Sabtu, 24 Januari 2015

BIADAB DAN BERADAB

 BIADAB  DAN  BERADAB

Hampir semua media cetak di Inggris yang terbit menampilkan berita utama mengenai penyerbuan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo. Beragam ekspresi dijadikan sebagai judul dalam pemberitaan mereka.
Sebagai contoh, the Guardian mengambil judul berita utamanya "Serangan terhadap demokrasi", Daily Mail dan the Daily Telegraph memilih "Perang terhadap kebebasan", atau lihat judul Daily Mirror, "Biadab". Sejumlah media tersebut ingin memberikan penekanan pada pesan bahwa penyerbuan kantor majalah satire itu merupakan tindakan tidak beradab, melanggar kebebasan berekspresi, dan tak mencirikan masyarakat modern yang beradab. Begitu kira-kira inti pesan yang ingin mereka sampaikan.
Hingga kemarin, pihak kepolisian Prancis menyebut salah satu pelaku telah menyerahkan diri, sedangkan identitas dua terduga lainnya sudah teridentifikasi. Melihat dari nama pelaku, termasuk ketika melakukan aksi penyerbuan sebagaimana banyak tersebar dalam video-video yang disiarkan sejumlah media, kuat dugaan mereka adalah penganut Islam. Berseliweran analisis motif para pelaku yang disampaikan sejumlah pengamat, yakni aksi balas terhadap pemberitaan Charlie Hebdo.
Melalui kartun-kartunnya, Charlie Hebdo selama ini memang kerap memperolok Islam dan tokoh-tokoh Islam, juga agama lain dan para tokohnya. Beberapa kali Charlie Hebdomenerbitkan kartun Nabi Muhammad, termasuk dalam pose yang tak pantas. Majalah satire ini pernah pula membuat kartun tentang Paus Fransiskus yang ikut dalam karnaval di Rio de Janeiro, sesuatu yang tak mungkin dilakukan pemegang takhta suci Vatikan itu.
Atas pemuatan banyak kartun kontroversialnya tersebut, Charlie Hebdo menuai kecaman berbagai pihak. Namun, dengan dalih semboyan "Liberte (kebebasan), Egalite (persamaan), Fraternite (persaudaraan)", kecaman dan keberatan itu mereka abaikan. Kebebasan berekspresi adalah segalanya meskipun kebebasan itu harus menghina, melecehkan, ataupun mengolok-olok pihak lain.
Di lain sisi, penghilangan nyawa dengan dalih sebagai kebebasan hak seseorang juga tidak dapat dibenarkan. Apalagi, pembunuhan itu tidak dilakukan di medan perang di mana dua kubu saling berhadap-hadapan. Sejatinya bahkan dalam peperangan pun ada aturannya, sebagaimana yang termaktub dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama Bab 7, misalkan pada Psal 51.
Bagaimana dengan jejak sejarah kenabian? Jika menilik sirah nabi, Nabi Muhammad SAW tidak lantas membunuh orang-orang kafir Quraisy yang menghinanya, termasuk pula yang berusaha meracuninya. Nabi Muhammad SAW saat itu lebih banyak menggunakan cara-cara penuh hikmah dengan memperlihatkan akhlak yang mulia. Para pembenci Nabi itu pun kemudian luluh hatinya, malah berbalik mendukung perjuangan dakwah Islam di barisan terdepan.
Menentang hinaan kepada agama, termasuk kepada Rasulullah, adalah keharusan. Namun, kita juga wajib mengingatkan diri kita bahwa tindakan teror termasuk membunuh atas nama agama bisa membuat orang-orang salah memahami Islam. Kekerasan dan aksi teror tidak akan membawa keuntungan yang menjadikan orang paham pada inti akhlak Islami.
Lantas kini pertanyaannya, apakah dengan membunuh maka akan memperbaiki citra Islam di mata masyarakat Eropa saat ini, seperti halnya yang dilakukan para peneror di kantor Charlie Hebdo.
Dunia Barat, khususnya Eropa, memang memandang agama bukan hal fundamental. Mereka lebih mendasarkan pada kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi. Karena itu, harus ada upaya yang sistematis dan direncanakan secara matang untuk memahamkan kepada mereka bahwa agama itu adalah hal yang fundamental. 
Simak bagaimana Paus Fransiskus pun menyerukan kepada semua orang untuk menentang setiap cara menyebarkan kebencian. Kebencian hanya akan merusak dasar hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan kebangsaan, agama, atau budaya.
Inilah tugas setiap diri umat Islam di manapun adanya untuk menyosialisasikan bahwa Islam adalah ajaran penuh damai sebagaimana asal kata Islam itu adalah ‘damai’’. Masyarakat modern yang beradab, yang menghormati kebebasan berekspresi, yang menjunjung tinggi peradabannya pada etika dan moral yang adiluhur, tidaklah akan melakukan tindakan yang biadab, mudah menghina-dina, atau mengolok-olok pihak lain.      kebesaran, keyakinan, takwa, sabar.



***)Replubika 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar