Sabtu, 03 Januari 2015

AGAMA PEREDAM KONPLIK


Keyakinan, hidayah, takwa.      Agama selama ini sering kali menjadi bahan untuk memprovokasi terjadinya konflik. Meski demikian, agama pada akhirnya justru yang menjadi pencegah berlarut-larutnya konflik.
Kesimpulan tersebut disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam Forum Perdamaian Dunia (World Peace forum, WPF) Kelima yang digelar di Jakarta, sejak.
Dalam pertemuan kemarin, agenda yang dibahas berkaitan  dengan konflik yang terjadi di beberapa tempat yang berbeda. Yakni, di Aceh dan Maluku (Indonesia), Pattani (Thailand), Rohingnya (Myanmar), Nigeria, Replubik Afrika Tengah, dan Kosovo.
Selain itu, sekurang-kurangnya ada tiga formulasi yang ditemukan forum ini terkait resolosi konflik,’’kata Din Syamsuddin,
Pertama, kata Din Syamsuddin, bahwa agama selalu menjadi justifikasi. Namun, forum ini juga menemukan, pada saat yang sama, agama dapat mencegah konflik berkepanjangan. “Hal ini akan terwujud bila permuka umat beragama bersedia menyingkirkan kepentingan politik dan mengutamakan nilai-nilai perdamaian universal,” kata Din,
Kedua, perlu pendekatan yang multimendisional agar sebuah resolosi konflik bersifat menyeluruh. Din mencontohkan faktor ketimpangan sisoal. Kerap kali, ketika sentimen agama dianggap sebagai latar konflik maka faktor tersebut terabaikan.
Ketiga, tiap konflik memiliki konteks yang berbeda satu sama lain. Demikian pula, masing-masing punya tingkat kerumitan tersendiri. Oleh karena itu, kata Din, forum ini menemukan proses resolosi konflik harus sesuai dengan keadaan masing-masing tempat. Resolosi tidak bisa disamaratakan antara satu tempat dan yang lain.
Sementara itu, konflik di Nigeria yang selalu mengatasnamakan agama dibantah oleh Rafiu Ibrahim Adebayo dari University of Ilorin, Nigeria. Menurutnya, konflik yang terjadi di Nigeria. bukanlah konflik agama. Konflik diperparah oleh kesenjangan pendidikan yang kian subur di kalangan rakyat biasa. Rafiu menambahkan, akar konflik sesungguhnya di Nigeria hanyalah kurangnya akses pendidikan.
“Warga di wilayah utara Nigeria tidak dapat mengakses pendidikan sebaik di wilayah seltan yang mayoritas beragama Kristen. Hal ini membuka lebar peluang tumbuhnya provokasi kekerasan atas nama agama,” kata Rafiu.
Keyakinan, hidyah, takwa.      Kepala Islamic Center Myanmar Al-Haj U Lwin menyatakan, Myanmar yang sedang berada dalam proses demokrasi tidak membukan akses terhadap kalangan umat Islam setempat untuk berkontribusi membangun negara.
“Di Myanmar, orang Muslim tidak bisa menjadi bagian dari birokrasi ataupun militer,” ungkap Al-Haj U Aye Lwin. Kesalahpahamam mengenai kaum Muslim Myanmar, kata Al-haj, disebabkan oleh penyebaran berita yang tidak benar. Oleh oknum Buddihs radikal.
Sedangkan, Menteri Agama Lukman  Hakim Saifuddin mengatakan hasil presentasi makalah dalam acara AICIS XIV dapat menjadi rujukan dalam merancang draf RUU perlindungan Umat Beragama.
Lukman menjelaskan hasil dari konfrensi ini dapat melengkapi dan menyempurnakan draf RUU Perlindungan Umat Beragama yang sedang dirumuskan. Hal ini untuk menjamin dan perlindungan kepada setiap warga negara  dalam memeluk  dan menjalankan ajaranagamanya.



***)edifkah fansuri  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar