Minggu, 25 Januari 2015

UTANG DAN AIR MENDIDIH


Seusai shalat Zhuhur di Masjid Nogotirto Yogyakarta. Pada 30 Desember 2014, sahabat saya H Hartoyo, pensiunan Pertamina, berkisah tentang mimpi anak sulungnya yang cukup mengerikan berkaitan dengan utang neneknya pada sebuah bank yang belum sempat terbayar sampai saat wafatnya. Jumlahnya hanyalah Rp 3juta dan itu pun bukan utang pribadinya, tetapi utang adiknya atas nama dia.
Ketika menceritakan kembali isi mimpi anak tentang ibunya ini, tangan Bung Hartoyo masih gemetar. Begitu mencekam, begitu menakutkan, sehingga anak Hartoyo menjerit sambil terbangun. Komentar Hartoyo, “Ternyata ada hubungan batin antara anak dan neneknya yang sudah wafat.”
Tidak mustahil karena memang mimpi penting untuk menyadarkan orang dari kealpaan.
Apa yang terlihat oleh anak Hartoyo dalam mimpi itu dan apa pula tafsiran Hartoyo terhadap mimpi itu? inilah gambarannya yang saya turunkan dari hasil tuturan Hartoyo: Ada sebuah bak besar berisi iair yang sedang mendidih, panas sekali. Di dalam nya terapung ibu kandung Hartoyo yang sedang berteriak mina tolong. Sambil menangis, anak Hartoyo mengadu kepada bapaknya tentang apa yang dilihatnya dalam mimpi itu.
Hartoyo ternyata cepat tanggap. Ini, katanya, pasti bertalian dengan masalah ibunya yang semasa hidup yang tidak diceritakan kepada anak-anaknya. Benar, ternyata ada utang adik ibunya sejumlah diatas. Hartoyo segera menghubungi pihak bank untuk melunasi hutang itu. Setelah utang dilunasi, lagi anak Hartoyo bermimpi bahwa neneknya mengucapkan terima kasih kepada Hartoyo, anak kandungnya itu.
Kita tidak tahu pasti takwil sebuah mimpi, tetapi tuturan Hartoyo diatas penting unutk direnungkan. Bukankah, jika seorang Muslim/Muslimah wafat, sebelum dimakamkan, pihak keluarga terntu tidak lupa menanyakan kepada para pelayat tentang kemungkinan si mayat punya utang atau tidak?
Jika ada utang, hendaklah pihak keluarga diberitahu agar semua masalah dunia itu diselesaikan segera atau direlakan demi perjalanan arwah si mayat ke lain tidak terhambat oleh utang yang masih belum terbayar. Kesulitan sebagian kita adalah kebiasaan berutang sampai menumpu, tetapi tidak cepat dibayar sehingga menjadi kumulatif.
Biasanya jika utang sudah berlapis-lapis kepada banyak pihak lagi, lama-lama kepekaan batin seseorang menjadi tumpul, sekrup ubun-ubun nya menjadi longgar. Namanya menjadi gunjingan di mana-mana. Seolah-olah utang bukan lagi sebuah beban yang dapat membuat kepalanya jadi pusing tujuh keliling.
Rasanya pintu rezrki akan terbuka lebar dengan syarat kita bersedia memulihkan kepekaan batin untuk secepatnya membayar utang itu. Jangan dibiarkan larut tersandung oleh tumpukan utang yang dapat sangat merepotkan pihak keluarga jika sewaktu-waktu kita didatangi malaikat maut.
Dulu kami pernah pula punya utang untuk keperluan anak dan untuk membayar uang muka rumah kredit perumahan rakyat (KPR) dan angsuran bulanannya setelah sekitar 20 tahun hidup dalam dalam rumah sewaan sampai pindah berkali-kali. Maklumlah nasib pegawai negeri dengan penghasilan yang serbakurang.
Saya sekeluarga baru bernafas secara ekonomi sejak tahun 1990 karena diminta mengajar di Universitas Kebangsaan Malaysia selama dua tahun atas dorongan almarhum DR Imaduddin Abdurrahim. Rampung d Malaysia, ada saja pintu rezeki yang dibukakan Allah. Pernah mengajar di Institute of Islamic Studies, bagian dari Universitas McGill, Kanada, atas rekomendasi Menteri Agama almarhum Munawir Sjadzali.
Tak selang beberapa tahun kemudian diminta pula oleh pak Akbar Tandjung (mensekneg ketika itu) untuk menjadi anggota DPA tahun 1998-2003 sejarang saya tidak miskin dan tidak kaya, sedang saja, tetapi tanpa untang dan kamsudah punya rumah pribadi. Alhamdulillah, Allah maha pemberi rezeki pribadi. Alhamdulillah, Allah maha pemberi rezeki yang tak putus-putusnya sampa hari ini. Ada doa yang baik, “Allahumma a’udzubika min al-dain” Ya Allah, aku berlindung kepada engkau dari jeratan utang.

hidayah, sabar, syukur, takwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar