keyakinan, takwa., Tuhan.
Pernikahan beda agama menuai pro-kontra di kalangan ulama. Dua kutub organisasi
massa Islam melalui lembaga fatwa mereka memutuskan larangan pernikahan.
Muktamar NU 1962 dan Muktamar Thariqah Mu’tabarah 1968 menegaskan pernikahan
antara pemeluk agama yang agama yang berbeda tidak sah. Ini merujuk pendapat
mayoritas ulama. Menukil kitab al-Muhadzzab, makdsud ahli kitab dalam surah
al-Baqarah tidak berlaku. Saat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, menurut kitab
yang menjadi rujukan ulama NU ini sudah mengalami perubahan. Muslim karena
mereka telah masuk dalam agama yang batil.
Keyakinan, takwa., Tuhan. Dalam kitab Asy-Syarqawi, Matan wa Syariah disebutkan ahlul kitab disini adalah
Taurat dan injil . Bukan kitab-kitab lain yang sebelumnya, seperti kitab Navi
Syist,Idris, dan ibrahim AS. Namun, pernikahan dengan ahlul kitab tersebut
sudah memeluk agama samawi sebelum adanya perubahan dalam kitab-kitab mereka.
Menurut Imam Syafi’i dalam Muhtashar
al-Muzani, jika wanita ahlul kitab ini berubah agama dari yahudi ke agama
Nasrani, tidak sah hukumnya dinikahi. Karena, ia sudah meragukan ajaran ahli
kitab agama sebelumnya. Imam Syafi’i juga menegaskan syarat ahli kitab adalah
pokok pokok agama tidak bercampur dengan keyakinan syirik keyakinan lain.
Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik sebeum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
Mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita wanita mukmin)
sebelum mereka beriman.
keyakinan, takwa., Tuhan. Sesungguhnya budak Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Muhammadiyah berpendapat ahli kitab yang ada saat ini tidak sama dengan
ahli kitab pada zaman Nabi SAW. Semua ahli kitab saat ini jelas jelas
menyekutukan Allah dengan menatakan jika Uzair itu putra Allah (menurut yahudi)
dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani)
Pernikahan beda agama dipastikan tidak
akan mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama dilakasanakannya
pernikahan. Di luar itu, pernikahan pemeluk antar agama dilarang sebagai upaya
syadz-adz-dzari’ah (mencegah kerusakan).
Yakni, menjaga keimanan calon suami atau
istri dan anak-anak yang akan dilahirkan. Di saming itu, tidak ada kedaruratan,
semisal, jumlah wanita Muslimah jauh menyusut. Faktanya, jumlah Muslimah tidak
berkurang. Bahkan bisa jadi melebihi jumlah pria Muslim.
***)Amri Amrullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar