Kita acap kali mendengar kata berkah, misalnya,
"ngalap berkah". Kita berupaya mendapat berkah. Kita yakin dalam
berkah itu terdapat manfaat lahir maupun batin.
Kita yakin dengan mendapatkan suatu berkah, hidup kita menjadi lebih baik,
lebih maju, dan lebih sejahtera. Selain itu, kita dijauhkan dari berbagai
kesulitan, penderitaan, marabahaya, atau hal-hal buruk lainnya.
Maka, apa pun caranya akan kita tempuh untuk mendapatkan berkah. Karena, berkah
menyangkut kehidupan kita. Tujuan dan harapan kita untuk masa depan yang lebih
baik.
Salah satu sifat Allah, yakni Sang Pemberi berkah. Dan, pada hakikatnya hanya
Allah yang memberi berkah, baik secara langsung melalui diri-Nya maupun secara
tidak langsung melalui sarana-sarana yang telah ditentukan-Nya secara gamblang.
Namun, akan lebih baik jika kita langsung memohon berkah itu kepada Allah dalam
setiap ibadah dan aktivitas kita.
Allah itu sangat dekat dengan kita, seperti yang Dia katakan, "Dan
sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS Qaf
[50]: 16).
Berkah itu, menurut Ar-Raghib Al-Asfahani, pakar kosakata Alquran, adalah
tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu. Dalam sebuah ayat disebutkan,
"Seandainya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami buka
keberkahan dari langit dan bumi untuk mereka." (QS al-A'raf [7]: 96).
Al-Khazin menafsirkan bahwa keberkahan langit, yakni hujan, keberkahan bumi
merupakan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan serta apa pun yang mengandung
kebaikan di bumi, seperti hewan-hewan, rezeki, keamanan, dan keselamatan dari
kehancuran. Semua itu merupakan keutamaan (fadilah) Allah dan ke baikan-Nya
untuk manusia. Hujan disebut berkah karena tetapnya berkah di dalamnya.
Demikian pula dengan tetapnya berkah di dalam tumbuh-tumbuhan bumi karena ia
tumbuh dari keberkahan langit, yakni hujan.
Berkah bisa juga bermakna banyak dan bertambahnya kebaikan. Al-Qurthubi, pakar
tafsir Alquran terkemuka, saat menafsirkan firman Allah, "Sesungguhnya
rumah yang pertama kali dibangun adalah di Makkah yang mengandung berkah dan
petunjuk bagi alam semesta." (QS Ali Imran [3]: 96) mengatakan bahwa Allah
menjadikannya diberkahi karena pahala amal-amal yang dikerjakan di sana dilipatgandakan.
Berkah di sini bermakna banyaknya kebaikan. Dalam hadis, misalnya, disebutkan
bahwasannya Nabi bersabda, "Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih
baik daripada seribu shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram (di Makkah)."
(HR al-Bukhari).
Berkah merupakan nilai baik pada sesuatu. Sesuatu yang baik dipastikan
mengandung berkah di dalamnya. Sebaliknya, sesuatu yang buruk dipastikan juga
tidak mengandung berkah. Harta benda kita bisa menjadi baik atau buruk
tergantung dari bagaimana kita mendapatkannya. Jika kita mendapatkannya dengan
cara yang baik, harta kita mengandung berkah.
Jika sebaliknya, tidak ada keberkahan di dalamnya, seberapa pun banyaknya harta
itu. Jadi, berkah termasuk nilai kualitas, bukan kuantitas. Sedikit tetapi berkah
itu lebih baik daripada banyak tetapi tidak berkah. Idealnya, banyak tetapi
berkah. Ini yang kita inginkan. Maka aktivitas kita menjadi penting juga
sekaligus menjadi kunci apakah kita mendapatkan keberkahan atau tidak.
Dengan demikian, jika kita mencari berkah, kita perlu juga memperbaiki diri dan
cara pencariannya. Dengan kata lain, kita perbaiki kualitas diri kita dan
langkah yang akan kita tempuh untuk mendapatkannya. Karena berkah sesungguhnya
tidak bisa kita dapatkan secara instan atau tiba-tiba turun dari langit
menghampiri kita tanpa kita usahakan.
Berkah merupakan hasil dari usaha baik kita yang diiringi dengan ketulusan dan
kerelaan hati. Kita ingin berkah karena kita menginginkan kebaikan dan kebaikan
tidak akan kita dapatkan jika kita menggunakan cara-cara yang tidak baik
apalagi sampai merugikan dan menyengsarakan orang lain. Wallahu a'lam.
(hidayah, pendidikan., hikmah, keyakinan, takwa.)
***)republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar