Pengalaman masa lalu yang kelam tak membuat Dede Suparman
(57 tahun) terpuruk. Pernah terjerumus narkoba selama belasan tahun dan
mengalami kebangkrutan dalam usaha menjadi pelajaran hidup baginya.
Saat duduk di kelas satu SMA pada 1973, pergaulan Dede
tak terkendali. Dia bergaul dengan teman-teman yang mengonsumsi ganja dan
obat-obatan terlarang (narkoba). Dede kemudian menjadi pecandu yang menyebabkan
sekolahnya berantakan. Pada 1974, Dede dikeluarkan oleh pihak SMA 1 Cianjur.
Orang tuanya yang tergolong mampu kemudian memberikan
jalan bagi Dede agar keluar dari lingkungan narkoba. Dia diberikan usaha
peternakan ayam telur untuk dikelola. Dede mulai bertanggung jawab terhadap
usaha yang diberikan oleh orang tuanya itu. Bahkan, dia bisa membentuk sebuah
keluarga dengan bersandar pada usaha peternakannya tersebut.
Namun, pengaruh narkoba yang dia kenal sejak SMA terlalu
besar. Dede tak bisa melepaskan diri dari ketergantungannya atas barang haram
tersebut. Usaha peternakan telur yang dia kelola jalan di tempat. Ini akibat
keuntungan usaha digunakan untuk membeli narkoba. Bahkan, gaji untuk para
pekerja juga terkadang dia salah gunakan untuk membeli narkoba.
Pada 1989, Dede dibawa oleh keluarga ke Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati, Jakarta Selatan. Dia direhabilitasi
selama satu tahun. Dede kemudian berhasil menyembuhkan diri dari ketergantungan
narkoba.
Dia pun kembali ke Cianjur untuk melanjutkan usahanya.
Akan tetapi, dia kaget karena usaha peternakan ayam telurnya bangkrut.
"Saya sangat kaget saat itu. Di saat saya sembuh, tapi usaha saya malah
bangkrut," ujar Dede mengenang kepada Republika beberapa waktu
lalu.
Dede kemudian berjualan di Pasar Cianjur. Dia membuka
toko klontong yang menjual kebutuhan sehari-hari. Namun, itu pun hanya bertahan
selama satu tahun karena tak menguntungkan.
Dede kemudian sering berdiam diri di depan rumahnya, di
Jalan DR Muwardi 153, Cianjur. Dia merenung, usaha apa lagi yang akan dia
geluti. Dede melihat banyak mobil yang lalu-lalang di jalanan. Dari tepi jalan
itulah, dia menemukan ide. "Dari situ saya mendapat gagasan, ini kalau
buka bengkel pasti laku," kata Dede.
Dede memulainya pada 1991 dengan membeli satu drum oli.
Dia juga membeli etalasenya. Modal yang dia keluarkan waktu itu sebesar Rp 1,9
juta. Pada awalnya, bengkel Dede hanya melayani ganti oli, tidak ada pelayanan
servis untuk mobil.
Pada 1996, di Cianjur sedang ramai berkembang informasi bahwa
PT Astra International Tbk akan membina bengkel-bengkel yang ada di sana. Dede
sama sekali tidak tertarik dengan informasi itu.
Hingga akhirnya, kakaknya menegur dan menyarankan kepada
Dede untuk mendatangi kantor Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), salah satu
yayasan milik PT Astra International Tbk untuk meminta pembinaan.
"Nah, pada 1997 saya datang ke kantor Astra yang di
Jakarta dengan mengantongi rekomendasi dari Dinas Perindustrian Kota Cianjur.
Alhamdulillah, Astra mau membina bengkel saya," kata Dede.
Pada 1998, YDBA membuka angkatan pertama untuk kelas
pelatihan manajemen bengkel. Ada 20 orang pemilik bengkel yang didatangkan ke
Jakarta untuk mendapat pelatihan.
Selain mendapat pelatihan manajemen bengkel, Dede juga
mendapat ilmu lainnya, seperti mekanik. Melalui YDBA, Dede bersama dengan 19
teman lainnya bisa mempelajari perbengkelan mobil-mobil yang penjualannya di
bawah Astra, seperti Isuzu, Toyota, dan Daihatsu.
Selepas pelatihan, YDBA memberikan lisensi kepada Dede
untuk membuat bengkel resmi Daihatsu. Kemdian, mulailah dia meningkatkan usaha
perbengkelan mobilnya.
Pihak PT Astra International Tbk, melalui YDBA, tidak
melepas Dede setelah dia mendapatkan lisensi untuk membuat bengkel resmi.
Namun, Dede dan bengkelnya terus mendapat pembinaan. Selain didorong oleh
pembinaan teknis oleh YDBA tentang perbengkelan, Dede juga mendapat bantuan
pinjaman dari PT Astra Mitra Ventura (AMV). Modal inilah yang akhirnya membawa
Dede berhasil melebarkan usahanya.
Putus asa
Putus asa
Meski sudah meningkat, tetapi ternyata perjalanan usaha
bengkel Dede jalan di tempat. Masih banyak kekurangan di sana-sini. Di
antaranya,layout perbengkelan
yang belum tertata dan bangunan bengkel yang masih kurang layak. Hal
tersebut berpengaruh pada omzet usahanya. Di mana, pelanggan masih belum banyak
yang mau datang ke bengkel Dede.
Padahal, pihak YDBA terus membantu Dede untuk mendorong
pengembangan usahanya. Oleh YDBA, Dede terus diberikan pelatihan dan
saran-saran membangun usaha lainnya, tetapi itu pun tak membuahkan hasil.
Dede pun kemudian mendapat cibiran dari banyak orang. Tidak hanya orang luar,
tetapi juga dari kalangan internalnya sendiri, yakni para pegawainya. Pada
umumnya, mereka menyatakan bahwa Dede dimanfaatkan oleh pihak PT Astra
Internastional Tbk sebagai sarana promosi semata.
"Di saat saya lagi galau karena usaha tidak
maju-maju, saya juga mendapat tekanan dari komentar-komentar miring seperti
itu. Saya nyaris putus asa dan pada waktu itu ingin menjual bengkel saya,"
kata Dede.
Kemudian, datanglah perwakilan YDBA, Mohammad Iqbal, yang menangani pembinaan bengkel Dede. Sekarang, Mohammad Iqbal merupakan general manager YDBA.
Kemudian, datanglah perwakilan YDBA, Mohammad Iqbal, yang menangani pembinaan bengkel Dede. Sekarang, Mohammad Iqbal merupakan general manager YDBA.
Menurut Dede, pada waktu itu Iqbal juga heran dengan
usaha Dede yang tak kunjung maju. Padahal, menurut dia, YDBA sudah banyak membantu
berbagai cara untuk pengembangan bisnis Dede. "Dede, kamu jangan menyerah.
Kamu harus yakin bisa mengatasi persoalan ini," kata Dede menirukan
nasihat Iqbal waktu itu.
Dede melihat Iqbal tak menyerah mendorong dia untuk maju.
Setelah diberikan berbagai pelatihan dan pinjaman modal oleh PT Astra
International Tbk, Iqbal kemudian menasihati Dede.
"Dede, ini YDBA sudah banyak membantu kamu. Tetapi,
kenapa kamu masih seperti ini. Sekarang saya tanya ke kamu, apakah kamu sudah
shalat, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan apakah kamu sudah benar-benar
bertobat atas masa lalu kamu yang pernah menjadi pecandu narkoba. Coba kamu
tingkatkan amal ibadah kamu dan kamu perbanyak shalat Tahajud," kata Dede
menirukan nasihat Iqbal.
Ternyata, saran Iqbal itulah yang membuat Dede berubah. Dia menyadari bahwa pada waktu itu meski sudah lepas dari ketergantungan narkoba, dia masih belum dekat kepada Tuhan. Dia masih belum menjalankan kewajiban shalat lima waktu. Dede pun mulai menjalankan nasihat Mohammad Iqbal tersebut.
Ternyata, saran Iqbal itulah yang membuat Dede berubah. Dia menyadari bahwa pada waktu itu meski sudah lepas dari ketergantungan narkoba, dia masih belum dekat kepada Tuhan. Dia masih belum menjalankan kewajiban shalat lima waktu. Dede pun mulai menjalankan nasihat Mohammad Iqbal tersebut.
"Alhamdulillah, setelah saya benar-benar bertobat,
kemudian shalat lima waktu dan memulai shalat Tahajud, mulailah terbuka rezeki
saya lebar-lebar," kata Dede.
Menurut Dede, saran Mohammad Iqbal itulah yang menambah
kekuatan mentalnya. Pihak YDBA melalui Iqbal benar-benar ikhlas mendorongnya
untuk maju dan berubah jadi lebih baik. "Ini kan pembinaan di
luar nalar Astra terhadap UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Biasanya saya hanya
dibina secara teknis, seperti manajemen pengelolaan usaha atau mekanik. Tetapi,
Astra juga mengajarkan saya bahwa ada campur tangan Tuhan dalam sebuah
keberhasilan," ujar Dede.
Sekarang, Dede telah menuai hasil dari pembinaan teknis
maupun mental dari PT Astra International Tbk melalui YDBA. Bengkelnya yang
bernama resmi Bengkel UKI Daihatsu Cianjur telah jauh berkembang. Omzetnya
mencapai Rp 160 juta per bulan dengan karyawan sebanyak 12 orang.
Selain itu, karena usahanya semakin maju, PT Astra
International Tbk memercayakan kepada Dede untuk menambah usahanya. Yakni,
dengan membukakan bengkel resmi khusus sepeda motor Honda. Saat ini, bengkel
tersebut dikelola oleh istrinya.
Hingga sekarang, Dede masih terus berhubungan dengan
YDBA. Dan, YDBA masih terus menantang Dede untuk lebih maju lagi. Target dia ke
depan adalah mengembangkan usahanya dalam bidang manufaktur. Selain itu, dia
juga berencana mengembangkan bengkelnya dengan menyediakan layanan auto
body repair.
Mental dasar
Mental dasar
General Manager YDBA Muhammad Iqbal membenarkan cerita
Dede tersebut. Dia membina Dede dengan pendekatan kerohanian karena pesan dari
pendiri PT Astra International Tbk William Soeryadjaya yang menginginkan
perusahaannya seperti pohon rindang. Di mana, orang-orang di sekitar pohon,
dalam hal ini perusahaan, bisa bernaung di bawahnya, baik dalam keadaan panas terik
maupun hujan.
“Nah, pada saat itu kondisi bengkel Dede yang sedang kita
bina kondisinya sedang panas atau tidak maju. Tapi, kita tetap menaungi Dede,”
kata Iqbal kepada Republika,
Jumat (18/9).
Apalagi, filosofi YDBA, yakni berikan kail bukan ikan, yang
berarti YDBA memang tidak memberikan bantuan berupa uang, tetapi memberikan
cara atau ilmu agar Dede atau pihak yang dibina Astra bisa menggunakan potensi
yang dimilikinya. “Kalau diberikan ikan pasti habis, tapi kalau diberikan kail,
dia bisa memanfaatkan dan mengembangkannya untuk mencari ikan,” kata Iqbal.
Karena itulah, YDBA menerjemahkan pesan dari pendiri
Astra tersebut adalah dengan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dari pihak
yang dibina YDBA. Yakni, dengan mengembangkan kompetensi dari pihak yang
bersangkutan.
“Karena itu, untuk kasus Pak Dede inilah, kita bukan
hanya membina keterampilannya, tetapi juga karakternya. Kalau masalah karakter
ini berarti ada hubungan habluminallah atau hubungan
antara manusia dan tuhannya,” kata Iqbal.
Tidak hanya mengingatkan hubungan antara manusia dan
tuhan, dalam kasus Dede ini, YDBA juga mengingatkan hubungan Dede dengan sesama
manusia (habluminannas). Yakni, Dede tidak hanya diingatkan
soal ibadah dengan Tuhan, tetapi juga ibadah sosial, seperti melakukan zakat
dan infak.
Menurut cerita Iqbal, pada waktu itu Dede sempat ragu
bahwa keuntungan bengkelnya tidak besar sehingga membuatnya enggan untuk
berzakat dan berinfak. Akan tetapi, oleh Iqbal diingatkan bahwa keuntungan
adalah nomor sekian, yang terpenting adalah apa yang dipunya Dede sedikit
banyaknya ada yang disumbangkan untuk warga sekitar.
Masukan-masukan seperti itu bukan hanya saran pribadi
Iqbal terhadap pengelola UKM yang dibina YDBA, melainkan YDBA juga memberikan
materi basic
mentality atau
penanaman mentalitas dasar.“Nah, basic
mentality ala
Astra itu mengajarkan semangat berbagi, memuliakan pelanggan, dan kerja sama.
Hal-hal seperti itu lebih dari sekadar pemberian bantuan berupa uang,” kata
Iqbal.
***) Muhammad Hafil/Wartawan
Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar