Senin, 29 Desember 2014

BELAJAR MENCELA DIRI SENDIRI

 BELAJAR MENCELA DIRI SENDIRI

Pendikan, takwa, keyakinan.      Sering kata-kata sufistik tidak mudah dipahami sebagaimana maknanya yang tersurat. Demikian beragam makna yang bisa disimpulkan sehingga menyebabkan seseorang sering tersesat dalam dunia simbol yang berbeda-beda. Tapi, apa yang diajarkan Ibnu ‘Athoillah tentang mencela diri sendiri adalah hal yang nyata. Nyata karena kita dapat menemukannya dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari.
Bahwa memuji dan pujian adalah hak dan kewenangan Allah SWT semata. Manusia sebagai makhluk sama sekali tak berhak atas pujian karena kelemahan, kekurangan, serta kehinaan yang melekat pada dirinya. Kalau ada kebaikan yang ditangkap orang ada pada diri  kita, itu semata karena kebaikan Allah yang dinisbatkan pada diri kita. Mengapa? Karena, semua kebaikan adalah milik Allah. “Attahiyyatul nubaarokaatus sholawaatut thayyibaatu lillaahi.
Dengan sifat sayang Nya, Allah menutupi semua keburukan yang ada pada diri kita. Bahkan, Dia menutup keburukan kita dengan kebaikan yang bersumber dari-Nya. Seandainya rasa sayang dan kasih-Nya tak sampai kepada kita, akan terperangalah orang-orang di sekitar kita, betapa hinanya kita. Ironisnya, kita tidak menyadari bahwa kita adalah makhluk yang hina, penuh knistaan, dan disaput dengan segudang kekurangan dan kelemahan.
Pendidikan, takwa, keyakinan.   Bukankah tak sedikit orang yang kita angkat sebagai pemimpin adalah mereka yang kepadanya kita sematkan beragam pujian dan kebaikan semu? Para pemimpin semacam ini tidak hidup di atas realitas. Mereka diciptakan dan dilahirkan di atas definisi-definisi yangkita buat sendiri untuk mereka. Maka, mereka yang sebelumnya bukan siapa-siapa, lalu menjadi  “siapa” karena kita sendiri yang menjadikan mereka “siapa”. Begitu jadi pemimpin, orang-orang seperti ini sering berada i luar realitas.
Maka jangan diharap mereka akan mampu memahami masalah umat karena memahami dirinya sendiri saja mereka tak akan mampu. Oleh Ibnu ‘Athaillah, kita disarankan belajar mencela diri sendiri sebab dengan cara itu, kita akan menyadari siapa diri ini. Kalau orang bilang kita adalah pemimpin yang ditunggu-tunggu kehadirannya, itu karena mereka sendiri yang meletakkan kita di maqa itu, Bukankah sering jentik dianggap naga hanya karena kita melihat nya melalui kaca pembesar?
Maka, tak sedikit pemimpin, dari semua tingkatan, baik di nasional mau[un di daerah, adalah mereka yang kemunculannya sengaja diciptakan melalui rekayasa ilmu tertentu. Mereka dimunculkan karena ambisi pribadi, karena tujuan tertentu dari sekolompok elite, karena faktor-faktor yang berada di luar kemampuan tokoh itu sendiri. Maka, sering karena perbedaan tujuan, sebuah organisasi pecah. Karena tidak puas, para tokoh ini lantas membentuk dewan pengurus tandingan.
Maka, ingat dan camkanlah anjuran Ibnu Athaillah tentang pelajaran mencela diri sendiri. Sebab, hanya kita yang mengerti siapa kita. Hanya kita yang tahu bahwa kita culas,ambisius, suka menyikut kawan seiring, haus kekuasaan, gila materi, gila sanjungan, gila harta, gila takhta, dan gemar memperjualbelikan jabatan. Hanya kita yang tahu bahwa kita sengaja menjauh dari Tuhan. Mengkhianati Tuhan menistakan firman-Nya. Serta tindakan maksiat lainnya.
Pendidikan, keyakinan, takwa.     Kalau orang bilang kita adalah pemimpin yang tepat untuk bangsa ini, sadarilah itu hanya pujian dari makhluk kepada makhluk. Kalau ada yang bilang kitalah orang yang tepat memimpin organisasi ini, itulah seringai serigala yang pada saatnya akan menelan kita. Kalau orang bilang kitalah orang paling tepat memberi nasiha ini dan itu dalam perkara tertentu, sadarilah itu samata jebakan yang akan menguliti aurat kit ketika waktunya sampai.
Kata Ibnu ‘Athaillah, belajarlah mencari diri sendiri ketika begitu banyak orang mengguyur kita dengan  selaksa sanjung dan puji. Senang dipuji dan menjadikan pujian sebagai kita yang “sebenarnya”  adalah awal kesombongan adalah busana Allah. Barang siapa, demikian Allah SWT dalah hadis qudsi, mengenakan keagungan dan kesombongan maka akan dilempar kedalam neraka kemurkaan-Nya. Allahu akbar-begitu antara lain ajaran tauhid uluhiyah yang dapat kita tangkap dari ajakan Ibnu ‘Atho’ kali ini.


***)republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar