Sabtu, 28 Februari 2015

KERUSAKAN AKIBAT VALENTINE’S DAY


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah suadara-saudara syetan dan syetan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (Q.S. Al-Isra [17] : 27)
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentin (bahasa inggris : Valentine's Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Diantaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami istri, orang tua - anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine's day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Padahal dibalik itu semua, hari Valentin memiliki beberapa kerusakan di antaranya: Kerusakan Pertama : Merayakan Valentine Berarti Meniru Orang Kafir.
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca:tayabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah ... dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (ijma'). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho' Ash Shiroth Al Mustaqim.
Rasulullah ... memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau ... bersabda, "Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka." (H.R. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103)
Hadits ini  menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtido, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah ... menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau ... bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagain dari mereka." (H.R. Ahmad dan Abu Dawud.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman.
Allah .. sendiri telah menyebutkan sifat orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah ... berfirman, "Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (Q.S. Al-Furqan [25] : 72)
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri peryaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk 'aib (lihat Iqtido, 1/481).
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti.
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini. Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi ...? "Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?". Beliau berkata, "Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?" Orang tersebut menjawab, "Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya."
Beliau ... berkata, "(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi ... di atas : "Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai". Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
"Valentine" sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: "Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa". Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Luperus, tuhan orang Romawi.
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi "To be my valentine (Jadilah valentineku)", berarti sama dengan kita meminta orang menjadi "Sang Maha Kuasa". Jelas perbuatan ini kesyirikan yang besar, menyamakan mahluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah, "Adapun memberi ucapan selamat pada syi'ar-syi'ar kekufuran yang khusus  bagi orang-orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma' (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, "Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu", atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal itu bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine's Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat berkaitan erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatas-namakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan berhubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Naudzu billah min dzalik. Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah ... berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina. sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan sesuatu yang buruk." (Q.S. Al Isro' [17] : 32).
Kerusakan Keenam : Meniru Perbuatan Syetan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam cokelat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarna harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan syetan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah ..., "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan." (Q.S. Al Isra' [17] : 26-27).
Itulah sebagaimana kerusakan yang ada di hari valentine, mulai paganisme, kesyirikan, ritual Nashrahni, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine's Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya.
Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan masyarakat.
Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua. Wallahu A'lam.
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., pendidikan, )



***) M. Abduh Tuasikal, Msc.

Kamis, 26 Februari 2015

INI HUKUMAN ATAS PENGHINA NABI


Tragedi majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis, Rabu, 14 Januari 2015, tampaknya tidak berhenti dengan terbunuhnya 12 orang karyawan media massa itu. Gelombang protes dan unjuk rasa terus berlanjut sampai hari ini di berbagai belahan dunia.
Inilah yang dapat kita baca dan kita saksikan dari berbagai media massa. Namun demikian, belakangan terungkap bahwa tragedi itu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan reaksi atas perbuatan yang dilakukan oleh media Charlie Hebdo itu.
Seperti banyak diberitakan bahwa majalah Charlie Hebdo berkali-kali memuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad Saw. Apa sebenarnya status hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW?
Ulama besar Indonesia Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari (wafat 1366 H/1947 M) dalam kitabnya al-Tanbihat al-Wajibat menukil dari imam al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitabnya, al-Syifa, tentang kesepakatan umat Islam bahwa orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW hukumnya haram dan orang yang melakukannya wajib dihukum mati. Hukum dan hukuman ini diambil dari ayat-ayat Alquran maupun ijma’ para sahabat Nabi.
Di dalam Alquran terdapat ayat yang mengatakan, “Adapun orang-orang yang menyakiti Rasul Allah mereka akan mendapatkan azab yang memedihkan.” (QS at-Taubah [9]: 61). Ayat ini menunjukkan bahwa menyakiti Rasulullah SAW merupakan dosa besar dan diancam dengan azab yang sangat memedihkan.
Selain itu, dari ijma’ para sahabat, ada sebuah kisah ketika sahabat Abu Barzah al-Aslami mengatakan, “Suatu hari saya duduk di sisi khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Kemudian, beliau memarahi seseorang. Orang tadi lalu membantah keras terhadap Abu Bakar as-Shiddiq.
Maka kemudian, saya berkata kepada khalifah Abu Bakar, ‘Wahai pengganti Rasulullah, biarlah aku bunuh orang itu.’ Abu bakar kemudian berkata, ‘Jangan! Tetaplah kamu duduk! Karena membunuh orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak boleh, kecuali atas orang yang melecehkan Rasulullah SAW.”
Menurut al-Qadhi Abu Muhammad bin Nashar, tidak ada seorang pun sahabat Nabi yang membantah pendapat khalifah Abu Bakar ini. Maka, hal itu menjadi sebuah ijma’ (konsensus para sahabat) yang dipakai sebagai dalil oleh para imam untuk menghukum mati orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad SAW dengan segala macam cara.
Al-Qadhi ‘Iyadh juga menuturkan bahwa di samping berdasarkan ijma’, hukuman atas orang yang menghina Nabi Muhammad SAW juga berdasarkan qiyas. Karena perbuatan menyakiti hati Rasulullah SAW atau mengurangi derajatnya menunjukkan bahwa pelakunya merupakan orang yang sakit hatinya dan sekaligus termasuk bukti keburukan niat dan kekafirannya.
Itulah hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW, baik melalui cacian, tulisan, maupun karikatur. Namun demikian, umat Islam tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri. Dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar, para ulama baik klasik maupun kontemporer, seperti imam al-Ghazali (wafat 505 H) dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din, Imam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dalam kumpulan fatwanya, dan Prof Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul al-Da’wah, bersepakat bahwa dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar hal-hal yang berkaitan dengan sangsi dan hukuman menjadi wewenang pemerintah. Oleh karenanya, tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan menurut ajaran Islam.
Pelecehan terhadap seorang Nabi atau terhadap suatu agama haruslah diselesaikan melalui jalur hukum di negara tempat peristiwa itu terjadi. Maka, kasus Charlie Hebdo harus diselesaikan melalui proses hukum di negara Prancis. Demikian pula, pelecehan-pelecehan di setiap tempat di dunia ini, termasuk di Indonesia, harus diselesaikan melalui hukum yang berlaku di negara setempat. Pelecehan terhadap suatu agama yang tidak dijerat dengan hukum, justru akan menjadi sebab munculnya radikalisme baru. Wallahul muwaffiq.
(hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, Tuhan, )


ALASAN PERLU BELAJAR BERBAIK SANGKA



Suatu malam, seorang sultan bernama Murad ar-Rabi (1623-1640) diserang rasa gundah yang hebat. “Barangkali Tuan perlu turun lagi untuk melihat keadaan rakyat Tuan!” ujar kepala sipir yang sedari tadi memperhatikan kegundahan sultannya memberi masukan.
“Hmm, tidak ada salahnya juga. Jangan-jangan akan ada peristiwa penuh hikmah yang terjadi nanti,” batin sultan yang memiliki kebiasaan blusukan ini. Lalu, dimintalah sipir untuk menemaninya.
Dan benar saja. Di tengah-tengah jalan perbatasan kampung, beliau yang dalam blusukan suka menyamar ini melihat seseorang tergeletak sudah tidak bernyawa. Namun yang membuat miris, di jalanan yang masih banyak orang berlalu lalang, satu pun tidak ada yang mau mengurusnya.
Saat beberapa orang ditegur, dijawab sinis. “Biar saja. dia fasik, peminum khamar, dan penzina!”
“Tolonglah atas nama umat Nabi Muhammad, antarkan jenazah ini ke keluarganya!” ujar ar-Rabi iba.
Lalu dengan dibopong berdua sipir, jenazah ini diantarlah oleh beberapa orang ke alamat yang dimaksud. Sang istri menyambut dengan tangis kesedihan, namun penuh ketegaran.
Selain itu, para pengantar bergegas pulang dan sama sekali tidak ada keinginan untuk mengurusinya. “Mengapa kalian tidak ikut bersama mereka, meninggalkan jenazah ini, wahai wali Allah!” ujar si istri.
Disebutkan wali Allah ar-Rabi terhenyak kaget, “Bagaimana engkau sebut kami wali Allah, sedangkan di luar sana menganggap buruk pada jenazah suamimu ini?”
Dikisahkanlah kemudian kekhawatiran dirinya tentang amal suaminya selama ini. “Tidakkah engkau takut wahai suamiku, jika engkau masih melakukan amalmu itu, lalu engkau meninggal di tengah jalan maka tidak akan ada orang yang mau mengurus jenazahmu apalagi menshalatkanmu.”
Dijawablah oleh suamiku, “Jangan khawatir istriku jika itu terjadi, yang akan mengurus jenazahku nanti adalah wali Allah dan penguasa di negeri ini. Bahkan, yang akan menshalatkanku adalah para ulamanya.”
Amal yang dimaksud, yakni kebiasaan membeli botol-botol minuman khamar, lalu dibawanya pulang, kemudian dipecahkan dan dibuangnya ke selokan. Sedikit pun tidak diminumnya.
Selain itu, pada malam lain adalah mengetuk rumah perempuan “nakal”, kemudian memintanya untuk tidak membuka pintu bagi umat Nabi Muhammad. Kompensasinya membayar seharga laki-laki hidung belang.
Mendengar cerita sang istri salihah, ar-Rabi berdiri dengan derai air mata. “Demi Allah, saya adalah sultan di negeri ini. Dan besok saya akan perintahkan para ulama di negeri ini untuk menshalatkan suamimu itu!”
Subhanallah, kisah yang menggugah. Tidak sepantasnya kita liar dalam mempersangkakan orang di luar kita. Karena memang kita makhluk yang lemah dan terbatas dalam pengetahuan apa yang tersembunyi di balik setiap amalnya. Karena itu, pantaslah Allah berpesan, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS al-Hujurat [49]: 12).
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur,sabar,)

Rabu, 25 Februari 2015

NIKMAT HUJAN

Alhamdulillah, sekarang sudah memasuki musim penghujan. Di mana-mana hujan turun. Ada yang lebat, sedang, tapi ada pula yang ringan.
Ketika hujan turun, beragam cara kita menyikapinya. Ada yang senang, gembira, dan penuh suka cita karena sudah lama hujan tak turun. Tapi banyak pula yang kesal, marah, jengkel, dan kecewa, karena merasa dirugikan akibat hujan tersebut.
Bagi yang senang dengan turunnya hujan, di antaranya adalah petani. Sebab, hujan akan menyuburkan lahannya yang tandus atau gersang. Hujan membuat tanamannya menjadi subur, sehingga penghasilannya pun akan bertambah.
Tetapi hujan yang turun secara terus menerus, terkadang juga menjadibencana bagi petani. Hujan yang terus-menerus itu bisa menyebabkan tanamannya rusak.
Apalagi kalau sampai terjadi banjir, petani kerap mengeluh karena tanamannya menjadi puso atau gagal panen.
Seperti halnya petani yang mengeluh karena hujan yang turun secara terus-menerus, mayoritas umat manusia pun menyikapinya dengan cara yang sama.
Kesal, jengkel, marah, dan mengeluh, karena hujan telah merugikannya. Tak jarang, umpatan dan cacian terlontar dari mulutnya.
Mereka kecewa karena hujan merugikan dirinya. Para ibu pun tak kalah mengeluhnya. Jemuran tak kering, mau pergi ke mana-mana nggak bisa,nggak bisa pergi ke pasar, dan lain sebagainya.
Tukang ojek mengeluh karena hujan menyebabkan pendapatannya mungkin akan menurun. Dia tak bisa pergi mengantar penumpang, sebab penumpang lebih memilih naik angkutan umum.
Tetapi, di balik orang-orang yang mengeluh itu, banyak pula yang mensyukurinya. Sopir angkutan umum bersyukur dengan hujan yang turun, karena calon penumpang tukang ojek akan berpindah ke angkutan umum.
Tukang jual payung bersyukur karena jualan payungnya akan laris. Tukang jual jas hujan beruntung karena penjualan jas hujan akan meningkat.
Karena itu, tak semua orang merugi dengan datangnya hujan. Tak semua orang sengsara dengan hujan. Sebab, ada pihak lain yang mendapatkan manfaat dari hujan itu.
Lalu, bagaimanakah sikap kita sebagai seorang Muslim tatkala hujan turun? Sudah selayaknya kita bersyukur atas nikmat dan karunia Allah berupa hujan itu. Sebab, pada hakikatnya, tak ada satu pun ciptaan Allah SWT yang sia-sia atau tak bermanfaat.
"Yaitu orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dengan berdiri, duduk atau sambil berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS Ali Imran [3]: 191).
Dan Rasulullah SAW mengajarkan kepada umat Islam, agar selalu berdoa di saat hujan turun. "Allahumma shabiyyan naafi'an. Ya Allah, jadikanlah hujan ini membawa manfaat."
"Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia-lah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan hujan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS al-Baqarah [2]: 22). 
 (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, pendidikan, )


***)republika

Selasa, 24 Februari 2015

WASIAT SEORANG MENTERI

Kesempatan sering tidak datang dua kali. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai orang yang pandai memanfaatkan kesempatan yang datang untuk memperoleh kebaikan dan menghindarkan dari keburukan. 
Rasulullah SAW berpesan agar kita pandai memanfaatkan kesempatan sehat sebelum datangnya sakit. Kesehatan dan waktu luang merupakan dua nikmat yang membuat banyak manusia tertipu.
Doktor Muhammad Al Rusyaid rahimahullah, mantan menteri pendidikan di Kerajaan Saudi Arabia, memberikan wasiat yang sangat berkesan dalam akun Ttwitter-nya pada pengujung 2013 sebelum beliau wafat.
"Di ruang isolasi penuh dengan segala fasilitas, seperti lemari pakaian, pakaian yang baru, kamar mandi yang bersih, perawatan yang intensif, tapi ada dua hal yang tidak didapatkan, kesehatan dan kebebasan."
"Di ruang isolasi, saya seperti dipenjara. Saya ikut merasakan kesulitan-kesulitan yang dialami mereka yang berada di dalam sel. Saya menyadari kebodohan saya dahulu yang menganggap mereka mudah beradaptasi. Betapa agungnya para pejuang kebenaran yang sabar menghabiskan waktu yang lama tinggal di balik teralis besi."
"Berempatilah kalian terhadap orang-orang yang di penjara, baik mereka bersalah maupun tidak bersalah. Doakanlah untuk kebaikan mereka. Sesungguhnya terisolasinya mereka dari dunia luar membunuh mereka. Kesendirian mengakibatkan rasa waswas, membuka pintu depresi, dan menyebabkan penyakit fisik dan mental."
"Warna putih yang mendominasi di rumah sakit tidak hanya mengingatkan saya akan kain kafan, tapi justru mengingatkan saya akan noda-noda hitam dalam kehidupan saya pada masa lalu. Warna putih yang saya lihat memotivasi saya untuk membersihkan segala noda hitam yang ada pada diriku."
"Di ruang isolasi ini, saya memiliki banyak kesempatan untuk merenung. Setiap orang perlu menggunakan sebagian dari waktunya untuk menyendiri, merenung, dan bertafakur. Cobalah!"
"Kesehatan merupakan mahkota di atas kepala orang-orang yang sehat, hanya orang-orang sakit saja yang dapat melihat mahkota tersebut. Saya hafal kalimat tadi sejak kecil, tapi baru memahami kedalaman maknanya saat sekarang ini. Apakah Anda perlu pengalaman pahit terlebih dahulu untuk mengetahui suatu hakikat?"
"Setelah dilakukan pencangkokan sumsum tulang belakang dan pengobatan kemoterapi, selama 16 hari tanpa makan, hilang selera makan. Minum pun hanya seseruput dan terpaksa. Sesungguhnya nilai kesehatan itu mahal, siapakah yang mau memberi peringatan kepada orang-orang yang sehat?!"
"Sebagian penyakit tidak diketahui sebabnya seperti penyakitku ini, tapi masih banyak penyakit yang diketahui sebab-sebabnya. Orang yang pandai adalah yang memohon pertolongan kepada Allah, kemudian menghindari penyebab penyakit dan menjaga kesehatannya."
"Penyakit itu di satu sisi merupakan nikmat. Dengan sakit, ketergantunganku kepada Allah semakin kuat, orang-orang yang saya cintai berdatangan menjengukku, jiwaku terasa lebih jernih.Alhamdulillah."
"Pesanku untuk kalian! Bacalah wasiat-wasiatku di atas dengan teliti agar kita merasakan hidup ini penuh dengan kenikmatan! Ya Rabb, langgengkanlah kenikmatan untuk kami. Studimu waktu SMA dan universitas, semua spesialisasimu bagaikan debu sama sekali tidak bermanfaat saat malam pertamamu di kubur. Yang tersisa hanya pelajaran kelas satu SD tentang pertanyaan, ‘Siapa Rabbmu? Apa agamamu? Siapa nabimu?’"
Semoga Allah SWT menganugerahkan kesehatan dan kesejahteraan kepada kita semua. Semoga Allah menetapkan kesabaran bagi saudara kita yang sedang sakit dan keluarganya.
Semoga segala kesempatan yang Allah berikan kepada kami untuk bertobat dan beramal saleh dalam sisa umur ini dapat kami manfaatkan sebaik-baiknya. Amin.

***)republika


API CINTA


Ketika dakwah Islam masih dilakukan secara rahasia di Makkah, Abu Bakar meminta izin kepada Rasul untuk berdakwah secara terang-terangan.
Nabi Muhammad SAW awalnya tidak setuju karena jumlah mereka masih sedikit. Abu Bakar terus meminta izin, akhirnya Rasul SAW mengizinkannya.
Abu Bakar berkhotbah di Masjidil Haram agar masyarakat masuk Islam. Sekonyong-konyong kaum musyrikin mengeroyok Abu Bakar dan kaum Muslimin.
Utbah bin Rabi’ah memukulnya dengan sandal dan tangan, ia juga menendang dan menginjak tubuh Abu Bakar. Wajah beliau pun bersimbah darah. Hampir-hampir hidung Abu Bakar rata dengan wajahnya.
Beliau pun pingsan dan digotong pulang oleh kerabatnya. Abu Bakar dalam keadaan koma, para kerabatnya dari Bani Taim--meskipun belum masuk Islam—mereka marah.
Mereka segera mendatangi Ka’bah dan mengumumkan, “Jika dalam peristiwa ini Abu Bakar meninggal maka kami akan membunuh Utbah bin Rabi’ah.”
Ibu dan anggota keluarganya cemas setelah sekian lama barulah Abu Bakar menyadarkan diri. Kata-kata pertama yang keluar dari lisannya, “Bagaimana keadaan Rasulullah SAW?”
Ibu Abu Bakar cemas sekali kalau-kalau Abu Bakar meninggal. Abu Bakar bertanya lagi kepada sang ibu, “Bagaimana keadaan Rasulullah SAW?” Ibunya menjawab, “Ibu tidak tahu bagaimana keadaan temanmu itu.”
Abu bakar berkata, “Tolong ibu tanyakan kepada Fathimah binti Khaththab.” Ibunya segera pergi ke rumah Fathimah binti Khathab dan ia segera menjenguk Abu Bakar. Abu Bakar bertanya kepada Fathimah bagaimana keadaan Rasulullah SAW. 
Fathimah ragu menjawab karena ada ibu Abu Bakar di sampingnya yang belum masuk Islam. Abu Bakar mengatakan jangan khawatir karena beliau aman. Fathimah menjawab bahwa Rasul baik-baik saja. Abu Bakar bertanya lagi, “Di mana Beliau sekarang?” Umu Jamil menjawab, “Sekarang ada di Darul Arqam.”
Abu Bakar ingin menemui Nabi SAW. Ibunya menginginkan Abu Bakar makan dan minum untuk menguatkan badannya dan agar sakitnya tidak semakin parah. Namun, Abu Bakar bersumpah tidak akan makan dan minum sampai berjumpa langsung dengan Rasulullah SAW.
Ibunya menyerah melihat kemauan keras anaknya. Setelah keadaan sudah aman, akhirnya ibu Abu Bakar dan Fathimah mengantarkan Abu Bakar berjumpa Rasul di Darul Arqam.
Abu Bakar gembira melihat Rasulullah SAW selamat dan segera menghampiri untuk memeluk Nabi. Nabi yang memandang Abu Bakar dengan sedih segera dihibur oleh Abu Bakar bahwa lukanya tidak parah. 
Abu Bakar tidak ingin Rasul cemas memikirkannya. Abu Bakar memohon kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, tolong dakwahi ibu saya, ia sangat baik kepada anaknya. Doakan ibu saya agar Allah mengaruniakannya hidayah dengan masuk Islam semoga bisa selamat dari azab api neraka.”
Rasulullah SAW mendakwahi ibu Abu Bakar, Umul Khair, dan mendoakannya agar masuk Islam. Alhamdulillah, Allah lapangkan dada Umul Khair yang langsung mengikrarkan dua kalimat syahadat masuk Islam.
Faidah dari kisah di atas, yakni likulli mihnatin minhatun (setiap musibah diakhiri dengan karunia). Ibu Abu Bakar akhirnya masuk Islam. Selain itu, karena peristiwa penyerangan kaum musyrikin terhadap kaum Muslimin di Masjidil Haram menyebabkan Hamzah paman Nabi masuk Islam. Beberapa hari setelah kejadian pemukulan terhadap Abu Bakar, Umar bin Khathab pun masuk Islam.
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, kisah, pendidikan, syukur.)


***)republika

Senin, 23 Februari 2015

NA’AM, I AM MUSLIM !


Perenungan yang mendalam akhirnya mengantarkan Dr Jerald Dirks kepada hidayah Islam. Peristiwa penting itu terjadi ketika ia dan istrinya sedang menikmati liburan di Timur Tengah, 22 tahun silam.
Dirks juga tak pernah menduga, perkenalannya dengan seorang Muslim Amerika yang bernama Jamal akan berimplikasi panjang dalam hidupnya. Pertemuan tersebut terjadi pada musim panas 1991.

Ketika itu, Dirks dan istri nya, Debra, tengah melakukan penelitian tentang sejarah kuda Arab. Jadi, Jamal mem bantu keduanya menerjemahkan dokumen-dokumen berbahasa Arab untuk kepentingan penelitian tersebut."Kebetulan, Jamal juga seorang keturunan Arab," ujarnya.
Pertemuan pertama dengan Jamal berlangsung di rumah Dirks. Di situ, mereka membahas dokumen apa saja harus diterjemahkan nantinya.
Sebelum pertemuan ber akhir pada sore harinya, Jamal me minta izin kepada Dirks untuk melaksanakan shalat Ashar di rumah itu.
Waktu itu, Jamal menanyakan kepada Dirks apakah dia boleh menggunakan kamar mandi kami untuk berwudhu. "Dia juga meminjam sehelai kertas koran untuk digunakannya sebagai sajadah," kata Dirks.
Itu pertama kalinya Dirks dan istrinya melihat seorang Muslim melaksanakan shalat secara langsung dengan mata kepala sendiri. Ketika itu, Dirks mengaku sangat terkesan dengan gerakan-gerakan shalat yang indah.
Selama 16 bulan berikutnya, frekuensi pertemuan Dirks dengan Jamal perlahan-perlahan semakin meningkat hingga menjadi dua kali setiap pekannya. Kadang-kadang Dirks juga menyempatkan diri untuk bertamu ke rumah Jamal.
Selama mereka berinteraksi, Jamal tidak pernah sekali pun bercerita tentang agama Islam. "Dia juga tidak pernah menyinggung soal keyakinan saya atau membujuk saya secara lisan agar menjadi seorang Muslim," ungkapnya. Meski demikian, Dirks mulai mempelajari banyak hal tentang Jamal.
Mulai dari shalat yang dia tunaikan secara teratur hingga perilaku kesehariannya yang begitu menjunjung tinggi moral dan etika. "Saya juga kagum dengan cara Jamal bergaul dengan kedua anaknya," kata Dirks lagi.
Belakangan, hubungan pertemanannya dengan Jamal ternyata memiliki pengaruh cukup besar dalam perjalanan spiritual Dirks dan Debra. Karena, dari situlah keduanya mulai termotivasi untuk membaca lebih banyak lagi literatur tentang agama Islam.
Pada pengujung 1992, Dirks mulai meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar. Kendati demikian, dia masih ragu-ragu untuk memutuskan menjadi seorang Muslim.

Liburan 
Pada Maret 1993, Dirks dan istrinya menghabiskan waktu liburan mereka selama lima pekan di Timur Tengah.
Kebetulan pada waktu itu juga bertepatan dengan bulan Ramadhan sehingga mereka mendapati umat Islam di jazirah Arab itu tengah menjalani ibadah puasa.
"Saya dan Debra pun memutuskan, kami juga akan ikut berpuasa. Saya juga mulai melaksanakan shalat lima waktu bersama teman-teman Muslim lainnya selama berada di Timur Tengah," ungkapnya.Pengalaman tersebut menjadi kenangan unik bagi Dirks. Pasalnya, saat itu dia masih Kristen. Tambahan lagi, dia juga lulusan dari sekolah seminari bergengsi di Amerika. Dirks bahkan juga ditahbiskan sebagai pendeta dalam denominasi Protestan (Methodist) yang besar di negaranya itu.

Akan tetapi, dia tidak percaya pada konsep ketuhanan tritunggal dan keilahian Yesus. Jadi, ada semacam pergulatan intelektual ketika mempraktikkan ajaran Islam. "Sedang kan, pada saat yang sama saya belum lagi menjadi seorang Muslim," katanya.
Menjelang akhir liburannya yang panjang, Dirks dan Debra singgah ke Kota Amman, Yordania. Saat keduanya tengah berjalan-jalan di salah satu kawasan di kota itu, warga lokal (seorang pria tua) dari arah yang berlawanan menyapa pasangan suami istri tersebut dengan ucapan salam.
"Assalamualaikum."
Orang asing itu lantas menatap Dirks dan menanyakan apakah dia seorang Muslim karena menggunakan bahasa Arab. Mendapat pertanyaan seperti itu, Dirks hanya memiliki dua pilihan jawaban, na'am (ya) atau laa (tidak). "Alhamdulillah, saya akhirnya menjawab, na'am," ujar mantan pendeta itu. Istrinya yang ketika itu masih berumur 33 tahun juga menjadi seorang Muslimah pada waktu yang sama.  (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., syukur, Tuhan, )

Minggu, 22 Februari 2015

BERJIHAD MELALUI PENDIDIKAN


Kemajuan suatu bangsa, salah satunya ditentukan oleh kualitas pendidikan. Apa yang dikerjakan hari ini untuk sebuah pendidikan akan memiliki impact yang dahsyat untuk kemajuan bangsa di masa depan. Jangan pernah berhenti membangun bangsa melalui pendidikan. 
Diakui atau tidak selama ini sektor pendidikan masih kurang mendapat perhatian, meskipun dari segi anggaran mengalami peningkatan. Robohnya gedung sekolah, pro-kontra penyelenggaraan ujian nasional, belum meratanya sarana dan prasarana pendidikan, hingga masih rendahnya moral peserta didik, merupakan indikator belum diprioritaskannya sektor pendidikan.
Sementara itu, di beberapa daerah sektor pendidikan masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan yang kurang memadai, hingga masih sulitnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup yang menumpuk. Anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus mengubur keinginannya dan rela membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Kesadaran terhadap pentingnya berjihad melalui pendidikan harus dimiliki oleh semua warga negara. Terutama bagi para pemimpin sebagai penyelenggara negara untuk memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan yang berkualitas. 
Pendidikan merupakan aspek fundamental dalam meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman. Sehingga, bangsa yang ingin maju tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsa.
Pendidikan perlu dipikirkan sebagaimana juga pentingnya memikirkan eksistensi Republik ini. Keberadaan sebuah bangsa bukan sekadar dilihat dari iklim demokratisasi yang kondusif, namun juga dilihat dari tingkat kualitas individu-individu di dalamnya. Dan, wajah Indonesia di masa depan ditentukan oleh kondisi pendidikan manusia Indonesia saat ini. 
Karena itu, untuk membangun dan mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga menghasilkan manusia yang berkualitas pula, pemerintah selaku penyelenggara negara harus berani memprioritaskan terpenuhinya delapan standar nasional pendidikan (SNP) sebagai indikator keberhasilan sebuah pendidikan.  
Yaitu, standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Jika ke delapan standar itu dapat diwujudkan secara proporsional dan profesional, maka akan dapat mengantarkan kepada kualitas pendidikan dan sekaligus dapat menghasilkan kualitas sumber daya manusia. Buktikan!  



***)republika

Sabtu, 21 Februari 2015

FIKIH SOSIAL KIA SAHAL


 “Kiai Sahal Mahfudh adalah kiai yang berani menyeberang dari tradisinya sendiri.”  (Azyumardi Azra)
UMAT nahdliyin dan umat Islam Indonesia berduka terkait wafatnya Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh, Jumat (24/1) dini hari lalu. Kiai Sahal adalah sosok kiai yang alim ilmu ushul fiqih dan menjadi pencetus gagasan fikih sosial. Sejumlah karangan bunga ungkapan belasungkawa datang dari Presiden RI, pejabat, tokoh ormas Islam dan NU sendiri.
Sebagai seorang kiai-intelektual, Kiai Sahal memiliki penguasaan khazanah klasik Islam yang tidak perlu diragukan lagi. Kepakarannya dalam bidang fikih mampu mengantarkan kiai yang santun ini mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Salah satu gagasan penting yang dihasilkan Kiai Sahal adalah gagasan mengenai fikih sosial. Menurut Kiai Sahal, fikih perlu dihadirkan dalam bentuk yang baru, yang bukan hanya mengatur halal-haram, hitam-putih hukum-hukum Islam saja. Fikih juga digunakan sebagai alat untuk melakukan transformasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Secara epistemologis, fikih sosial dibangun di atas lima metodologi transformatif, yaitu kontekstualisasi doktrin fikih; beralih dari mazhab qouli (tekstual) menuju manhaji (metodologis); verifikasi doktrin yang ashal (fundamental-permanen) yang tidak bisa berubah, dan far’u (instrumental) yang bisa berubah; menghadirkan fikih sebagai etika sosial; dan mengenalkan pemikiran filosofis, terutama dalam masalah sosial budaya.
Lima metodologi ini bisa kita kaji dalam produk pemikiran Kiai Sahal itu, antara lain  pendayagunaan zakat, konservasi ekologis, emansipasi perempuan, pendidikan integralistik, pluralisme, dan pengentasan warga dari kemiskinan. Ia tetap berpijak pada kekayaan tradisi pesantren melalui pendekatan sosial humaniora yang transformatif.

Kritisisme sang kiai
Jelas di sini kita melihat bagaimana kritisisme Kiai Sahal terhadap fikih konvensional yang demikian hegemonik. Fikih seolah menjadi disiplin yang kaku, rigid, dan tidak bisa menjawab perkembangan zaman yang semakin maju. 
Fikih sebagai pengejawantahan ajaran Tuhan dalam realitas individu dan sosial kehilangan fungsi transformasi, baik secara struktural maupun kultural.  Fikih terjebak oleh tekstualitas, formalitas, dan simbolitas. Di sisi lain, perilaku masyarakat jauh dari nilai-nilai agama, khususnya doktrin fikih. Sekularitas, hedonitas, dan imoralitas menjadi fakta sosial yang lepas dari bimbingan agama.
Fikih sosial Kiai Sahal bergerak untuk mengubah kemiskinan, keterbelakangan, dan kemunduran masyarakat Kajen Pati, dari secara geografis tandus dan kering menjadi kaya, maju, dan, berperadaban. Bagi masyarakat tradisional, miskin-kaya adalah sebuah takdir Tuhan. Manusia tinggal menjalani hidup ini apa adanya, taken for granted. Namun, kiai santun tersebut terpanggil melakukan perubahan paradigmatik.
Fikih sosial dijadikan sebagai basis kritisisme Kiai Sahal atas fikih konvensional yang sulit menerima dijadikan sebagai alat untuk transformasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Namun, jangan Anda bayangkan kritisisme Kiai Sahal ini sama seperti kritisismenya Sadiq Jalal al-Azm, Nashr Hamid Abu Zaid, dan Ulil Abshar-Abdalla. Kritisisme Kiai Sahal adalah kritisisme moderat. Dia tak mau melampai tabu-tabu agama (Islam). Ada rambu-rambu ortodoksi yang masih dipegang dengan teguh oleh kiai karismatik ini. Dia tidak mau larut dalam ingar-bingar kontroversi. Dia menjauhi kontroversi yang, menurut dia, tidak perlu.
Semangat kritisisme Kiai Sahal ini berasal dari semangat ”ijtihad” yang menggelora pada dirinya. Menurut Kiai Sahal, ijtihad merupakan kebutuhan mendasar. Karena kebutuhan mendasar, dia berusaha untuk membekali dirinya sendiri dengan prasyarat-prasyarat keilmuwanan dan standar moral yang dijadikan modal memenuhi kebutuhan ijtihad tersebut.
Kiai Sahal berpendapat bahwa fikih sebetulnya adalah wilayah ijtihad, maka suatu ijtihad yang tidak mendatangkan kemaslahatan umum (maslahat al-ammah) haruslah direvisi. Di sini kita lihat bagaimana konsep kemaslahatan umum yang digunakan oleh Kiai Sahal mengadopsi konsep maslahat Imam Abu Ishaq As-Syatibi (W. 1388) yang terdapat dalam kitab Al-muwafaqaat.
Kiai Sahal menulis: ”Pada prinsipnya tujuan syariat Islam yang dijabarkan oleh para ulama dalam ajaran fikih (fikih sosial) ialah penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat, dan bernegara. Unsur-unsur kesejahteraan dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi saling memengaruhi. Apabila hal itu dikaitkan dengan syariat Islam yang dijabarkan oleh fikih sosial dengan bertitik tolak dari lima prinsip maqasid syari’ah (MA Sahal Mahfudh: Nuansa Fiqih Sosial, 4-5).
Kiai Sahal tidak heroik memproklamasikan ijtihad sebagaimana banyak agamawan lantang menggalakkan ijtihad. Kiai Sahal lebih tawaduk dan jauh dari sikap takabur. Kiai Sahal melakukan ijtihad dan mempromosikan hasilnya kepada masyarakat lewat karya-karyanya. Tulisannya pada 1985 tentang ijtihad sebagai kebutuhan, dan juga gagasan-gagasan dia tentang kontekstualisasi fikih, dan lain-lain, cukup menjadi bukti bahwa dia juga mempromosikan keniscayaan ijtihad itu.
Kritisisme moderat
Dalam hal ini yang menarik adalah bahwa dia menyarankan agar seorang mujtahid haruslah mempunyai ”kepekaan sosial” dan mampu melakukan ”analisis sosial” yang bagus. Ini maknanya bahwa seorang mujtahid haruslah mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai ilmu-ilmu sosial. Ini yang missing dalam kriteria ijtihad dalam fikih klasik, setidaknya tidak terungkapkan secara eksplisit. Ini adalah salah satu kritik mendasar dia terhadap praktik ijtihad konvensional yang sering kali hanya bersifat tekstual, dan mengabaikan realitas sosial.
Dia tidak memungkiri bahwa secara implisit prasyarat pengetahuan sosial itu memang ada, sebagaimana terjadi pada Imam Syafi’i dengan qaul qadim  (pendapat lama) dan qaul jadid (pendapat baru)-nya. Namun, yang implisit ini perlu dieksplisitkan dan menjadi prasyarat tambahan bagi para mujtahid.
Maka, benar apa yang ditulis Azyumardi Azra bahwa Kiai Sahal adalah kiai yang menyeberang dari tradisinya sendiri, dengan mengambil jalan kritisisme moderat. Selamat jalan, Kiai. Kita semua akan meneruskan gagasan fikih sosialmu. (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa, syukur, sabar. pendidikan,)


***)Republika : Sholahuddi

BERANI DAN PERCAYA DIRI



Dituturkan bahwa Abu Ghayyats az-Zahid yang tinggal di pekuburan di Bukhara berkunjung ke kota untuk menyambangi saudaranya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan putra mahkota, Nashr bin Ahmad. Anak amir itu asyik bermain-main dan bernyanyi-nyanyi dengan yang lainnya, keluar dari rumahnya. Hari itu kebetulan amir sedang menggelar open house.
Ketika Abu Ghayyats melihat ulah mereka, ia pun berujar dalam hati, "Duhai diri, satu hal sedang terjadi, jika kamu diam, berarti kamu bermitra dengannya." Kemudian, Abu Ghayyats menengadahkan kepalanya ke langit, meminta tolong kepada Allah SWT. Ia lalu mengambil tongkat dan menghalau mereka dengan sekali entakan. Mereka pun lari, mundur, hingga berakhir di rumah amir.
Lantas mereka menceritakan apa yang terjadi kepada amir. Amir pun memanggil Abu Ghayyats dan berkata, "Tahukah kamu, siapa yang membangkang kepada penguasa, maka ia akan makan siang di penjara!" Abu Ghayyats menjawab, "Tahukah Anda, siapa yang membangkang terhadap Allah, maka ia akan makan malam di neraka!"
"Siapa yang memberimu tugas ini?" tanya amir. "Yang memberimu tugas keamiran (kekuasaan)," jawab Abu Ghayyats. Sang amir menukas, "Yang memberi mandat kepada saya adalah khalifah."
"Dan yang memberiku mandat ini adalah Rabbul-khalifah (Tuhan khalifah)."
"Kalau begitu, saya angkat kamu untuk menangani perkara ini di wilayah Samarkand."
"Lengserkan saja saya darinya."
"Aneh orang ini! Kamu melaksanakan sesuatu yang tak diperintah, sedang yang diperintah justru tak kau kerjakan."
"Karena jika Anda mengangkat saya, maka Anda juga akan bisa melengserkan saya. Tapi, jika saya di tunjuk oleh Rabb saya, maka tiada seorang pun yang bisa melengserkan saya."
"Kamu perlu apa? Mintalah!" kata amir pula.
"Jadikanlah saya muda lagi," jawab Abu Ghayyats.
"Itu bukan wewenang saya."
"Apa kebutuhanmu yang lain?"
"Kau tulis surat kepada penjaga neraka agar tak menyiksa saya."
"Itu juga bukan wewenang saya," kata amir pula. "Hajatmu yang lain, apa lagi?"
  "Kaukirim surat pada penjaga surga agar memasukkan saya ke surga."
"Itu juga bukan wewenang saya."
Abu Ghayyats pun berucap, "Maka hiduplah bersama Rabb yang memiliki dan menguasai semua kebutuhan. Tidaklah saya meminta suatu kebutuhan, kecuali Dia mengabulkannya."
Setelah itu, amir pun membebaskan Abu Ghayyats.
Demikian karakter dari orang yang sudah mereguk manisnya iman dan ikhlas. Ia tak bisa tinggal diam ketika kemungkaran dan ketimpangan sosial kerap terjadi di depannya. Menyangkut kebenaran dan kebajikan, diperjuangkannya dengan berani dan penuh percaya diri, sekalipun harus berhadapan dengan tembok kekuasaan.
Kadang kita optimistis dengan hadirnya tokoh ideal seperti ini. Namun, kita sering kecewa dengannya, karena begitu ia masuk dalam sistem, serta-merta hilang nyalinya. Benar kata Umar bin Khattab, "Siapa yang bersih niatnya dalam kebenaran, sekalipun menyangkut dirinya, maka Allah akan membereskan urusan antara dirinya dan manusia. Dan, siapa yang berhias diri dengan selain-Nya, maka Allah akan menyingkap aibnya." 
(hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., syukur.sabar, )

***)Republika:   Makmun Nawawi)

Kamis, 19 Februari 2015

TANDA AMAL DITERIMA


Diriwayatkan dari budak nya Ummu Salamah, dia mendengar Ummu Salamah menyampaikan hadis bahwa Rasulullah SAW berdoa seusai shalat Subuh. “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima.“ (HR al-Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman, juz II, hlm 284).
Hadis ini menunjukkan betapa urgennya amal yang diterima. Amal yang diterima menjadi rukun kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Imam Syafii berkata, “Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak siasia.“ (Matan Zubad, juz I, hlm 2, Majallatul buhuts al-Islamiyah, juz 42, hlm 279).
Di antara syarat pertama diterimanya amal adalah Islam (QS Ali Imran: 85). Kekufuran merupakan sebab utama ditolaknya amal (QS Ali Imran: 9091). “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.“ (QS al-Furqan: 3).
Kedua, ikhlas (QS al-Kahfi: 110). Rasulullah SAW meriwayatkan hadis Qudsi, “Aku (Allah) tidak membutuhkan kepada sekutu. Barang siapa beramal dan mempersekutukan-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.“ (HR Muslim).
Ketiga, mengikuti sunah Nabi SAW. “Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami, maka akan ditolak.“ (HR Muslim). Keempat, bertakwa kepada Allah. “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.“ (QS al-Maidah: 27).
Kelima, berbakti kepada kedua orang tua. (QS al-Ahqaf: 15-16). Keenam, memperhatikan waktu beramal. Abu Bakar berwasiat kepada Umar, “Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah memiliki amalan pada malam hari yang tidak menerima amalan siang, dan amalan siang yang tidak menerima amalan malam, dan Allah tidak menerima amalan sunah sampai menunaikan yang fardu.“
Ketujuh, berbuat amal sa leh. “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.“ (QS Fathir: 10). Kedelapan, tidak merasa bangga atas amalnya.
Sedangkan, tanda-tanda amal diterima itu ada lima macam. Pertama, doanya dikabulkan Allah. Hadis tentang tiga orang yang terjebak dalam gua dan mereka masing-masing berdoa dengan berwasilah kepada amal ibadahnya yang lalu. Doa mereka terkabul karena amalan mereka diterima Allah.
Kedua, banyak manusia yang mencintai dan menghargai orang tersebut. “Sesungguhnya Allah kalau mencintai si Fulan, memerintah Jibril AS untuk menyeru penduduk langit, `Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah SWT mencintai si Fulan, maka cintailah dia.' Penduduk langit pun mencintai Fulan dan di bumi semua orang menerimanya.“
Ketiga, mendapat taufik Ilahi untuk melakukan amal saleh berikutnya. Keempat, kontinu dalam beramal. Segala sesuatu yang dilakukan karena Allah, akan langgeng dan terus, sedangkan kalau karena manusia, amal akan terputus. “Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS asy-Syura: 2). Kelima, rela akan hukum Allah dan menerima qadha dan takdir-Nya. (QS al-Bayyinah: 8).
(hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, takwa.)


(sumber: Republika  Prof KH Achmad Satori Ismail)


UNDANG-UNDANG HALAL BUKAN ISLAMISASI



Denpasar  Undang-Undang (UU) Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) bukan dimaksudkan untuk Islamisasi. Sebaliknya, UU JPH dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di dalam dan luar negeri.
Penegasan itu disampaikan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali H Roichan Muhlis seusai menghadiri rapat dengar pendapat antara anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bali, Arya Wedakarna, dengan tokoh-tokoh agama di Bali, pekan lalu. "Sertifikasi itu kan untuk produknya, bukan untuk konsumen atau produsennya," ujar Roichan.
Pertemuan yang digelar di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali tersebut dihadiri tokoh agama Hindu, Islam, dan Kristen. Pada kesempatan itu, Arya memaparkan sejumlah hal, di antaranya soal lemahnya peran lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Hindu di Bali.
Peserta lainnya yang juga berasal dari kalangan Hindu mengusulkan agar Peraturan Pemerintah (PP) JPH memasukkan unsur sukla. Sukla adalah ketentuan dalam agama Hindu tentang makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh umat agama mayoritas di Bali ini.
Menurut Roichan, usulan apa saja memang bisa ditampung sebagai masukan untuk penyusunan PP JPH. Hanya saja, kata dia, penyusunan sebuah UU atau PP tentu harus memperhatikan sejarah  munculnya UU itu.
"Kita semua mengetahui bahwa UU JPH diinisiasi oleh umat Islam, untuk kepentingan daya saing produk-produk Indonesia di dalam dan luar negeri," katanya.
Mengutip beberapa pendapat, mantan pengurus Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Bali ini mengatakan, JPH bukan urusan agama, melainkan untuk daya saing produk. Di Amerika Serikat, misalnya, setiap produk yang masuk ke negara itu harus dilengkapi sertifikat kosher bagi kaum Yahudi dan halal bagi umat Islam.
"Di Brunei, kalau ada produk yang akan masuk ke negara itu, harus bersertifikat halal. Kalau tidak ada sertifikasinya, maka akan dikembalikan ke negara pengirim," kata Roichan.
Di Bali, kata dia, kini sudah banyak produk yang bersertifikat halal. Hal itu memang sudah menjadi pilihan pengusaha dalam upaya memudahkan pemasaran. ''Sedangkan yang tidak ingin mengurus sertifikasi halal juga tidak dipaksakan.''
Para pengusaha di Bali, termasuk pengusaha non-Muslim, tampaknya sangat menyadari pentingnya sertifikat halal. Dari 338 sertifikat halal yang dikeluarkan LPPOM MUI Bali, sebanyak 60-70 persennya dimiliki para pengusaha non-Muslim.
"Mereka merasa perlu untuk mengurus sertifikasi karena dianggap sebagai peluang pasar," kata Wakil Direktur LPPOM MUI Bali, Badrutamam.
Para pengusaha di Bali, menurut dia, semakin menyadari pentingnya sertifikasi halal karena sudah menjadi tuntutan konsumen. ''Sudah pasti konsumen akan memilih produk yang ada label halalnya,'' katanya.
Saat dikonfirmasi hal ini, Direktur LPPOM MUI Pusat Lukmanul Hakim mengatakan, jika dilihat dari komposisi penduduk Bali yang mayoritas non-Muslim maka sangat dimungkinkan bahwa mayoritas pengusaha yang melakukan sertifikasi halal di Pulau Dewata adalah non-Muslim.
Namun, yang lebih menjadi perhatian LPPOM MUI, menurut Lukmanul, adalah bagaimana para pengusaha mampu memenuhi standardisasi dalam proses sertifikasi halal. LPPOM MUI tidak fokus pada profil pengusaha terkait keyakinan yang dianut. 
''Yang terpenting, pengusaha yang ingin memperoleh sertifikat halal harus memenuhi kriteria halal yang diberikan oleh LPPOM MUI,'' ujar dia.
Dalam pengamatannya, semangat  untuk melakukan sertifikasi halal sudah merata di berbagai tempat, baik di kota yang didominasi pengusaha Muslim maupun non-Muslim. Hal ini karena sertifikat halal sudah menjadi hal penting dalam bisnis. ''Sehingga kesadaran pengusaha untuk melakukan sertifikasi halal pada produknya semakin banyak dan merata.''
Sejauh ini, menurutnya, tidak ada kendala berarti yang dihadapi pengusaha dalam melakukan sertifikasi halal. Biasanya, pengusaha hanya mengalami kesulitan dalam proses adaptasi untuk memenuhi kriteria halal dari MUI.  (hidayah, hikmah, keyakinan, syukur., takwa., pendidikan, )

MENGHIDUPKAN HATI NURANI

Memiliki kesempatan untuk ma'rifatullah (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini Allah karuniakan kepada manusia karena mereka memiliki akal dan hati nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia. Orang-orang yang hatinya hidup akan bisa mengenal dirinya, dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenal Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini kecuali keberhasilan mengenal diri dan Tuhannya.
Siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, baik dalam mengenal diri, terlebih lagi dalam mengenal Tuhannya. Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan pernah tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, apalagi merasakan indahnya hidup. Karena itu, hampir dapat dipastikan bahwa yang dikenalnya hanyalah dunia belaka.
Akibatnya, semua kalkulasi perbuatan yang ia lakukan, tidak bisa tidak, hanya akan diukur oleh aksesoris dunia belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut berpangkat, kaya raya, dan terkenal. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang itu, karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. 
Ada pun dalam hal mencari harta, gelar, pangkat, dan jabatan, dia tidak akan memperdulikan dari mana datangnya dan ke mana perginya. Sebagian orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan ketangguhan untuk bisa mengenal hati nuraninya sendiri. Akibatnya menjadi tidak sabar menghadapi kehidupan duniawi yang serba singkat ini. Karena itu, hendaknya kita menyadari bahwa hati inilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.
Lihatlah seorang ibu yang berjuang membesarkan anaknya, mulai dari saat mengandung yang melelahkan, kemudian saat melahirkan antara hidup dan mati, setelah melahirkan ia harus menjaga bayinya siang malam. Ketika tiba saatnya si buah hati berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. 
Proses itu berjalan terus hingga dewasa. Pendek kata, ketika kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang pula menyusahkannya. Begitu panjangnya rentang waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung beban. Mengapa orang tua bisa bertahan dan berkorban terus-menerus demi anaknya? Jawabnya karena mereka mempunyai hati nurani yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus dan suci. 
Walau tidak ada imbalan lansung dari sang anak, namun nurani yang penuh kasih sayang inilah yang membuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan, sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban. Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta kekayaan yang banyak. Akan tetapi, hal terpenting yang harus selalu kita jaga dan kita rawat adalah kekayaan batin kita berupa hati nurani ini. 
Hati nurani yang penuh dengan cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah SWT. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya nurani mulai redup. Hal itu akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin karena senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.
Tuhan kita menciptakan dunia beserta segala isinya dari unsur tanah, dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita tidaklah cukup dengan berzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan yang sumbernya dari tanah pula.
Bila perut terasa lapar, maka kita santap beraneka makanan yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian yang bila ditelusuri ternyata unsur-unsurnya bersumber dari tanah. Demikian pula bila suatu ketika kita sakit, maka carilah obat-obatan yang juga diolah dari komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala macam keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.
Akan tetapi, qalbu ini ternyata tidak satu senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga ia akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah. "Alaa bi dzikrillahi tathma'innul quluub". Camkan selalu, hatimu hanya akan tenteram jika selalu ingat pada Allah. (QS. Ar-Ra'du: 28)
Kita memiliki banyak kebutuhan untuk fisik kita, tapi kita pun memiliki kebutuhan untuk qalbu kita. Oleh karena itu, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur dunia, tapi hati nurani dan unsur kejiwaan kita harus tetap tertambat kepada Dzat Pemilik dunia dan segala isinya. 
Dengan kata lain, tubuh kita sibuk dengan urusan dunia, tapi hati kita harus sibuk dengan Allah. Inilah tugas kita sebenarnya. Sekali saja kita salah dalam mengelola hati - tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan duniawi - kita akan dibuat stres dan ketidaktenteraman yang berkepanjangan. Hari-hari akan selalu diliputi kecemasan. 
Kita takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan sebagainya. Ini semua diakibatkan sibuknya seluruh jasmani dan ruhani kita dengan urusan duniawi semata. Hal ini sangat berpotensi meredupkan hati nurani kita. Bahkan, lebih jauh memungkinkan hati kita menjadi mati. Na'udzubillah. Kita perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini. 
Tapi, bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani tetap hidup dan bercahaya?
Secara umum solusinya adalah seperti yang telah disebutkan di atas. Kita harus berjuang semaksimal mungkin agar hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita. 
Mudah-mudahan ikhtiar ini manjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Dzat yang telah menciptakan dan mengurus diri dan alam semesta ini. Dia adalah Dzat pembolak-balik hati, yang tidak akan sulit membalikan hati yang redup dan kusam menjadi hati yang terang dan hidup dengan cahaya-Nya. Wallahu a'lam bish-shawab. (hidayah, hikmah, keyakinan, sabar, syukur., pendidikan, )



***) Abdullah Gymnastiar)

Rabu, 18 Februari 2015

BUAH KEJUJURAN


Ar-Rabi, Maula Khalifah al-Manshur, bertutur, “Tak pernah kulihat orang yang lebih kukuh jiwanya dan lebih pemberani dari orang yang diadukan kepada khalifah bahwa ia menyimpan kekayaan Bani Umayyah. Khalifah pun menyuruhku agar menghadirkan orang itu dan aku menghadapkannya kepada beliau.”
“Sampai berita pada kami bahwa engkau menyimpan kekayaan Bani Umayyah,” ujar al-Manshur. “Keluarkanlah, serahkan, dan jangan kausembunyikan sedikit pun dari kami.”
“Ya Amiral Mukminin, apakah engkau pewaris Bani Umayyah?” jawab lelaki itu. “Bukan,” jawab khalifah.
“Apakah mereka juga berwasiat kepadamu perihal kekayaannya?” “Tidak juga.” “Lantas, apa masalah Khalifah dengan harta yang ada pada saya?” kilah orang itu.
Khalifah tersentak, lalu berpikir sejenak, dan sambil mengangkat kepala, ia berujar, “Bani Umayyah sudah menzalimi kaum Muslimin dan saya merupakan wakil mereka dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Saya ingin mengambil hak kaum Muslimin itu untuk diserahkan ke baitul mal.”
“Perlu bukti yang kuat dan adil kalau harta Bani Umayyah yang ada pada saya didapat dari hasil merampas dan menzalimi kaum Muslimin karena mereka juga punya kekayaan yang didapat bukan dari umat.”
Sang khalifah kembali tersentak, lalu mendongak, dan berucap (kepada Maulaya), “Hai ar-Rabi, saya kira orang ini benar dan jujur. Apa yang harus kita lakukan terhadapnya? Tiada sikap lain, kecuali memaafkan orang ini dari apa yang sudah dituduhkan padanya.” “Apakah engkau menginginkan sesuatu?” tanya khalifah.
“Tolong pertemukan saya dengan orang yang menuduh saya. Demi Allah, Yang tiada ilah kecuali Dia, sungguh tak ada titipan harta kekayaan Bani Umayyah kepada saya. Tetapi ketika engkau mengutarakan apa yang ada padamu, lalu bertanya dengan sesuatu yang sudah diajukan kepadaku, dan engkau menerimanya dengan jawaban yang sudah kuberikan sekarang dan sebelumnya, saya kira, saya bisa bebas dan selamat.”
Khalifah lalu menyahut, “Hai ar-Rabi, pertemukan lelaki ini dengan orang yang melaporkannya.” Aku pun mempertemukan keduanya.
Begitu lelaki itu melihat orang yang mengadukannya, ia pun berkata, “Oh! Ini pelayan saya, yang mencuri 3.000 dinar uang saya! Dia kabur dari saya, takut kalau saya menuntutnya, lalu melaporkan saya ke Amirul Mukminin.”
“Lalu Khalifah al-Manshur menghardik dan menakut-nakuti orang itu,” ujar ar-Rabi lebih lanjut. “Orang itu pun mengakui kalau dia merupakan pelayannya dan memang mencuri hartanya, seperti yang sudah diceritakan lelaki itu. Lantas dia membuat laporan palsu, karena takut terjadi sesuatu kepadanya.”
“Kami minta agar engkau bisa memaafkannya,” kata khalifah kepada lelaki itu. “Aku sudah memaafkannya, membebaskannya, menghibahkan uang yang 3.000 dinar itu, juga akan memberikan 3.000 dinar lagi padanya.” “Engkau masih akan memberikan tambahan juga?” tanya Khalifah.
Khalifah al-Manshur pun takjub dengan sikap lelaki itu dan setiap kali disebut perihal dirinya, sang Khalifah selalu berujar, “Hai ar-Rabi, belum pernah saya melihat orang seperti dia!”
Rupanya, kebenaran dan kejujuran tak hanya membuahkan sikap penuh percaya diri, tapi juga bisa menyelamatkan pemiliknya dari marabahaya dan melahirkan decak kagum bagi orang lain.
Namun, hikmah yang tak kurang nilainya dari narasi ini, yaitu bagaimana seorang pemimpin harus jeli dalam menerima setiap laporan dan bisikan yang masuk, yang kadang tak steril dari berbagai kepentingan. 
Lihatlah, bagaimana Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, yang terkenal sebagai orator ulung dan luas ilmunya itu pun, sudah bertindak ceroboh gara-gara laporan palsu. Lebih fatal lagi jika tindakan keliru dan ceroboh diambil menyangkut posisi yang strategis, seperti era sekarang.
Keyakinan, hidayah, tuhan, takwa. (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa.)


Replubika

Selasa, 17 Februari 2015

ANAK SEBAGAI INVESTASI


Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam telah meninggal dunia (mati) maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah (yang ia berikan) atau ilmu yang ia manfaatkan kebaikan) atau anak shalih yang mendoakan dirinya." (HR Muslim)
Artinya anak itu adalah investasi. Anak-anak keturunan kita itu adalah bagian dari keselamatan dunia akhirat kita. Karenanya kita harus serius menanamkan keshalihan pada anak-anak kita. Kalau kita ingin menikmati masa depan kita, maka berapapun pengeluaran yang dikeluarkan untuk mendidik anak agar menjadi shalih, untuk belajar, sekolah dan lainnya, itu bukan biaya, melainkan investasi (modal) yang akan mendatangkan keuntungan suatu saat kelak.
Saya pernah bertanya pada seseorang yang menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Ia menjawab, "Karena sebentar lagi perdagangan bebas, kita perlu mempunyai anak-anak yang memiliki visi ke depan untuk mengarungi era globalisasi." Kemudian saya bertanya lagi, "Bagaimana kondisi ibadahnya di sana?" "Nanti saja kalau dia kembali ke Indonesia akan diperbaiki lagi." "Bagaimana kalau sebelum lulus kuliah sudah diambil nyawanya oleh Allah? Apakah dia siap untuk pulang ke akhirat?"
 Belum tentu anak kita panjang umur. Berapa banyak anak yang mendahului orang tuanya pulang ke akhirat. Mereka jangan hanya dipersiapkan agar bisa hidup kaya di dunia saja, tetapi juga harus dipersiapkan agar bisa pulang dengan selamat, hidup mulia di akhirat. 
Dari Umar bin Khattab ketika ditanya (semoga Allah ridha kepadanya), "Ya Umar, apakah sama pahalanya jika saya mengurus orang tua seperti orang tua mengurus saya di waktu kecil?" "Tidak." "Mengapa tidak?" "Karena orang tua mengurus kamu supaya kamu panjang umur." Setelah kita meninggal, mudah-mudahan anak-anak kita yang mengurus, menyalatkan dan mengiringi jasad kita. Setelah kita dikubur, mudah-mudahan mereka sering mendoakan kita dalam munajat-munajatnya.
Kasihan orang tua yang anaknya tidak tahu agama, sehingga tidak mengerti bagaimana mengurus jasad ibu bapaknya, tidak tahu shalat jenazah, dan setelah dikubur tidak mengerti bagaimana mendoakan orang tuanya. Warisan dipakai maksiat, vila dipakai zina, sehingga hancur dan perih orang tuanya. Tidak sedikit orang yang hidupnya terlunta-lunta di dunia karena anaknya, di akhirat tersiksa pula. Jangan sampai orang tua belum meninggal, anak-anak sudah menghitung warisannya. Bahkan ada anak yang mengurus orang tuanya yang sudah jompo, tetapi dalam benaknya, "Kenapa lama sekali sakitnya?" karena dia membutuhkan warisannya. Ini anak yang tidak shalih. Naudzubillahi min dzalik.
Oleh karena itu, mengurus anak itu jangan pernah hanya dengan sisa waktu, tenaga, dan pikira. Bayangkan jika membangun investasi dengan sesuatu yang serba sisa. Berembuklah dengan istri bagaimana mengupayakan agar anak-anak kita menjadi hamba Allah yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Para pemimpin sekarang adalah anak hasil investasi keluarga-keluarga beberapa puluh tahun yang lalu, sedangkan anak-anak sekarang merupakan investasi untuk para pemimpin masa depan.
Karenanya jika kita merindukan kebangkitan bangsa ini, maka harus diawali dengan kebangkitan dari keluarga-keluarga di rumah. Jika sang anak menjadi pemimpin, tentu tata nilai yang ditanamkan dalam keluarganya yang akan digunakannya kelak. Jika pada masa kecilnya tata nilai yang didapatkan di rumahnya hanya sibuk memamerkan harta kekayaan, maka jangan heran kalau setelah menjadi pemimpin dia hanya sibuk meraup harta.
Sekarang investasi apa yang akan ditanamkan terhadap anak-anak kita di rumah? Kita perlu mengubah tata nilai seperti itu dengan melatih anak-anak kita agar hidup bersahaja, mencari uang sebanyak mungkin untuk dishadaqahkan. Sehingga setelah dewasa, dia makin kaya, makin banyak orang yang tertolong.
Dia makin berkuasa, makin banyak orang yang terangkat martabatnya. Dia makin berani, makin banyak orang yang terlindungi karena keberaniannya. Ya Allah, titipkan kepada kami anak-anak keturunan yang lebih baik dari pada kami, yang menjadi jalan kebahagiaan dan keselamatan bagi dunia akhirat kami. Lindungi kami dari keturunan yang durhaka dan durjana.  (hidayah, hikmah, keyakinan, syukur, takwa., sabar. syukur., pendidikan,)

***) KH Abdullah Gimnastiar   

Senin, 16 Februari 2015

ANAK SEBAGAI AMANAH

Kondisi bangsa kita yang sedang sakit ini adalah sebuah cerminan bahwa keluarga-keluarga yang membentuk bangsa kita ini kurang sehat karena siapapun yang menjadi penyebab rusaknya negeri ini dulunya pasti anak-anak yang sempat dididik dalam sebuah keluarga. Dua hal yang bisa kita ambil hikmah mengapa negeri kita diuji seperti ini.
Pertama, nila-nilai yang berlaku di keluarga-keluarga yang ada di bangsa kita tidak tepat. Kedua, sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini juga belum tepat, sehingga harus dievaluasi ulang.
Menyalahkan, mengutuk dan mencaci tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah. Kalau kita belum bisa mengubah negara, marilah kita mulai dari mengubah keluarga kita. Peran anak bagi orang tua adalah sebagai amanah, cobaan, lahan tafakur, investasi pahala, dan indikator kesuksesan dunia akhirat.
Pertama anak itu adalah amanah, bukan milik kita. Milik Allah segala yang ada di langit dan di bumi, termasuk anak-anak kita. Kita jangankan membuat anak, menggambar anak saja belum tentu sanggup, bahkan membuat satu helai saja rambut tidak sanggup. Bagusnya jangan membuat sombong dan kekurangannya jangan membuat minder, kemudian melihat anak orang lain jangan iri, karena semuanya milik Allah.
Umurnya Allah yang menentukan. Mati-matian kita ingin anak panjang umur, kita tak berdaya kalau pemiliknya akan mengambil. Walaupun penguasa negara, tak dapat menguasainya kalau Allah tak menghendaki. Yang penting bagi kita adalah menyikapi amanah ini dengan sebaik-baiknya.
Kedua, anak sebagai cobaan 
Ketiga, anak sebagai lahan tafakkur. Alangkah bahagianya jikalau Allah mengaruniakan kepada kita hati yang bening. Gelas bening yang berisi air bening, jika ada satu butir debu saja di dalamnya, maka kita mudah melihatnya. Begitu pula orang tua yang memiliki hati yang bersih, kalau melakukan kesalahan, maka ia bisa merasakannya, tidak sibuk menyalahkan anak, tetapi sibuk mengevaluasi diri. Alangkah beruntungnya orang yang berhati bersih, seperti gelas bening yang di dalamnya ada cahaya. Selain bisa menerangi seisi gelas, juga bisa menerangi sekitarnya.
Kalau kita ingin selalu mendapatkan ilmu, maka rahasianya adalah bersihkan hati kita. Begitupula orang tua yang berhati bersih, setiap kejadian apapun senantiasa menjadi ilmu yang merupakan cahaya bagi dirinya dan sekitarnya. Ilmu tidak datang dari orang yang lebih tua saja, bahkan bisa datang dari anak-anak kecil. Betapa banyak yang bisa kita tafakuri dari perilaku anak-anak kita.
Mereka jangan hanya dijadikan objek untuk mengekspresikan harapan kita kepada mereka, tetapi perilaku mereka pun harus menjadi pelajaran bagi kita. Banyak yang bisa kita renungkan dari sikap anak kecil itu, baik sisi positif maupun negatifnya.
Pertama, anak kecil itu tidak panik dengan rezekinya, tetapi mengapa setelah dewasa banyak yang menjadi licik bahkan ada yang korupsi. Kita tidak usah risau dengan rezeki. Yang harus dirisaukan itu benar tidaknya cara kita menjemput rezeki kita.
Kedua, anak kecil itu memiliki semangat pantang menyerah. Ketika anak belajar berjalan, dia jatuh bangkit. Tidak ada anak yang menyerah, hingga akhirnya bisa berjalan. Ini ilmu buat kita. Kegagalan itu bukan jatuh, tetapi kegagalan yang sebenarnya adalah kalau kita tidak pernah mau berbuat.
Ketiga, anak kecil itu pemaaf. Mereka begitu mudah untuk memaafkan dan berdamai, tetapi mengapa banyak orang yang semakin tua semakin pendendam.
Keempat, polos (apa adanya). Anak kecil itu tidak banyak beban dalam hidupnya karena mereka jujur sehingga merdeka hidupnya. Kita banyak menderita dalam hidup ini karena sering ingin kelihatan lebih baik dari kenyataan yang sebenarnya, sehingga malah menimbulkan masalah baru. Selain itu, kita juga bisa menafakuri kelakuan jelek anak-anak kita untuk melihat apakah kita kekanak-kanakan atau tidak.
Ada beberapa perilaku anak kecil yang jangan ditiru, misalkan anak kecil itu senang pamer. Ini banyak yang terbawa sampai tua. Anak kecil juga suka memaksa dan ingin menang sendiri. Kalau mempunyai keinginan harus diikuti, jika tidak maka ia akan memaksanya tanpa mempedulikan apapun.
Menurut pengakuan beberapa koruptor kecil-kecilan mereka melakukannya karena dipaksa oleh istrinya. Ini perilaku anak kecil. Ya Allah, muliakan bangsa ini dengan Engkau muliakan keluarga-keluarganya. Cahayai rumah tangga bangsa ini dengan cahaya hidayah-Mu. Jadikan bangsa ini bangsa rahmatan lil alamiin, bukti dari kebenaran agama-Mu. (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., kisah, sabar., syukur, )

***): KH Abdullah Gymnastiar  

#WHO IS MUHAMMAD SYIARKAN TELADAN NABI

Internet merupakan media yang ampuh dalam menyebarluaskan pesan ke seluruh dunia, bahkan sampai melintasi batas-batas negara.
Salah satu media yang begitu masif diakses penduduk dunia ialah Twitter.
Penggunaan tagar (hashtag) pun menjadi acuan untuk mengetahui isu apa yang sedang mendominasi dunia.
Serangan teroris di Paris, Prancis, pekan lalu, memunculkan tagar #JeSuisCharlie ("Saya Charlie") sebagai simbol antiterorisme dan prokebebasan berekspresi. Masih terkait dengan itu, tagar #JeSuisAhmed juga menjadi simbol solidaritas dan duka terhadap aparat kepolisian Prancis yang tewas saat melindungi Charlie Hebdo dari serangan teroris.
Tidak terkecuali, bagi kaum Muslim. Dalam menyebarluaskan pesan esensial agama Islam, Muslim pengguna internet di pelbagai belahan dunia kini mulai memopulerkan tagar #WhoIs Muhammad. Tagar itu menyampaikan pesan dan keteladanan Nabi Muhammad SAW kepada seluruh pengguna Twitter. Tagar #WhoIs Muhammad segera menjadi trending topics di Twitter.
Pemilik akun @MissBosnian menuliskan, "Inilah yang Islam ajarkan kepada kita. Inilah yang disebarkan oleh Nabi (SAW)." Demikian dilansir Prospect Magazine, Rabu (14/1).
Tagar #WhoIsMuhammad juga disematkan dalam gambar berisi kata- kata, "Beri makan kepada orang-orang lapar, jenguk orang-orang sakit, bebaskan orang yang tertawan secara tidak adil, dampingi dan bela mereka yang teraniaya, baik Muslim maupun bukan Muslim. Nabi Muhammad SAW " Akun @zaiedkhaled menyebut, inilah pesan yang disampaikan 1.400 tahun lalu.
Pemilik akun @xoAminaMuslimah menuliskan tagar #WhoIsMuhammad dengan menampilkan gambar hadis Nabi SAW. Yakni, siapa pun tidak dianggap orang beriman bila membiarkan tetangganya kelaparan.
Sedikit berbeda, pemilik akun @Sana Dhalayat menuliskan tagar #WhoIs Muhammad sambil menunjukkan gambar seorang dramawan dunia, George Bernard Shaw. Dramawan yang juga pemikir kritis ini menyebut sosok Nabi Muhammad SAW sebagai "sang penyelamat kemanusiaan." Seperti dikutip dari buku The Genuine, Shaw menulis, "Saya percaya, bila pemimpin semisal dia (Nabi Muhammad SAW)
menjadi penguasa dunia modern kini, maka segala persoalan akan selesai dan perdamaian serta kebahagiaan akan datang kepada kita."
Akun @AbdullahPateh14 menyertakan tagar #WhoIsMuhammad untuk membandingkan sistem hukum Islam dengan sistem hukum modern. Yakni, 144 tahun yang lalu, parlemen Inggris mengakui hak perempuan untuk menerima hak warisan. Namun, Islam sudah melakukannya lebih dari 1.400 tahun yang lalu. Nabi Muhammad SAW telah melampaui apa yang dipikirkan dunia Barat pada abad lalu.
"Dia (Nabi Muhammad SAW)mengakui hak-hak kaum perempuan di saat mereka terhinakan oleh kebiasaan masyarakat mengubur bayi perempuan hidup-hidup," kata akun tersebut, seperti dilansir Prospect Magazine.     (hidayah, hikmah, keyakinan, takwa., syukur., sabar.)

Sabtu, 14 Februari 2015

MENGAPA ISIS TAK MEMBELA PALESTINA ?


Idelologi apakah sebenarnya yang menjadi rujukan ISIS sehingga menghalalkan untuk menculik, membunuh, menyiksa, dan menjual perempuan-perempuan tawanan mereka? 
Mengutip media al Sharq al Awsat, keberagamaan ISIS didasarkan pada ideologi takfiri.Takfiri adalah sebuah sebutan untuk orang-orang yang dengan gampang menuduh orang lain sebagai kafir. Tuduhan itu sendiri disebut at takfir atau takfir. Dan, bila seseorang distempel sebagai kafir, maka orang tersebut dianggap sebagai najis atau kotor. 
Paham atau aliran at takfir inilah yang kemudian melahirkan ideologi radikal yang menghalalkan segala cara untuk sebuah tujuan. Termasuk apa yang dilakukan ISIS ketika memenggal kepala orang-orang yang diculik atau menjadi tawanannya.
Menurut hasil kajian Daru al Ifta’ al Masriyah (Lembaga Fatwa Mesir), jamaah takfiri membagi masyarakat ke dalam dua kelompok: Muslim atau kafir. Yang termasuk dalam katagori kafir disebutkan adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka menganggap kedua kaum ini selalu menghalangi penegakan syariat Islam. Tidak dijelaskan bagaimana orang-orang di luar kedua kaum itu. 
Sedangkan para pemimpin negara-negara Islam (mayoritas berpenduduk Muslim) yang bekerja sama dengan kaum kafir mereka sebut sebagai murtad, yang boleh diperlakukan sebagai kafir. Kerja sama itu, misalnya, menjalin hubungan diplomatik, memberi izin kapal-kapal kaum kafir melintasi perairan negara-negara Islam, serta memberi visa wisatawan kafir. Para wisatawan  kafir, menurut mereka, memasuki negara Islam hanya untuk tiga tujuan:  mata-mata, menyebarkan kemaksiatan, dan kristenisasi. Karena itu, menurut mereka, para pemimpin negara Islam yang bekerja sama dengan negara kafir juga boleh diperangi.
Dalam pandangan jamaah takfiri, demikian hasil kajian Daru al Ifta’ al Masriyah, pemilihan umum/demokrasi adalah sistem kafir. Mereka menilai sistem demokrasi telah menyaingi syariat, menyetarakan kedudukan kafir dengan Muslim, menyamakan yang baik dengan jahat, dan memberi hak sama kepada mereka -- muslim maupun kafir -- untuk memberikan suara dan mencalonkan diri dalam pemilu.
Sedangkan pemerintahan yang benar, menurut  mereka, harus dibentuk dengan sistem syuro. Yakni dilakukan oleh lembaga Ahlu al Halli wal al ‘Aqdi, yang anggotanya terdiri dari para ulama. Dalam negara versi mereka, seluruh persoalan seharusnya ditangani para ulama dan tokoh-tokoh agama. Mereka yang menentukan seluruh kebijakan, peraturan, dan semua urusan, baik yang terkait dengan masalah keagamaan maupun keduniaan.
Sementara itu, pemerintahan di negara-negara Islam (mayoritas Muslim) yang ada sekarang ini mereka pandang sebagai masyarakat yang dungu alias jahiliyah. Penyebabnya, mereka -- para pemimpin dan masyarakat Islam -- mengikuti gaya dan pola hidup kafir serta tunduk pada undang-undang buatan manusia. Atas dasar ini kelompok takfiri membolehkan pembangkangan dan bahkan melawan pemerintahan Islam (mayoritas Muslim) yang ada sekarang ini.
Dalam kajian berjudul ‘Nalar Takfir: Dasar Pemikiran dan Metodenya’ itu juga disebutkan jamaah takfir tidak mengenal batas negara. Batas-batas negara yang ada sekarang ini dikatakan sebagai dibuat kaum kolonial kafir. Bagi kelompok takfiri, seluruh negara Islam adalah satu negara di bawah khilafah Islamiyah. Karena itu kelompok takfiri memperbolehkan melanggar perbatasan negara lain. Bahkan mereka diperbolehkan menjadi kelompok separatis di suatu negara demi membangun negara Islam.
Itulah yang terjadi pada ISIS. Negara yang dideklarasikan sebagai negara khilafah dan didirikan di atas wilayah dua negara yang sah, yaitu Irak dan Suriah. Di negara yang tidak diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini, Abu Bakar al Baghdadi diangkat sebagai khalifah lil Islam wa lil muslimin dengan gelar amirul mukminin. 
Negara al Baghdadi ini tadinya direncanakan hanya di Irak Utara, namun ketika berhasil menguasai wilayah di Suriah, mereka pun menggabungkannya menjadi satu negara. Dengan kata lain, negara ini adalah ekspansionis hingga semua umat Islam di seluruh dunia berbaiat kepada si Abu Bakar al Baghdadi.
Dengan nalar seperti itu, kelompok takfiri memandang konsep negara bangsa berdasarkan wilayah tertentu hanyalah dimaksudkan untuk memusuhi Islam dan umat Islam. Untuk itu mereka akan selalu berusaha meruntuhkan institusi-institusi negara dan menciptakan kekacauan dengan berbagai cara, termasuk melakukan teror dan pembunuhan. Juga mengkafirkan seorang presiden dan menfatwakan pembangkangan terhadap pemerintahan yang dibentuk dengan sistem demokrasi.
Mereka juga melarang masyarakat menjadi pegawai negeri di negara yang tidak menerapkan syariat.  Mereka memperbolehkan warga tidak membayar pajak, serta menentang peraturan dan hukum di negara demokratis yang mereka nilai tidak Islami. 
Kelompok takfiri juga mengfatwakan wajib menyerang aparat keamanan dan hukum lantaran dianggap telah menghambat penegakan syariat Islam. Mereka juga menghalalkan pembunuhan terhadap pejabat negara, kaum intelektual, pebisnis, wisatawan, dan wartawan, yang bekerja sama dengan atau untuk orang kafir. 
Bagi kelompok takfiri, memerangi kelompok kafir adalah tujuan strategis dan bukan pilihan taktis. Tujuannya, untuk mengislamkan dunia dan membebaskan negara-negara Islam dari perjanjian-perjanjian internasional yang tidak sesuai dengan syariat. Mereka juga mengharamkan bergabung dengan institusi-institusi dan lembaga internasional seperti PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) karena dianggap memakai sistem kapitalis sukuler yang berarti kafir. 
Dalam pandangan kelompok takfiri, masih mengutip hasil kajian Daru al Ifta‘ al Masriyah, mengislamkan masyarakat internasional adalah kewajiban yang tidak pernah berhenti. Dimulai dengan membebaskan umat Islam dari apa yang mereka sebut sebagai ‘jahiliyah baru‘ dan kemudian membangun masyarakat Islam baru yang ideal.
Masyarakat Islam baru yang ideal itu, menurut mereka, adalah seperti yang pernah dibangun oleh kelompok Taliban di Afghanistan dan kini ISIS di Irak dan Suriah. Dalam pandangan mereka, Taliban -- dan kini ISIS -- telah berhasil mewujudkan keadilan, menegakkan syariat Islam, dan membangkitkan kembali jihad melawan kaum kafir dan sekutunya.
Yang mengherankan, ini versi saya,  meskipun kaum takfiri menganggap kaum Yahudi sebagai kafir dan menjadi musuh utama, namun hingga kini mereka -- kelompok takfiri seperti ISIS itu -- tidak pernah terlibat, baik dalam aksi maupun pernyataan, untuk membela perjuangan bangsa Palestina melawan si penjajah Zionis Israel. Boleh jadi Zionis Israel itu justeru dijadikan sebagai mitra strategis kelompok takfiri untuk membuat kekacauan dan menghancurkan negara-negara Islam (mayoritas Muslim).
Tujuannya, untuk merebut kekuasaan. Sebab, kelompok takfiri di mana pun berada tidak akan bisa tumbuh berkembang kecuali di negara-negara yang sedang dilanda kekacauan, seperti halnya di Irak, Suriah, Libia, Yaman, dan seterusnya.        (hidayah, hikmah, keyakinan, syukur., takwa., pendidikan, )