dan isinya terlihat berat. Mereka meminta-minta sampai kain bawaannya semakin banyak. Ternyata, dia melakukan itu karena merasa bahwa belum tentu besok hari akan mendapatkan kesempatan yang sama.
Orang yang miskin jiwa seperti itu terus tumbuh. Orang-orang yang licik, koruptor, yang mengambil harta orang lain tanpa hak, sebetulnya mereka adalah orang-orang miskin. Walaupun jabatannya tinggi, kedudukan dan hartanya berlimpah, tetapi jiwanya tetap miskin. Dia akan terus mengambil apa saja yang ada di hadapannya, meski itu bukan miliknya. Saat pembagian beras untuk orang miskin (Raskin), mereka menjadi orang pertama yang mengambil beras itu. Sebelum sampai kepada yang berhak sudah dimakan lebih dulu oleh oknum-oknum yang miskin jiwa tersebut. Atau kalau tidak, beras itu mereka timbun untuk kemudian dijual.
Orang yang miskin jiwa, bila naik jabatan akan sibuk mencari rampasan. Akibatnya, kewajibannya menjadi terbengkalai. Miskin jiwa, meski kaya harta; dia akan merusak. Oleh karena itu, jangan mencari pasangan yang kaya secara lahiriah. Carilah manusia yang kaya batin dengan penuh kemuliaan. Kekayaan lahir itu hanyalah topeng. Orang yang hanya mempertontonkan topeng adalah kekanak-kanakan. Harta yang didapat dengan tidak halal tidak akan membuat bahagia. Bahkan akan jadi racun untuk keluarga.
Kita belum terlatih untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah dari hati ke hati. Masalah yang datang sering dihadapi dengan adu otot dan kekuatan. Atau saling menjungkirkan dan menjatuhkan. Bila demikian, kita tidak beda dengan binatang. Padahal, kita dibekali dengan akal dan nurani, juga iman dan rambu-rambu. Wallahua'lam.   
(
hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, sabar, pendidikan, )

***)republika

Kamis, 26 Maret 2015

M U S I B A H

Musibah beruntun datang, seperti selalu kita ikuti di media massa. Mulai dari musibah berskala lokal, regional hingga yang mondial, musibah terus menimpa manusia, baik perorangan, komunitas maupun bangsa. Musibah yang datang tak terduga dapat mengancam siapa saja, kapan saja, dan di mana pun. Apa pun bentuknya, secara kasat mata musibah bersifat merugikan.

Namun sesungguhnya, dilihat dari sudut mental spiritual, musibah bisa merupakan jalan naik menuju hidup yang lebih baik. Musibah itu tidak sia-sia hadir, bahkan walau menimpa kita. Musibah memberi kita peluang untuk mempelajari pengalaman menyedihkan, hingga kita menemukan kehidupan sejati dan hakikat keberadaan manusia di alam ini. Masalahnya musibah selalu hadir berupa tamparan atau cubitan yang tak enak untuk dirasakan.

Allah berfirman, ''Sungguh akan Kuberikan kepadamu kecemasan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa serta buah-buahan, tetapi berbahagialah orang yang bersabar, yakni orang yang ketika menemui musibah berkata, 'Sungguh kita kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali'.'' (Q. S. 2: 155-156).

Jelas, rinci serta praktis Allah menuntun hamba-Nya menghadapi setiap musibah. Allah menjelaskan, dengan musibah itu, orang yang biasa bersabar diuji kualitas kesabarannya, dan orang yang belum bersabar diberi peluang untuk mendapatkan kesabaran lantaran musibah itu.

Orang bijak dari kalangan sufi membedakan adanya tiga manfaat ditimpakannya musibah kepada seseorang. Pertama, musibah sebagai penebus dan pembebas dosa yang pernah dilakukannya. Kedua, musibah sebagai pengingat dan penguji akan kualitas kesabaran seseorang. Ketiga, musibah sebagai tangga naik orang yang tertimpa menuju kualitas hidup yang lebih tinggi.

Ketika musibah menimpa kita, selain kita pasrah, selayaknya kita pun melakukan muhasabah, mengevaluasi diri: dosa atas perbuatan apa yang kita lakukan kemarin dan kini. Bila secara jujur kita akui, maka musibah inilah penebusnya.

Namun bilamana kita tidak menyadari dosa-dosa kita, maka musibah akan menjadi pengingat dan penyadar bagi kita. Kita harus menghadapinya dengan sabar, sebab boleh jadi musibah itu justru peringatan bahwa kita bakal mendapatkan rahmat-Nya.    (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, toleransi, syukur, sabar, )


WANITA DAMBAAN UMAT


Membahas tentang wanita tidak akan ada habisnya. Meskipun pembahasannya diulang, maka tetap akan menemukan hal baru yang seakan belum pernah ada pembahasan sebelumnya. Itulah keunikan dan keistimewaan seorang wanita.
Dalam Alquran surah al-Ahzab [33] ayat 35, Allah SWT menyebutkan sepuluh sifat yang melekat dalam diri seorang wanita yang menjadi dambaan umat. Dari rahim wanita seperti itu akan lahir generasi unggul sebagai dambaan umat pula.
Seperti apa sifat wanita yang menjadi dambaan umat itu? Yaitu, pertama, al-muslimat, wanita yang patuh, taat, dan tunduk kepada Allah SWT. Dengan karakter seperti itu, seorang wanita akan dapat mempertahankan keimanannya meskipun badai menghampirinya.
Kedua, al-mukminat, yaitu wanita yang teguh dalam keimanan. Iman menjadi barometer kualitas keislaman seorang wanita. Ia yang menjadi dambaan umat, yang dapat mengaplikasikan nilai-nilai keimanan yang diwujudkan melalui ibadah individual dan sosial dalam kehidupan nyata.
Ketiga, al-qanitat. Yaitu, wanita yang ahli ibadah. Seorang wanita yang istiqamah dalam menjalankan ibadah, baik yang wajib maupun sunah, yang dibingkai dengan penuh keikhlasan semata karena-Nya.
Keempat, ash-shadiqat. Yaitu, wanita yang benar (jujur). Seorang wanita yang senantiasi menghiasi diri dengan kejujuran. Jujur dalam hati, lisan, tindakan, dan sikap yang sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya.
Kelima, ash-shabirat, yaitu wanita yang sabar. Seorang wanita yang mampu bersabar dalam berbagai keadaan.
Sabar dalam menjalankan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, dan dalam menghadapi berbagai bentuk ujian dan cobaan. 
Keenam, al-khasyiat. Yaitu, wanita yang khusyuk. Seorang wanita yang dapat menjaga kekhusyukan dalam beribadah kepada-Nya. Sehingga, ia dapat merasakan adanya pengawasan dari-Nya (muraqabatullah).
Ketujuh, al-mutashaddiqat.Yaitu, wanita yang senang bersedekah. Sedekah menjadi salah satu perhiasan diri yang hendaknya dilestarikan oleh setiap wanita. Karena sedekah dapat menarik cinta Allah, para malaikat, dan manusia. 
Kedelapan, ash-shaimat yaitu wanita yang rajin berpuasa. Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya akan masuk surga dari pintu-pintu yang ia inginkan." (HR Ibnu Hibban dan Thabrani). 
Kesembilan, al-hafidzatyaitu wanita yang menjaga kehormatan. Kemuliaan seorang wanita diukur dari sejauh mana ia dapat menjaga kehormatan dirinya melalui cara berbusana, bertutur kata, berjalan, bergaul, dan yang lainnya.
Kesepuluh, adz-dzakirat yaitu wanita yang banyak berzikir. Tipe wanita yang selalu istiqamah berzikir dalam berbagai kesempatan, tempat, dan waktu. Sehingga, hatinya senantiasa terpaut dengan Sang Pencipta.
Semoga Allah membim bing kita para wanita untuk istiqamah menjaga sepuluh sifat di atas agar dapat melahirkan generasi dambaan umat. Amin. Wallahu a'lam.
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, syukur,)


***)republika

Rabu, 25 Maret 2015

MENJADI KEKASAIH ALLAH

Kekasih Allah, dalam bahasa Arab, disebut waliyullah. Bentuk jamaknya adalah auliya Allah. Bila seseorang sudah menjadi kekasih-Nya, dia akan memperoleh beberapa keistimewaan. Pertama, Allah akan memberi rezeki untuknya dari tempat yang tidak terduga. Kedua, doa mereka makbul.
Oleh sebab itu, jika kita bertemu seseorang dan yakin bahwa orang itu wali Allah, mintalah doa kepadanya. Ketiga, kehadirannya mendatangkan berkah bagi tempat di sekitarnya. Dalam Madarij as-Salikin, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah menyebut beberapa  ciri-ciri wali Allah.

Pertama, wali Allah adalah orang yang sangat dekat dengan kaum fakir miskin. Orang seperti itu jika berbuat dosa maka akan diampuni oleh Allah SWT. Ini seperti terjadi pada seorang Yahudi ketika akan dihukum mati oleh karena golongannya berkhianat kepada Rasulullah. Saat penghukuman mati, Jibril datang menemui Rasulullah seraya meminta seorang tawanan Yahudi tersebut dibebaskan karena ia senang menjamu tamu dan suka menolong fakir miskin.
Setelah itu, Rasul menghampiri tawanan tersebut dan berkata, "Baru saja Jibril datang kepadaku dan aku akan bebaskan kamu." Tawanan itu bertanya, "Mengapa?" "Karena engkau suka menjamu tamu dan membantu fakir miskin." Ketika itu juga, si Yahudi masuk Islam. Orang Yahudi itu dimaafkan karena sifat kedermawanannya. Jika kita ingin menjadi kekasih Allah tetapi kita sulit berzikir dan salat malam, cara yang paling baik ialah memberikan sebagian harta kita kepada kaum fakir miskin.

Kedua, wali Allah ialah anak muda yang taat beribadah kepada Allah. Dia persembahkan masa muda dan ketegapan tubuhnya untuk Allah. Dalam salah satu hadis disebutkan, "Tidak ada yang paling dicintai Allah selain pemuda yang sudah kembali kepada Allah dan tidak ada yang paling dibenci Allah selain orang tua yang terus menerus melakukan kemaksiatan." Jika ada anak yang masih kecil sudah taat kepada Allah dan rajin membaca Alquran, dekatilah ia.
Ia akan menyebarkan berkah kepada kita. Dalam hadis lain di sebutkan: "Sesungguhnya, makhluk yang paling dicintai Allah adalah anak muda yang belia usianya, tegap tubuhnya, yang mempersembahkan kepemudaan dan ketegapannya untuk taat kepada Allah. Itulah orang yang dibanggakan Allah di hadapan para malaikat-Nya. Dikumpulkannya para malaikat itu, kemudian Allah berfirman: `Inilah hamba-Ku yang sebenarnya'. "
Kita mungkin pernah mendengar hadis yang bercerita mengenai tujuh orang yang mendapatkan perlindungan pada hari kiamat saat yang lain tidak mendapatkannya. Tampaknya semua itu sangat sulit kita amalkan, kecuali satu hal, yaitu menjadi anak muda yang tumbuh besar dengan ketaatan kepada Allah SWT.
Salah satu sifat yang disebutkan dalam hadis tersebut yang sulit kita amalkan ialah menjadi pemimpin yang adil. Jangankan menjadi pemimpin Islam, menjadi pemimpin parpol Islam saja sulit. Sifat lain ialah menolak rayuan perempuan cantik yang berpangkat tinggi karena takut kepada Allah.
Tampaknya agak sulit bagi kita untuk menjadi salah satu dari tujuh kelompok itu, kecuali menjadi anak muda yang tumbuh besar dengan ketaatan kepada Allah SWT. Wallahu a'lam.

(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, )

***)republika

SI KECIL PENGHAPAL AL-QURAN

Lantunan ayat-ayat dari potongan surat Ali Imran mengalir dari mulut Muhammad Luthfi (12 tahun). Raut mukanya sedikit malu-malu karena disaksikan banyak orang di ruang pertemuan Hotel Balairung, Matraman, Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan Musabaqah Hafalan Qur’an dan Hadits tingkat nasional. 
Meski begitu, Luthfi tak menemukan kesulitan melantunkan kalam Ilahi tanpa melihat teks. Duta Besar Arab Saudi dan Atase Keagamaan yang berada di sampingnya bahkan langsung memberikan pujian. 
Luthfi merupakan salah satu peserta termuda dalam kompetisi yang diselenggarakan Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia dan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Luthfi datang ke ibukota untuk mewakili Medan, Sumatera Utara. Meski masih berusia belia, ia sudah bersaing dalam kategori paling bergengsi di kompetisi itu, yaitu kategori 30 juz. 
“Luthfi mulai menghafal sejak umur lima tahun,” ujar ayah Luthfi, Abdul Hadi (40 tahun) kepada Republika.
Luthfi sendiri hanya butuh waktu sekitar empat tahun untuk menghafalkan seluruh ayat Alquran karena pada umur sembilan tahun, ia sudah khatam menghafal Alquran. 
 Luthfi adalah anak ketiga dari pasangan Abdul Hadi dan Ahliya (35). Abdul Hadi berkata, peran ibunda Luthfi sangat besar untuk keberhasilan itu. “Istri saya sangat telaten membimbing hafalan anak-anak. Seluruh anak saya, memang dididik untuk bisa hafal Alquran,” ujar Abdul Hadi. 
Abdul Hadi menyampaikan, peran ibu dalam mendidik anak sangat besar. Ini karena para ibu, terutama ibu rumah tangga memiliki kesempatan bertemu anak yang lebih besar. Meski memiliki keistimewaan, Abdul Hadi mengaku, kegiatan Luthfi sehari-hari layaknya anak kecil pada umumnya.
“Ya kadang-kadang bandel juga, tapi bandelnya masih dalam batas wajar,” ujarnya. 
Dalam perbincangan dengan ayahnya, Luthfi tak banyak berbicara. Bocah kecil itu hanya mengembangkan senyum malu ketika ditanya tujuannya menghafal Alquran.
“Yang pasti untuk mencintai dan menjaga Alquran,” ujar Abdul Hadi. 
 (hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, sabar, pendidikan, )

Selasa, 24 Maret 2015

ENAM KIAT MENJAGA HATI

Rasulullah SAW bersaksi dalam tubuh setiap orang terdapat organ yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap organ lainnya, yaitu hati (kalbu). Jika hatinya baik, baiklah seluruh organ tubuh lainnya. Jika hatinya rusak, rusaklah seluruh organ tubuh lainnya.
Kata baik (shaluhat) dapat dipadankan dengan kata selamat. Jika hatinya selamat, selamatlah seluruh organ tubuh lainnya. Kata rusak (fasadat) dapat dipadankan dengan kata celaka. Jika hatinya celaka, celakalah seluruh organ tubuh lainnya.
Dengan begitu, menjaga hati kita agar tetap berada dalam kategori baik sangat penting karena akan menentukan keselamatan kita. Menjaga hati agar tetap berada dalam kategori baik tentu tidak akan semudah mengucapkannya. Oleh sebab itu, kita perlu menjaganya dengan kiat khusus.
Hasan al-Bisri RA, salah seorang tabi'in terkemuka, pernah berkata, “Hati itu rusak karena enam hal.” Maka, kita harus berhati-hati dengan enam hal yang berpotensi merusak hati.
Pertama, melakukan dosa dengan berangan-angan akan segera ditobati dan yakin Allah akan menerima tobatnya. Kedua, mengetahui ajaran Islam, tetapi tidak berusaha mengamalkannya. Ketiga, mengamalkan ajaran Islam, tetapi tidak ikhlas lilaahi ta'ala. Keempat, menikmati rezeki dari Allah, tetapi tidak berusaha mensyukurinya. Kelima, tidak ridha menerima ketentuan dari Allah. Keenam, menguburkan jenazah saudaranya, tetapi tidak mengambil pelajaran darinya.
Maka, agar hati tidak rusak sehingga merusak organ tubuh yang lainnya, kita harus bekerja ektrakeras guna menghindari enam hal yang dikemukakan oleh Hasan al-Bisri tersebut. Lalu, bagaimana kiatnya?
Pertama, kita jangan memandang remeh dosa tak terkecuali dosa kecil. Sebab dosa kecil (saja) apabila dilakukan berulang-ulang dapat berubah menjadi dosa besar. Dengan kata lain, kita harus bekerja ekstra keras untuk menghindari dosa. Lebih jauh, apabila kita menyadari telah melakukan dosa jangan berhenti meminta pengampunan pada Allah. Rasulullah SAW sendiri yang dijaga dari perbuatan dosa (ma'shum) senantiasa beristighfar seratus kali setiap harinya. Apalagi, kita?
Kedua, kita bertekad untuk mempelajari ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sepanjang hayat di kandung badan. Di samping itu kita bertekad untuk mengamalkannya sedikit demi sedikit dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga, kita bertekad untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya karena kita yakin dengan firman Allah dalam QS An-Nisa [4] ayat 125 dan QS al-Mulk [67] ayat 2. Keempat, kita bertekad untuk mensyukuri rezeki yang diberikan Allah kepada kita karena kita yakin dengan firman-Nya dalam QS Ibrahim [14] ayat 7.
Kelima, kita bertekad untuk menerima dengan ridha ketentuan Allah yang baik dan yang buruk terhadap kita karena kita yakin itulah yang terbaik buat kita. Keenam, kita bertekad untuk mengambil pelajaran dari kematian saudara-saudara kita karena kita yakin suatu hari akan mengalaminya juga. Wallahu a'lam.     (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, syukur,  syukur)


***)republika

KEINDONESIAAN DAN KEISLAMAN

Upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman dalam perjalanan Republik Indonesia selama 69 tahun menarik untuk dikaji. Sejak dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang berlangsung 28 Mei-22 Agustus 1945, hubungan agama (Islam) dan negara (Indonesia) telah menjadi masalah pelik. BPUPKI telah merumuskan Piagam Jakarta yang menjadi Pembukaan UUD. Rancangan UUD itu akan disahkan dalam persidangan PPKI. Namun, sehari sebelumnya sekelompok pemuda yang mengaku mewakili umat Kristen dari Indonesia timur mendatangi Bung Hatta dan menyatakan tak akan bergabung dengan Republik Indonesia karena Piagam Jakarta ada kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Esoknya Bung Hatta mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam, yaitu Ki  Bagus Hadikusumo, KHA Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimedjo,  dan Teuku Mohamad Hasan untuk membahasnya. Dengan jiwa besar, rasa tanggung jawab, semangat mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan, mereka berani mencoret tujuh kata Piagam Jakarta sehingga Pembukaan UUD berbunyi dan tertulis seperti sekarang. Kementerian Agama Sejarah menunjukkan, penyatuan kekuasaan politik dan agama pada kerajaan di Jawa, khususnya Mataram, bukan hanya terjadi di tingkat pusat, melainkan juga di tingkat bawah. Salah satu lembaga yang diwarisi dari masa lalu dan tumbuh subur masa penjajahan Belanda adalah kepenghuluan. Tugasnya mengawasi pernikahan, perceraian, dan pembagian warisan menurut hukum Islam. Zaman pendudukan Jepang, dibentuk Shumubu (Kantor Urusan Agama). Dalam Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada November 1945, anggota KNI Daerah Banyumas KH Abu Dardiri dkk mengusulkan pembentukan Kementerian Agama. Usul didukung anggota KNIP dan diterima dengan Menteri Agama pertama HM Rasyidi. Kementerian Agama (Kemenag) menurut saya merupakan konvergensi atau paduan antara keindonesiaan dan keislaman. Pengadilan Agama yang semula berada di Kemenag telah pindah ke dalam lingkungan Mahkamah Agung. Pendidikan Islam berada di bawah Kemenag dan pendidikan umum berada di bawah Kemdikbud. Sayang sekali bahwa Kemenag belakangan ini tercemar akibat (dugaan) korupsi. Kalau diperbaiki, Kemenag akan menjadi kementerian yang berperan amat strategis. Syaratnya: sang menteri harus bersih dan membersihkan, paham masalah, khususnya posisi agama di mata konstitusi, dan berani. Perkembangan Munas Ulama NU pada 1983 mengesahkan Dokumen Hubungan Islam dan Pancasila yang diperkuat dengan Keputusan Muktamar NU 1984. Secara resmi NU menerima Pancasila. Sikap NU itu diikuti oleh PPP dan hampir semua ormas Islam. Penerimaan Pancasila oleh umat Islam melalui ormas-ormas Islam tak berarti masalah sudah selesai. Masih terdapat perbedaan dalam menafsirkan Pancasila. Salah satunya ialah perbedaan persepsi terhadap HAM. Perbedaan di dalam kalangan Islam juga tampak dalam menyikapi kelompok Ahmadiyah dan Syiah. Sebagian ulama mendasarkan sikapnya semata-mata berdasar ajaran agama Islam dan sebagian lain mendasarkan diri pada ketentuan UUD. Pemerintah lamban menghadapi kelompok pelaku kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah atau Syiah. Kini kita juga melihat perkembangan yang amat berbeda. Muncul keinginan memberlakukan syariat Islam, tetapi tak diuraikan syariat Islam seperti apa yang dimaksud. Juga muncul kelompok yang menginginkan berdirinya negara Islam. Munculnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan ISIS yang membahayakan keberadaan negara Republik Indonesia membuat kita sadar bahwa cukup besar potensi masalah yang bisa mengancam kita. Dasar negara Pancasila ternyata tak mampu menghasilkan negara yang adil secara hukum dan secara sosial, masih banyak orang miskin dan kekurangan gizi. Masih banyak penduduk yang belum bersekolah. Kekayaan sumber daya alam kita banyak dikuasai pihak asing. Lebih dari lima juta tenaga kerja terpaksa bekerja di luar negeri. Pancasila itu baru di atas kertas, belum terwujud secara nyata di dalam kehidupan. Itu terjadi karena birokrasi pemerintah dan pejabat banyak yang menyalahgunakan kekuasaan. Hukum belum tegak sehingga penyalahgunaan kekuasaan leluasa. Tak ada jaminan bahwa mendirikan daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah akan mampu secara langsung mewujudkan negara hukum dan memperbaiki birokrasi pemerintah. Selama kita belum berhasil menerapkan Pancasila dalam kehidupan nyata, dimulai dari sila keadilan sosial dan sila ketuhanan YME, kita akan terus menghadapi kelompok-kelompok yang beranggapan bahwa Pancasila harus diganti dengan Islam sebagai dasar negara. 
(hidayah, hikmah, keyakinan, toleransi, takwa, )


***)Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng

Senin, 23 Maret 2015

DUA PELAJARAN DARI NYAMUK

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih kecil lagi....” (al-Baqarah: 26). Di dalam Tafsirnya, Ibnu Katsir mengemukakan penjelasan yang sangat menarik. Bahwa, nyamuk itu hidup ketika lapar dan menjadi mati ketika kenyang. Ar-Rabi' bin Anas mengatakan, “Demikian itu adalah perumpamaan bagi mereka (orang-orang kafir, munafik, dan fasik). Mereka hidup hanya memburu dunia. Maka, ketika mereka bergelimang dengan dunia, tiba-tiba Allah membinasakan mereka. Sebagaimana firman-Nya, “Maka, tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan (dunia) untuk mereka. Sehingga, apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Jadilah ketika itu mereka terdiam tak berkutik lagi.” (al-An'am: 44).
Berkaitan dengan nyamuk ini, paling tidak ada dua pelajaran yang sangat penting. Pertama, kita tak boleh terpesona dengan harta benda yang melimpah ruah dan peradaban materi yang menjulang tinggi yang dimiliki dan dibangun oleh orang-orang yang tak beriman. Tingginya peradaban fisik dan hebatnya kekuatan ekonomi belum tentu sebagai lambang kesuksesan atau kejayaan suatu bangsa. Manusia, baik dalam skala pribadi, masyarakat, bangsa, maupun negara bila terbuai dengan dunia dan melupakan ajaran-ajaran Allah, niscaya binasa. Sebagaimana nyamuk yang pasti mati ketika sangat menikmati menghisab darah hingga kekenyangan. Itulah, hanya karena capaian materi dan ekonomi yang sangat besar tak boleh membuat kita takjub kepada mereka. Dengan kekayaan yang melimpah bisa saja justru mereka terkubur mengenaskan. (Lihat: at-Taubah: 55).
Kedua, hati-hati dengan perangkap dunia. Yang terperangkap dengan dunia dengan segala bentuknya bukan hanya orang-orang kafir, tapi bisa saja kita orang-orang yang beriman. Bahkan, bisa para aktivis pergerakan dan dakwah. Sepanjang sejarah, gerakan dakwah tidaklah menang karena adanya fasilitas harta. Dan, tidak pernah kalah karena minimnya sarana dan prasarana dunia. Justru sebaliknya, elan perjuangan menjadi lemah ketika dunia mulai masuk dalam kehidupan mereka dan akhirnya benar-benar kalah ketika mereka telah bergelimang dengan harta. Lagi-lagi, inilah filosofi nyamuk. Ketika dalam kondisi lapar, sangat lincah, bisa terbang ke sana ke mari dan bisa menggigit dengan tajam sekali. Milintansi luar biasa. Tapi, ketika nyamuk itu sudah terlalu kenyang, ia tak bisa terbang lagi. Tak perlu dibunuh, nyamuk itu dengan sendirinya pasti mati.
Karena itu, para aktivis gerakan dakwah hendaknya selalu waspada dengan jebakan dunia ini. Musuh-musuh dakwah telah banyak yang mengetahui bahwa untuk menghentikan gerakan dakwah tak perlu dibantai para aktivisnya. Cukup beri mainan dunia kepada mereka hingga mereka benar-benar terbuai dengan dunia itu. Bila sudah hanyut dengan dunia, aktivis dakwah niscaya kehilangan militansi. Bahkan, tak akan berdakwah lagi. Karena itu, Imam Al-Banna Sang Mujahid Dakwah mengajarkan, “Shunduquna juyubuna”. Artinya, meski dengan segala kekurangan, modal dakwah kita adalah dari saku-saku kita sendiri. Ingat, kata Al-Banna, tangan yang suka menerima tak akan bisa memukul. Wallahu a'lam.    (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, )

Minggu, 22 Maret 2015

HIDUP BAHAGIA DENGAN SHALAT DHUHA

Jika kita menginginkan hidup bahagia, keberlimpahan materi dan ketercukupan akan segala kebutuhan, jadilah orang yang gemar melaksanakan shalat dhuha dengan ikhlas karena Allah SWT. Sebab dengan begitu, apa yang kita cita-citakan akan segera terwujud.
Menurut Imam At-tirmidzi dan Imam Ath-Thabrani, dalam hadist yang mereka riwayatkan, bila seseorang menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid, lalu ia berdiam di tempat salatnya sapai tiba waktu dhuha, kemudian ia tunaikan salat dhuha, maka ia akan mendapatkan pahala seperti naik haji dan umrah.
Zaid bin Arqam ra, salah seorang sahabat Rasulullah SAW, saat beliau melihat orang-orang yang sedang menunaikan salat dhuha, pernah berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
“salat dhuha itu adalah salatul awwabin (salat orang yang kembali kepada Allah SWT), setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja yaitu pada waktu anak anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” HR Muslim.
Para alim ulama dan awliya’ sangatlah menjaga salat dhuha mereka. Imam Syafi’i pernah berkata: “Tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk tidak menunaikan salat dhuha.”
Tentu kita bisa memulainya dengan yang ringan lebih dulu, dari dua rakaat umpanya. kemudian, setiap hari semakin meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya.   (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa)

Sabtu, 21 Maret 2015

HARAPAN SEJATI


Harta, takhta, anak, istri, keluarga, serta seluruh atribut yang menyertai kehidupan manusia hanyalah titipan dari-Nya. Semua itu merupakan amanah yang harus disyukuri sepenuh hati dan ikhlas menyerahkannya ketika diminta kembali. Memang tak mudah, tauhidlah yang menjadi fondasinya. Dengan tauhid sejati, semua amanah dari Tuhan akan menjadi kebaikan dan harapan sejati, bekal di keabadian.
Mungkin ini salah satu makna dari pendidikan yang disampaikan Luqmanul Hakim kepada anaknya dan diabadikan Allah SWT dalam firman-Nya, "...Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, `Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS Luqman [31]: 13).
Pesan Luqman kepada anaknya tentang tauhid merupakan fondasi utama dalam melahirkan sifat mulia lainnya. Tauhid yang benar akan membuat seseorang bersikap selalu ingin mendapatkan keridhaan Allah, bukan demi pujian manusia atau kepentingan pribadi.
Seluruh napas, sikap, dan perilakunya diorientasikan kepada Allah SWT. Baginya kekayaan, jabatan, dan seluruh atribut itu hanyalah titipan. Saat harta diminta, dari semula kaya raya menjadi miskin, kita akan sanggup menerimanya. Pun demikian, awalnya menjabat, kemudian pensiun, kita telah menyadari dan mempersiapkannya.
Kuatkanlah selalu kesadaran bahwa semua kebanggaan dalam hidup merupakan ujian, apakah kita mampu mensyukuri atau sebaliknya, kufur nikmat. (QS at-Tag habun [64]:15).
Bilamana kufur nikmat menguasai, siksaan akan datang tidak hanya di akhirat, tapi juga di dunia. Allah SWT memberikan peringatan di surah at-Taubah ayat 55.
Anak dan harta merupakan kebanggaan.
Kepada keduanya harapan masa depan dititipkan. Warisan dan sekolah yang terbaik untuk anak pasti disiapkan. Hanya kita kerap lupa bila keduanya hanyalah amanah, kapan pun pemilik sejatinya meminta, ikhlas menyerahkannya.
Lagi-lagi, tauhid yang kokoh menjadi kekuatan. Anak yang hebat, gagah, dan cantik hanyalah ujian, apakah menjadi anak yang saleh sebagaimana dicontohkan Luqman di atas.
Sebuah jihad yang luar biasa dari orang tua untuk anak-anaknya. Rezeki yang dinafkahkannya harus terjamin halal dan toyib, keteladanan, didikan, dan lingkungan harus memastikan anak tumbuh sebagai pribadi yang kuat imannya dan mulia akhlaknya.
Akhirnya, hanya harta yang dimanfaatkan untuk kebaikan, ilmu yang bermanfaat, ibadah vertikal dan horizontal yang optimal, serta anak salehlah yang akan menjadi harapan.
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS al-Kahfi [18]:46).

(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, sabar, syukur)

Jumat, 20 Maret 2015

KESABARAN YANG MULIA

Kata sabar sering kali tidak indah pada era yang serba cepat dan instan. Kata tersebut banyak tak berlaku jika keadaannya menunggu pesawat delay, menunggu antrean yang teramat panjang, atau bahkan jika urusannya berkaitan dengan hukum.
Seseorang yang telah jelas bersalah dalam hukum, tidak jarang bersilat lidah dan mencari kambing hitam demi menemukan kebebasan tanpa syarat sehingga melupakan perilaku sabar dengan membiarkan hukum yang adil mengatur jalannya proses keadilan.
Padahal dalam Islam, kesabaran merupakan kunci sukses, terutama bagi seorang pemimpin. Baik pemimpin keluarga maupun pemimpin suatu negara. Mengenai kesabaran, Allah sampaikan demikian indah dalam Alquran. "Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami."
Orang sabar selalu mampu memberi pengaruh baik bagi diri dan sekitarnya. Karena jaminan Allah bagi orang sabar, yaitu kemampuan memberi petunjuk yang baik dengan menganjurkan dan melaksanakan perintah, serta melarang dan meninggalkan muharramat Allah dan Rasul.
Kesabaran bukan berarti berhenti berbuat, ia merupakan tindakan produktif untuk pengaruh positif terbesar dengan risiko negatif terkecil. Tindakan sehatlah yang menjadi acuan utama dari sikap ini.
Kesabaran tidak tunggal sebab hal ini bisa menjadi suatu kemuliaan, selain juga termasuk suatu kewajiban. Banyak orang menyangka dirinya penyabar yang mulia, tetapi sebenarnya ia sedang melakukan suatu kesabaran yang memang wajib dilakukan. Suatu kesabaran yang mau tidak mau harus dipilih agar tetap menjadi orang sehat.
Kesabaran mulia adalah kesabaran yang dipilih oleh seseorang untuk menentukan seberapa bertakwa dirinya kepada Allah. Seberapa mampu dirinya mendapatkan suatu kehormatan setelah lulus dalam beberapa ujian dan musibah.
Dalam kisah anbiya'contohnya, setiap mereka yang beriman dan mengikuti dakwah, kemudian Allah uji mereka dengan musibah yang berat, maka ia termasuk penyabar yang mulia.
Karena itu, Allah mencontohkan nama-nama nabi, seperti Ismail, Idris, dan Zulkifli sebagai orang sabar terhadap ujian dan musibah, sedangkan mereka dalam perilaku baik. "Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar." (QS al-Anbiya' [21] : 85).
Sabar anbiya'inilah yang dimaksud dengan sabar mulia.
Sabar yang dilakukan orang mulia dengan dasar akal budi dan moral sehingga pengaruhnya termasuk kemuliaan dan hudan.
Sebaliknya, pembangkang Nabi Nuh, Nabi Luth, dan nabi-nabi lain yang ditimpakan musibah kepada mereka, mau tidak mau mereka harus bersabar. Kesabaran seperti inilah kesabaran yang merupakan kewajiban. Karena mau tidak mau, kesabaran harus menjadi sikap dan tindakan. Ini disebabkan keburukan muncul karena suatu kesalahan. Wallahu a'lam. 
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, sabar)

M A N U S I A


Teori tentang sifat dan tabiat manusia telah banyak dikemukakan oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu teori yang sangat terkenal adalah teori libido seksual Sigmund Freud. Menurut teori ini, manusia menjadi sehat bila kebebasan seksnya tidak terhambat. Manusia yang hidup dengan aturan moral, demikian menurut teori ini, akan mengalami gangguan emosional alias stres. Karena itu, kata Freud, hanya dengan kekuatan seksnya manusia terbebas dari jeratan hidup.
Teori ini sepintas mengandung misi pembebasan manusia. Seakan sifat naluri manusia hanya cukup diselesaikan (diatasi) melalui kegiatan seks bebas. Padahal kebebasan manusia yang hakiki adalah kebebasan moral yang menaungi dan menghargai setiap tuntutan kehidupan pribadi dan umat. Teori Freud, nampaknya hanya ingin melestarikan tabiat (sifat) kebebasan manusia yang diperbudak oleh nafsunya semata. Sementara hak dan kepentingan orang lain (umat) dilalaikan.
Murtadho Mutahhari dalam bukunya Manusia Menurut Alquran mengritik teori Freud. Ia mengatakan, teori Freud sangat cocok dengan kepentingan penguasa: yang lemah ditundukkan dan yang kuat bebas berkuasa. Teori Freud, demikian Mutahhari, menyiratkan bahwa bila Anda kuat, Anda dapat berbuat apa saja selama tidak diprotes oleh orang lain. Sementara bila Anda lemah, reaksi orang lain akan membatasi kebebasan Anda. Dalam Alquran, manusia tidak serendah seperti yang dibayangkan oleh Freud. Alquran memang menggambarkan sifat paradoksal manusia yang dalam dirinya terdapat sifat baik dan sifat jahat (Q. S. 91: 8). Tetapi potensi positif manusia sangat dikedepankan oleh Alquran.
Manusia, menurut Alquran, dibedakan antara kata insan dan basyar. Kata insan yang berasal dari kata anasa, nasiya dan al-uns, menunjuk suatu pengertian sikap, kecerdasan menalar, menyesuaikan diri dengan realitas perubahan, berbudaya, menghargai tata aturan etik dan tidak liar. Karena itu, kata insan selalu digunakan oleh Alquran dalam konteks penjelasan fungsi manusia sebagai pemegang amanah, penegak amal saleh, dan penjelasan potensi lainnya. Abas Mahmud Aqqad dalam bukunya Al-Insan fi Alquran menyebut tiga fungsi kewajiban manusia. Pertama, tabligh (kewajiban menegakkan agama Allah). Kedua, berilmu. Ketiga, beramal (berkewajiban melaksanakan agama Allah).
Sedangkan kata basyar yang berarti kulit, digunakan untuk menyebut semua makhluk. Manusia dalam arti basyar (kulit) mengandung arti manusia yang bangun tubuhnya membutuhkan makan dan minum. Kehidupannya tergantung kepada kebutuhan materi. Kedua kata insan dan basyar mengisyaratkan bahwa manusia dalam ajaran Islam berada dalam dua dimensi.
Dalam dimensi insani, manusia berarti dibangun rohaninya agar hidupnya tidak bebas semau nafsu yang menyebabkan diri dan orang lain direndahkan. Sedang dalam dimensi basyari manusia bersedia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (materi)

(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, ). 

Kamis, 19 Maret 2015

HAKIM HUKUM LANGIT


Melihat perseteruan para penegak hukum juga pejabat, membuat sedikit banyak muncul ketidakpercayaan, bahkan sikap apatis ketidakpedulian lagi terhadap hal yang mereka seterukan. Kopral Jono seorang tokoh fiksi menyebutkan bahwa sudah tidak ada lagi kepercayaan dia terhadap penegakan hukum di negara kita, baik kepada para penegaknya maupun kepada sistemnya.
"Sarpin Effect" sekarang menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Setiap orang yang ditersangkakan dalam berbagai kasus korupsi menggugat praperadilan. Muncul peluang "permainan" di dalam prosesnya.
Jikalau kita menyandarkan seluruh aturan kepada aturan Allah SWT, kita bisa melihat Islam mendudukkan hakim pada posisi paling penting sebagai penjaga keadilan. Bahkan untuk urusan keadilan, dia diibaratkan sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Sampai-sampai nasib manusia bisa ditentukan olehnya.
Kata ahkam dan hakim terambil dari kata hakama. Makna ini ditarik dari kata hakamah yang berarti kendali. Ini karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar.
Seperti hukum, berfungsi menghalangi kezaliman. Hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia merupakan ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang didukung oleh ilmu. (al-Biqa'i). Seseorang yang ahli dalam melakukannya disebut hakim. Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya dialah hakim.
Imam Ghazali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama. Ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung, yakni Allah SWT. Jika demikian, tulis al-Ghazali, Allah merupakan Hakim yang sebenarnya. Karena, Dia yang mengetahui ilmu yang paling abadi.
Zat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia yang mengetahui wujud yang paling mulia karena hanya Dia yang mengenal hakikat, zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Karenanya, perlulah menyandarkan hukum yang kita gunakan kepada hukum yang ditetapkan Allah SWT.
Andai saja hakim dan para penegak hukum diangkat dengan kriteria menguasai, memahami, dan menjalankan ketetapan sesuai dengan hukum Allah SWT, bukan hanya lulus dari sekolah-sekolah ilmu hukum saja, melainkan juga disempurnakan dengan memahami Alquran dan hadis, insya Allah akan sesuai dengan kriteria hakim yang disebut oleh para imam termasuk imam al-Ghazali.
Dan, kita semua akan menjadi orang-orang yang tenang, gembira, dan beruntung mempunyai hakim-hakim berorientasi hukum langit seperti itu. Sebagaimana Junaid al-Baghdadi pernah ditanya, "Apakah wali adalah orang yang berjalan di atas bumi?"
Beliau menjawab, "Tidak."
"Apakah orang yang berjalan di atas air?"
Beliau menjawab lagi "Tidak." Lalu beliau menambah, "Wali adalah orang yang kamu lihat di tempat yang halal (memenuhi kewajibannya) dan kamu tidak menemuinya di tempat yang haram. Sesuatu yang membuat kamu dekat kepada Allah akan membuatmu merasa tinggi, tenang, gembira, dan beruntung.    (hidayah, hikmah, keyakinan, tokoh, kisah, pendidikan, )

Rabu, 18 Maret 2015

PELANGGARAN HUKUM


''Hai manusia, sesungguhnya kebinasaan umat terdahulu sebelum kamu hanyalah karena mereka tidak mau menghukum terhadap kasus pencurian yang dilakukan oleh golongan terhormat (pembesar dikalanganmu), sedang jika yang mencuri itu golongan rendahan (rakyat biasa) mereka melaksanakannya.'' (Hadis riwayat Bukhori-Muslim).

Persamaan di depan hukum merupakan pilar utama bagi tegaknya sistem kehidupan masyarakat yang salamah (tenteram, harmonis, dan demokratis). Sebab persamaan itu menjamin berlangsungnya keseimbangan bagi penyelenggaraan sistem kehidupan yang dinamis dan menjamin terselenggaranya keadilan.
Persamaan itu mencakup setiap hal yang dimiliki oleh manusia dalam derajat kemerdekaannya, yaitu kuasa berkehendak dan kuasa bertindak untuk mempertahankan dan memperjuangkan segala apa yang menjadi hak asasinya sebagai hamba Allah yang menyandang fungsi sebagai khalifah fil-ardh. Bentuk persamaan adalah sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan Allah dalam bentuk dan kadar yang sama. Mereka sama ketika dilahirkan dan ketika di hadapan Allah kelak di hari Kiamat (Q. S. 19: 93; 7: 172; 7: 6-9; 30: 31).
Dengan kemutlakan persamaan itu berarti Islam memberikan pengakuan dan perlakuan sama terhadap setiap jiwa atas harkat kemerdekaan dan derajat fitriah manusia. Mereka pun memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah.
Karena itu setiap manusia wajib dibebaskan dari perlakuan yang bersifat zalim, sekecil apa pun bentuk dan nilainya. Sebaliknya mereka harus mendapat perlakuan yang adil dan ma'ruf yang menjadi haknya tanpa batas apa pun terkecuali karena alasan yang hak (benar secara hukum). Inilah roh wibawa hukum. Dan tegaknya wibawa hukum merupakan titik tumpu bagi terwujudnya keadilan dan kemakmuran dalam masyarakat, bangsa, dan negara.
Wibawa hukum yang dimaksud ialah berjalannya otoritas hukum sebagai sesuatu yang mengikat, mengatur jiwa dan akal serta perilaku kehidupan anggota masyarakat, baik yang diperintah maupun yang memerintah. Salah satu faktor penting untuk membangun wibawa hukum ialah ditegakkannya hukum atas para pelanggar hukum tanpa pandang bulu. Terlebih terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan secara terang-terangan, yaitu yang dilihat, diketahui oleh aparat penegak hukum ataupun atas dasar laporan dan pengaduan masyarakat.
''Apabila perbuatan dosa (pelanggaran hukum) masih sembunyi-sembunyi, ia tidak membahayakan terkecuali terhadap pelakunya. Tetapi apabila telah terang-terangan namun tidak ditindak, pastilah akan membahayakan umat (masyarakat) keseluruhannya,'' sabda Rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Thabrani.
Ini berarti setiap aparat hukum dituntut segera melaksanakan proses hukum terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum yang terjadi, dan warga negara secara umum terancam moralnya bila bersikap diam.    (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, )

Selasa, 17 Maret 2015

HAKEKAT RENDAH HATI DALAM KEHIDUPAN


Subhanallah sahabat shalehku, memang rendah hati hormat kepada guru, orang tua, kakak, dan itu sebuah kewajaran dalam kebaikan akhlak. Tetapi hakikat rendah hati sebenarnya adalah takkala engkau sayang, akrab, duduk, makan bersama dengan orang orang yg papa, pembantu, tukang, supir, dan bersahabat tanpa jarak bersama mereka.
Dan boleh jadi mereka lebih mulia dari kita, boleh jadi yang mencium tangan lebih mulia dari yang dicium. 'kan yang paling tahu siapa kita hanya Allah, begini begitu karena aib kita masih ditutupi Allah kan?! Coba kalau Allah buka, pasti hina semua kita.
Baca Kalam Allah, "Sesungguh yg paling mulia diantara kalian adalah siapa yang paling takwa di sisi Allah" (QS Al Hujarat 13). Rasulullah bersabda, “Siapa yang bersikap rendah hati, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya, dan siapa yang bersikap sombong, maka Allah akan merendahkan derajatnya hingga derajat yg paling hina” (HR Ibnu Majah).
Karena itu jangan sekali kali sombong, “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dg sombong...” (QS Al Isra 37). "Sungguh hamba Allah yang selalu menghinakan dirinya di penghujung malam dengan banyak dan lama sujud dihadapannya, pasti buahnya sangat rendah hati kepada mahluk Allah.
Allahumma ya Allah hiasilah diri hamba dengan kesenangan ibadah kepada-Mu dan sifat rendah hati pada mahluk-Mu


***)republika
(hidayah, hikmah, kebesaran, takwa., syukur., sabar., kisah, )

Senin, 16 Maret 2015

K O R U P S I


Malu itu sebagian dari iman, demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Ucapan Rasulullah secara teologis mengisyaratkan setiap perbuatan hendaknya dilandasi rasa malu. Sifat baik tersebut hakikatnya menunjukkan kualitas iman seseorang.
Memang, manusia itu mahkluk bermoral ambigu, satu sisi menyenangi kebaikan dan di sisi lainnya kerap melanggar nilai dan norma. Kita membenci korupsi, tapi kita juga memberi ruang proses-proses berlangsungnya perbuatan tuna adab itu. Kita mengutuk suap, kolusi, dan nepotisme, tapi dalam kesempatan tertentu kita juga menjadi pelakunya.
Rasa malu dalam situasi seperti ini menjadi barang langka dan berlaku seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Padahal, jika rasa malu itu dipancarkan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, niscaya akan berlimpah kemaslahatan. Rasulullah Muhammad SAW mengatakan, "Malu itu tidak datang, kecuali dengan membawa kebaikan."
Internalisasi perilaku malu berbuat korupsi dan melawan hukum dapat diwujudkan dari keteladanan para pemimpin.
Bila pemimpin itu mewariskan kebajikan dan taat pada hukum, niscaya masyarakat juga akan meneladaninya.
Kedua, budaya malu dapat disosialisasikan di ranah keluarga. Peran orang tua sangat menentukan kualitas karakter dan martabat kepribadian anak-anaknya. Berbuat kebajikan untuk peduli kepada sesama dan larangan mengambil yang bukan haknya termasuk tindakan bermoral yang patut dibudayakan di lingkungan keluarga. Keluarga merupakan benteng utama menanam benih moral bagi pembentukan nilai-nilai kepribadian.
Ketiga, melestarikan budaya malu hendaknya diimplementasikan di lembaga pendidikan sekolah. Menurut Emile Durkheim, sekolah mempunyai tugas dan fungsi untuk menanamkan nilai-nilai yang bermanfaat guna mempertahankan sistem sosial. Sebagai salah satu agen sosialisasi, sekolah memiliki peran sentral, yaitu mengubah dan memproduksi berbagai sistem nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan yang diproduksi bisa berupa ilmu pengetahuan, kecakapan, nilai, dan sikap.
Keempat, penegakan hukum merupakan salah satu instrumen penting mewujudkan budaya malu di kehidupan masyarakat. Kerja kolektif dan sinergi antarlembaga sosial, politik, hukum, dan aparat kepolisian dalam memberantas korupsi serta-merta tak lepas dari pengawalan publik. Baik dan buruknya kualitas budaya malu tergantung pada tajam atau tumpulnya payung hukum itu ditegakkan. Bila payung hukum tempat berteduh pencari keadilan tersebut loyo dan rapuh, tak kalah berhadapan dengan uang dan kekuasaan, jangan harap rasa malu kepribadian bangsa ini bisa dirawat.
Terakhir, fungsi media massa sejatinya menjadi penopang nilai-nilai budaya bangsa. Melalui media diupayakan kerja kreatif berupa kampanye menggalakkan antikorupsi bisa diimplikasikan secara permanen. Sayangnya, iklan- iklan komersial tak mendidik, seperti iklan rokok yang nyaris membunuh jutaan orang, lebih sering menyergap ruang publik. Sebaliknya, iklan antikorupsi kering dan garing. Pertanyaannya, beranikah media massa kita mengampanyekan antikorupsi serupa dengan iklan rokok sehingga gaungnya berbunyi, "Peringatan: Koruptor Membunuhmu."
Sebuah pesan moral dari Rasulullah Muhammad SAW, "Sesungguhnya sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah bila kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu." (HR Bukhari).
Sayang sekali, bangsa kita gagal menyelami adab malu. Bangsa kita lebih suka berbuat apa saja tanpa rasa malu dan berakhir sebagai bangsa yang memalukan. Na'udzubillah
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, )

***)republika

L A P A N G D A D A


Istilah lapang dada, secara simbolik digunakan Allah SWT untuk menunjuk orang-orang yang kepadanya Ia berkenan memberi petunjuk atau hidayah, terutama hidayah iman dan Islam. Karena itu, seperti dituturkan Muhammad Ghazali dalam bukunya Khuluq al-Muslim, tak ada nikmat dan anugerah yang amat besar selain nikmat bersih hati dan lapang dada.
Allah berfirman, ''Siapa-siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, maka Dia melapangkan dadanya. Dan siapa-siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka Allah menjadikan dadanya sesak dan sempit'' (Q. S. 6: 125).
Nabi Muhammad sendiri, disebut Allah SWT sebagai orang yang telah dilapangkan dadanya (Q. S. 94: 1). Menurut Muhammad Ali al-Shabuni dalam buku tafsirnya Shafwat al-Tafasir, yang dimaksud dengan dilapangkan dadanya ialah bahwa hati Nabi SAW telah dipenuhi dengan iman, diterangi dengan cahaya kebajikan dan kebenaran, serta disucikan dari berbagai kotoran dan dosa-dosa. Di dalam dada yang lapang dan hati yang bersih itulah bersemayam iman dan takwa. ''Tempat takwa itu di sini!'' sabda Nabi Muhammad SAW, sambil menunjuk ke dadanya.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Abdullah bin 'Amr dibikin penasaran oleh ''keistimewaan'' salah seorang Anshar. Pasalnya, setiap kali melihat orang itu, Nabi SAW selalu berkata, ''Ini dia calon penghuni surga!'' Setelah diteliti dan diselidiki, Abdullah menjadi tahu keistimewaan orang itu. Dia adalah orang yang bersih hati dan lapang dada. (H.R. Ahmad).
Orang yang bersih hati dan lapang dada, seperti dikemukakan di atas, tak lain adalah orang-orang yang mampu menekan secara maksimal kecenderungan-kecenderungan buruk yang ada dalam dirinya, seperti rasa benci, dengki, iri hati, dan dendam kusumat. Sebaliknya, ia juga mampu dan berhasil mengembangkan potensi-potensi baik yang ada dalam dirinya menjadi kualitas-kualitas moral (akhlaq al-karimah) yang nyata dan aktual dalam kehidupannya.
Hanya orang yang lapang dada dan bersih hati seperti itu mampu dan sanggup mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dianjurkan oleh Nabi SAW. Juga hanya orang seperti itu yang dapat merasa senang dan gembira apabila melihat saudaranya mendapat kebaikan dan anugerah dari Allah SWT.
Orang yang demikian itu pula yang kelak akan mendapat perlindungan dari Allah SWT. Firman-Nya, ''(Ingatlah) pada hari di mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih dan lapang.'' (Q.S. 26:89). Semoga kita menjadi orang yang selalu berlapang dada.    (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, )


***)Republika

Minggu, 15 Maret 2015

MERAIH DOA 70RIBU MALAIKAT

"Tiada seorang Muslim pun yang membesuk saudaranya yang sakit, melainkan Allah mengutus baginya 70 ribu malaikat agar mendoakannya kapanpun di siang hari hingga sore hari dan kapan pun di sore hari hingga pagi harinya." (Musnad Ahmad 2/110).
Syaikh Ahmad Abdurrahman al Banna dalam syarahnya menjelaskan, "Shalawat malaikat bagi anak Adam ialah dengan mendoakan agar mereka diberi rahmat dan maghfirah. Sedang yang dimaksud dengan `kapan pun di siang hari', yakni waktu ia menjenguk. Jika ia menjenguknya pada siang hari, malaikat mendoakannya hingga sore hari dan bila ia menjenguknya pada malam hari, malaikat mendoakannya hingga pagi hari. Karena itu, orang yang berniat hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal siang atau bersegera begitu malam menjelang agar semakin banyak didoakan malaikat.
"Siapa yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiringi 70 ribu malaikat, semuanya memohonkan ampun untuknya hingga sore hari dan ia mendapat taman di jannah. Jika ia membesuknya di sore hari, ia akan diiringi oleh 70 ribu malaikat yang semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi dan ia mendapat taman di jannah."(Musnad Ahmad 2/206, hadis 975).
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya pada hari kiamat Allah SWT berfirman, `Hai anak Adam, Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku'." Dia berkata, "Wahai Rabb-ku, bagaimana saya menjenguk-Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?"
Dia berfirman, "Tidak tahukah kamu bahwa hamba-Ku, fulan, sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika kamu menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di sisi-Nya."(Diriwayatkan oleh Muslim, No 2569).
Menjenguk orang sakit diperintahkan Rasulullah SAW. Al Bara bin Azib RA meriwayatkan, "Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, melaksanakan sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan Nabi SAW melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutra, dibaj (sutra halus), qasiy (sutra kasar), dan istibraq (sutra tebal)." (Bukhari No 1239; Muslim No 2066).
Menjenguk orang sakit memiliki beberapa manfaat, di antaranya, pertama, menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang di sekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh. Hal ini dapat menenteramkan hati si sakit.
Kedua, menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien. Hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.
Ketiga, mencari tahu apa yang diperlukan si sakit. Keempat, mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit. Kelima, mendoakan si sakit. Keenam, melakukan rukiyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Alquran) yang syar'i. Betapa besar perhatian Nabi SAW agar setiap Muslim mau membesuk saudara Muslimnya yang sakit.   (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, kisah, pendidikan, )


***)republika

L I S A N



Manusia mungkin cenderung lupa dan kerap mengabaikan apa yang sebenarnya penting. Masalah lisan (lidah), misalnya, tidak jarang di antara kaum Muslim yang menganggapnya sebagai perkara biasa sehingga tidak heran jika banyak yang menggunakan lisannya secara tidak hati-hati.
Padahal, lisan ini karunia Allah yang sudah semestinya digunakan dengan sebaik-baiknya. Sebab, lisan juga bisa menjadi indikator sempurna tidaknya keimanan seorang Muslim. Rasulullah bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam." (HR Bukhari).
Demikian pentingnya lisan ini, sampai urusan super penting pun, yakni urusan masuk surga atau neraka, juga ditentukan oleh bagaimana seorang Muslim menggunakan lisannya.
Rasul SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat." (HR Bukhari-Muslim).
Penjelasan lebih lanjut makna hadis ini, Imam Nawawi menuliskan pendapat Imam Syafi'i dalam kitab Al-Adzkar, "Apabila seseorang ingin berbicara, hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya, maka berbicaralah, dan jika dia ragu, maka janganlah berbicara."
Sungguh menarik apa yang disampaikan Abu Hatim mengenai ini, "Lisan orang yang berakal di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya, maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat), dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya, dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya."
Sudah semestinya kita benar-benar waspada terhadap penggunaan lisan kita. Kurangi berbicara yang tidak jelas maslahatnya. Hindari berbicara tentang keburukan orang lain, apalagi mencari-cari kesalahan orang lain. Sebab, itu semua tidak akan mendatangkan kecuali kerugian bagi diri sendiri.
Terkait ini Rasulullah mengingatkan, "Wahai orang yang menyatakan beriman melalui lidahnya, tetapi keimanannya belum masuk ke dalam relung hatinya, janganlah kalian melakukan ghibah (menggunjing) terhadap kaum Muslimin dan jangan kalian mencari-cari kesalahan mereka. Sebab, barang siapa yang mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan menyingkap keburukannya dan barang siapa yang disingkapkan Allah keburukannya, maka Allah akan mempermalukannya walaupun dia bersembunyi di dalam rumahnya." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dengan demikian, mari sayangi diri kita, iman kita, ibadah kita, dan segala kebaikan yang telah kita upayakan sepanjang hidup ini dengan senantiasa waspada dalam berbicara. Sekiranya pun kita mengetahui keburukan orang lain, maka menutupinya jauh menyelamatkan daripada menyebarluaskannya. "Barang siapa menutupi kekurangan seorang Muslim, maka Allah akan menutupi kekurangannya di Hari Kiamat." (HR Muslim).
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, sabar, pendidikan, )

Sabtu, 14 Maret 2015

K E S A T U N A N


Ada empat sikap yang menjadi kunci kemuliaan, yaitu santun, rendah hati, berakhlak mulia, dan dermawan. Rasulullah SAW telah memberikan kita teladan dalam berbagai hadis, salah satunya sikap santun dan lembut. Diriwayatkan Abu Hurairah, "Suatu hari seorang Arab Badui buang air kecil di sudut masjid. Para sahabat kemudian berdiri untuk memukulinya. Namun, Rasulullah SAW memerintahkan, "Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air.
Sesungguhnya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemudahan, bukan untuk membuat kesukaran." (HR Bukhari).
Andai saja kejadian itu menimpa kita sekarang, tentu tidak akan jauh beda dengan sikap para sahabat. Namun, Rasulullah mengajarkan kesantunan dan kelembutan menjadi sikap utama.
Orang yang berani mengotori masjid tidak disikapi dengan keras. Justru dengan penuh kelembutan dan kesantunan, beliau memerintahkan sekadar membersihkan bekas kencingnya.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan pentingnya sikap arif untuk menyelesaikan suatu perkara dalam kerangka kebaikan bersama. Karena boleh jadi, si lelaki Arab Badui itu berbuat begitu karena kebodohannya. Perilaku bodoh jangan dibalas dengan sikap bodoh pula.
Selain itu, memang kita diajarkan untuk berkepribadian santun kepada siapapun. Seorang pelayan beliau, Anas, berkata, "Aku membantu Nabi SAW di Madinah selama sepuluh tahun. Aku hanyalah seorang anak kecil, tidak semua pelayanan yang aku berikan sesuai hati. Namun, beliau tidak pernah sekali pun mengatakan kepadaku, `Hei!', Beliau tidak pernah mengatakan, `Mengapa kamu lakukan ini! Atau, mengapa tidak kamu lakukan begitu!" (HR Bukhari dan Muslim).
Telah menjadi karakter Rasulullah bersikap lembut, sabar, dan penuh kesantunan terhadap siapa pun dalam keseharian.
Bukan hanya urusan pribadi, melainkan ketika berdakwah pun beliau menunjukkan sikap lembut dan santun.
Diriwayatkan Aisyah RA, ia bertanya kepada Rasul SAW, "Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada peperangan Uhud?" Beliau menjawab, "Aku mengalami berbagai peristiwa dari kaumku, yang paling berat kurasakan, yakni pada hari Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah kepada Abdu Yalail bin Abdi Kall, namun ia tidak merespons keinginanku. Aku kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa'alib, sebuah gunung di kota Makkah. Aku tengadahkan wajahku. Kulihat segumpal awan tengah memayungiku. Aku perhatikan dengan saksama, ternyata malaikat Jibril ada di sana. Lalu, ia menyeruku, `Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu.' Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki? Jika kamu kehendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku lakukan!' Beliau menjawab, `Tidak justru aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Nya." (HR Bukhari Muslim).
Perilaku lembut dan santun yang dilakukan Nabi Muhammad SAW merupakan prinsip utama bagi siapa pun yang mengaku mukmin dan berharap memperoleh keridhaan Allah. Sikap terpuji beliau yang tak pernah membentak ketika menyikapi seseorang merupakan akhlak utama yang wajib diteladani. Perilaku lemah lembut dan santun merupakan jalan pembuka kebaikan-kebaikan.
Kemuliaan tidak datang dari pangkat, jabatan, dan harta.
Pangkat dan jabatan mengenal pensiun, sedangkan harta akan habis. Kemuliaan akan datang dengan sendirinya, secara otomatis berdasarkan penilaian orang lain kepada kita atas semua kebaikan yang dilakukan. Oleh karena itu, bersikaplah santun, dermawan, rendah hati, dan berakhlak mulia kepada sesama tanpa kecuali. Wallahu a'lam
(hidayah, hikmah, keyakinan, kisah, takwa, syukur)

Jumat, 13 Maret 2015

BERKAHNYA HIDUP SEORANG MUSLIM



Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuh. Masya Allah, alangkah indahnya, bahagianya, dan berkahnya hidup seorang Mukmin itu, tiada hari yang ia lalui dengan sia-sia karena hidupnya dalam keteraturan.
Ia mulai bangun malam untuk shalat malam, muhasabah diri, dan diiringi istigfar di waktu sahur, dan tadabbarul Quran jelang fajar.  Kakinya ia langkahkan untuk shalat subuh berjamaah di masjid.
Sebelum mencari rizki yang halal ia lebih dahulu shalat Dhuha, ia jaga kehormatan dirinya dengan rapih. Auratnya ia tutupi, tak mau menyentuh, dan disentuh yang bukan mahramnya.
Wajahnya bersih dan nyaman dipandang buah selalu terjaga wudhu, murah senyum, dan rendah hatinya. Ia selalu syukuri nikmat Allah dengan sedekah, hati dan lisannya bergerak basah, dan asyik dalam dzikir.
Inilah awal, keteraturan keseharian orang beriman yang terjadi setiap hari. Tiada waktu kecuali bernilai ibadah dan menjadi bekal persiapan di akhirat kelak. 
Dan ia pun berazam mengamalkan hingga Allah mewafatkannya. Allahumma ya Allah tancapkan dihati kami, keluarga kami dan sahabat FB kami kekuatan dan keindahan iman, hiasilah hidup kami dengan kemuliaan akhlak dan selamatkan kami dari berbagai fitnah hidup di dunia sebentar ini…aamiin.

(hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, sabar, takwa, )

KAYA BAHAGIA, MISKIN MULIA

Pada suatu hari, serombongan fakir miskin dari sahabat Muhajirin datang mengeluh kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong semua pahala hingga tingkatan yang paling tinggi sekalipun."
Nabi SAW bertanya, "Mengapa engkau berkata demikian?" Lalu, meraka pun berujar, "Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa, tapi giliran saat mereka bersedekah, kami tidak kuasa melakukan amalan seperti mereka. Mereka memerdekakan budak sahaya sedangkan kami tidak memiliki kemampuan melakukan itu."
Setelah mendengar keluhan orang fakir tadi, Rasulullah SAW tersenyum lantas berusaha menghibur sang fakir dengan sebuah hadis motivasi. Dengan sabdanya, Rasulullah SAW berusaha membesarkan hati mereka. "Wahai sahabatku, sukakah aku ajarkan kepadamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka dan tidak seorang pun yang lebih utama dari kamu kecuali yang berbuat seperti perbuatanmu?"
Dengan sangat antusias, mereka pun menjawab, "Baiklah, ya Rasulullah." Kemudian, Nabi SAW bersabda, "Bacalah `subhanallah', `Allahu akbar', dan `alhamdulillah' setiap selesai shalat masing-masing 33 kali." Setelah menerima wasiat Rasulullah SAW, mereka pun pulang untuk mengamalkannya.
Tak lama berselang, setelah beberapa hari berlalu, para fakir miskin itu kembali menyampaikan keluhannya kepada Rasulullah SAW. "Ya Rasulullah, saudara-saudara kami orang kaya itu mendengar perbuatan kami, lalu mereka serentak berbuat sebagaimana perbuatan kami." Maka, Nabi SAW bersabda, "Itulah karunia Allah SWT yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki." (QS an-Nur [24]: 38).
Sungguh agung perilaku si miskin dan si kaya yang kita dapati dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim di atas. Keduanya memiliki sifat yang begitu mulia, saling berlomba-lomba dalam setiap kebaikan.
Si kaya yang beruntung dengan dikaruniai limpahan rezeki tidak menjadikannya bak si Qorun yang takabur dan bakhil. Ia sadar betul semua itu hanyalah titipan dari Allah SWT yang mesti digunakan di jalan yang semata-mata hanya untuk mencari keridhaan-Nya. Kekayaan tidak menjadikannya lupa daratan, tapi menyadarkannya untuk lebih bederma karena di dalamnya begitu banyak hak orang lain yang mesti ditunaikan.
Begitu pula dengan potret si miskin yang tidak mau kalah beramal. Ia selalui mencari solusi untuk bersaing secara sehat untuk mencari keunggulan dalam beribadah, sadar akan ketidakberuntungan materi tidak menjadikannya patah arang untuk memberikan pengabdian terbaik bagi Allah SWT.
Menjadi kaya atau miskin tentu membutuhkan mental untuk menerima kenyataan. Namun, yang terpenting kesiapan untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Allah SWT setelah diberi ketentuan satu di antara keduanya. Wallahu a'lam.   
(hidayah, hikmah, keyakinan, pendidikan, takwa, syukur, sabar.)



***)republika