kisah, hidayah, takwa, pendidikan. Dalam Kitab Ushfuriyah karya
Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri dikisahkan, Ibrahim bin Azham sebelum masuk
Islam memiliki 72 orang budak (hamba sahaya). Namun setelah masuk Islam, ia
memerdekakan seluruh budaknya, kecuali satu orang.
Hal itu disebabkan si hamba
sahaya ini suka minum minuman keras dan mabuk-mabukan. Pada suatu hari, sang
budak kembali mabuk-mabukan. Tanpa disadarinya, ia bertemu dengan tuannya,
yakni Ibrahim bin Azham. Si budak pun meminta diantarkan pulang.
“Wahai fulan, tolong antarkan
aku kerumahku,” ujarnya. Ibrahim pun mengantarkannya. Namun bukan diantar ke
rumah, melainkan ke kuburan. Mengetahui tempat yang dituju adalah kuburan
marahlah si budak tersebut.
Ia pun memukul Ibrahim dengan
keras hingga jatuh tersungkur. Bukankah aku minta diantar kerumah. Mengapa kau
antar aku ke kuburan?” tanyanya. Ibrahimm pun lantas segera bangkit dan berkata
kepada si budak.
“Wahai orang yang pecah
kepalanya, wahai orang yang sedikit otaknya, ini (kuburan) adalah rumah yang
sebenarnya. Yang lain hanyalah majazi,” ujar Ibrahim. Mendengar jawaban itu,
bukannya tambah sadar, si budak malah makin marah. Ia pun kembali memukuli
Ibrahim.
Ibrahim pun berkata “Semoga
Allah mengampunimu dan aku membebaskanmu. “Tapi, lagi-lagi si budak justru
memukulinya berkali-kali dengan penuh amarah. Ibrahim terus mendoakan sibudak agar
perbuatannya diampuni Allah SWT dan diberi petunjuk kejalan Islam. Akhirnya datanglah seseorang menghentikan
perbuatan buruk si budak itu. “Wahai fulan, apa yang kamu lakukan? Mengapa
engkau memukuli tuanmu? Tanya laki-laki yang menghentikan perbuatan buruknya
tadi. Kesadaran mulai menghinggapi pikirannya. “Siapa ini?”
kisah, hidayah, takwa, pendidikan. Laki-laki itupun menceritakan
orang yang dipukulinya itu adalah tuannya, Ibrahim bin Azham. Si budak yang
sudah dimerdekakan ini pun kemudian meminta maaf atas perbuatannya tadi. .”Ia
lalu berkata. “Wahai Tuan, maafkan kesalahanku.” Ibrahim pun memaafkannya.
Si budak yang telah
dimerdekakan ini berkata,”Wahai Tuan, aku telah memukuli dan menyakitimu.
Namun, engkau selalu saja berdoa yang terbaik untukku dan berkata semoga Allah
mengampuniku.”
Ibrahimpun berkata, “Bagaimana
aku tak mendoakanmu sebab karena perbuatanmu itu yang bisa mengantarkanku ke
surga. Maka sudah selayaknya aku memohon doa kepada Allah agar ia mengampunimu.”
Ujarnya.
Dari kisah tersebut dapat
diambil kesimpulan, seburuk apapun perbuatan orang kepada kita. Sudah selayaknya
kita tidak membalasnya dengan keburukan pula.
Sebab jika kita membalas
perbuatannya dengan keburukan pula, kita ikut berbuat zalim. Agama mengajarkan,
bila melihat kemungkaran, kita harus mengubah nya (menghentikannya) dengan
kekuasaan yang dimiliki. Wallahu A’lam.
***)republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar