Tokoh &
Pendidikan. Mungkin agaj jarang menemukan warga kulit
putih dari Virginia, Amerika Serikat (AS) menjadi Muslim seperti Sa’ad Laws. Ia
hanya anak dari keluarga yang utuh dan harmonis. Keluarga kecil yang
terdiri atas ayah, ibu, dua saudara perempuan, dan seorang saudara laki-laki.
Tapi, agama selalu jadi topik aneh dalam obrolan keluarga mereka. Bagi mereka
agama adalah urusan dalam hati masing-masing.
Memasuki masa SMA. Laws menyadari ada
yang sedikit berbeda pada dirinya. Ia tidak seperti kebanyakan remaja lain yang
mencari makna hidup dengan berkeliaran di jalan. Meski ia bergaul dengan
kelompok alternatif, ia tak pernah merasa benar-benar menjadi bagiannya. Mereka
membicarkan musik, saling mengejek, dan terkadang menggunakan narkotika.
Di sisi lain, Laws juga tertarik dengan
Black Panters, Medgar Evers, dan Malcolm X. Meski agak konyol, diakuinya
ia terpikir menjadi orang kulit hitam. Saat berada di bangku kelas 11, ia mulai
membaca autobiografi Malcolm X yang ia juluki pemimpin tertinggi antikulit
putih. Semakin ia baca buku itu, semakin ia masuk dalam cerita hidup Malcolm X.
Tokoh &
pendidikan. Laws menilai Malcolm X sangat luar biasa. Pria
yang awalnya bukan siapa siapa menjadi sedemikian berpengaruh dalam sejarah AS.
Hingga di bab Makkah, Laws merasakan sesuatu. Di sana, Malcolm X
bercerita ia tak hanya terpengaruh oleh kebaikan Muslim saat berhaji, tapi
lebih dari itu, karena Islam itu sendiri. Laws lalu bertanya siapa mereka
(Muslim)? Guna memuaskan penasaran, Laws mencari buku tentang buku Islam yang
di baca, ia terpukau karena ia menemukan banyak kesamaan: Tuhan itu Esa, Isa
adalah nabi dan Rasul.
Saat itu Laws mulai menganggap dirinya
Muslim. Jika ditanya apa agamanya, ia akan menjawab Islam meski ia belum resmi
mengikrarkan syahadat. Ia sempat merasa naif karena ia tahu Muslim harus
shalat, tapi ia tidak tahu bagaimana melakukannya, berapa jumlah rakaatnya dan
lain-lain.
Tak ada satupun yang mengajarinya
menjadi pemuda yang mengaku sebagai Muslim. Hingga akhirnya, ia agak malu saat
ada seorang temannya yang menegur bagaimana ia mengaku Muslim jika jika
tidak ada shalat. Dan akhirnya Laws bisa berbicara dengan pengurus masjid via
telepon. Mereka menyambut baik antusiasme Laws terhadap Islam. Sayangngnya, tak
ada cara lain untuk bertemu komunitas Muslim yang lebih besar selain datang
langsung ke Masjid di Washington. Meminta pihak masjid datang ke rumahnya pun
bukan ide cemerlang.
Jika ditanya, lalu apa yang membuat-nya
menjadi Muslim? “Itu adalah keinginan Allah SWT. Allah SWT sendiri yang
menunjukkan saya jalan ini, “kata dia Laws merasa diselamatkan dari api neraka
dan kesia-siaan.
***)nashih nasrullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar