"Sesungguhnya Allah takkan
membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya walaupun orang-orang
yang berdosa tidak menyukainya.'' (QS Yunus, 10: 81-82).
Wahai semua pejuang kebenaran, inilah kabar gembira.
Bahwa setiap kemungkaran dan kemaksiatan ada batasnya. Sejarah manusia
membuktikan bahwa runtuhnya kezaliman demi kezaliman, sekuat apa pun dia, hanya
soal masa.
Ada Fir'aun di era Nabi Musa. Hampir semua orang
menyembahnya. Namun, kekuasaannya lenyap sekejap ditelan air laut, berikut
ketuhanannya. Sekarang banyak pemimpin zalim, tapi tak ada yang sampai
menuhankannya. Bahkan, rakyatnya mengkritik dan mencercanya. Logika sederhana:
kesewenang-wenangan mereka punah lebih segera.
Hal serupa juga terjadi pada kaum dan penduduk 'Ad,
Tsamud, Sodom, Al Hijr, dan sebagainya. Mereka bisa membangun rumah di gunung
dan bukit, yang tak mampu lagi ditiru generasi kita. Toh, semuanya sirna.
Kita juga dapat becermin pada riba. Teori menyatakan uang
akan membukit tanpa bekerja. Orang-orang tertentu dapat segera kaya raya. Tapi,
itu semua terbukti membangkrutkan negara. Andaikan tiada korupsi dan
penyelewengan kekuasaan, yang dibiarkan berlalu seiring dengan berotasinya
bumi, tentulah semua insan yang menyemai riba dan memelihara berbagai
sarananya, akan jatuh miskin dan menderita.
Firman-Nya, ''Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.'' (QS Al-Baqarah, 2: 276). Terbukti, sebagai kezaliman
nyata, bunga dan sejenisnya ada batasnya. Apa pun kezaliman itu, siapa pun
pelakunya, seberapa banyak pun pendukungnya, semuanya akan punah tak bersisa.
Ambruk di dunia, remuk di alam baka. Itu takdir Allah Taala. Itu sunnatullah,
hukum alam bagi siapa saja.
''Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang
yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu.'' (QS Faathir, 35: 43).
Ironisnya, masih banyak orang tertawa ketika berdosa. Ada
yang bangga bisa menenggak minuman keras dan berzina. Mereka tiada malu itu
semua dari korupsi dan suap-menyuap menggarap aset rakyat dan negara. Bahkan,
gembira bisa berkolusi, walau rakyat jadi tambah menderita karena kenaikan
harga, misalnya.
Tidak pernah ada kesedihan, padahal belum berhasil
menyejahterakan warga. Seolah-olah tiada takut memikirkan pertanggungjawaban
amanah di alam baka. Padahal, semua kezaliman akan sirna. Sementara kita tidak
hidup, kecuali terus menghampiri ajal kita.
***) Fahmi AP Pane
Tidak ada komentar:
Posting Komentar