Pendikan, takwa, keyakinan. Sering kata-kata sufistik tidak mudah
dipahami sebagaimana maknanya yang tersurat. Demikian beragam makna yang bisa
disimpulkan sehingga menyebabkan seseorang sering tersesat dalam dunia simbol
yang berbeda-beda. Tapi, apa yang diajarkan Ibnu ‘Athoillah tentang mencela
diri sendiri adalah hal yang nyata. Nyata karena kita dapat menemukannya dengan
mudah dalam kehidupan sehari-hari.
Bahwa memuji dan pujian adalah hak dan
kewenangan Allah SWT semata. Manusia sebagai makhluk sama sekali tak berhak
atas pujian karena kelemahan, kekurangan, serta kehinaan yang melekat pada
dirinya. Kalau ada kebaikan yang ditangkap orang ada pada diri kita, itu semata karena kebaikan Allah yang
dinisbatkan pada diri kita. Mengapa? Karena, semua kebaikan adalah milik Allah.
“Attahiyyatul nubaarokaatus sholawaatut thayyibaatu lillaahi.
Dengan sifat sayang Nya, Allah
menutupi semua keburukan yang ada pada diri kita. Bahkan, Dia menutup keburukan
kita dengan kebaikan yang bersumber dari-Nya. Seandainya rasa sayang dan
kasih-Nya tak sampai kepada kita, akan terperangalah orang-orang di sekitar
kita, betapa hinanya kita. Ironisnya, kita tidak menyadari bahwa kita adalah
makhluk yang hina, penuh knistaan, dan disaput dengan segudang kekurangan dan
kelemahan.
Pendidikan, takwa, keyakinan. Bukankah tak sedikit orang yang kita
angkat sebagai pemimpin adalah mereka yang kepadanya kita sematkan beragam
pujian dan kebaikan semu? Para pemimpin semacam ini tidak hidup di atas
realitas. Mereka diciptakan dan dilahirkan di atas definisi-definisi yangkita
buat sendiri untuk mereka. Maka, mereka yang sebelumnya bukan siapa-siapa, lalu
menjadi “siapa” karena kita sendiri yang
menjadikan mereka “siapa”. Begitu jadi pemimpin, orang-orang seperti ini sering
berada i luar realitas.
Maka jangan diharap mereka akan mampu
memahami masalah umat karena memahami dirinya sendiri saja mereka tak akan
mampu. Oleh Ibnu ‘Athaillah, kita disarankan belajar mencela diri sendiri sebab
dengan cara itu, kita akan menyadari siapa diri ini. Kalau orang bilang kita
adalah pemimpin yang ditunggu-tunggu kehadirannya, itu karena mereka sendiri
yang meletakkan kita di maqa itu, Bukankah sering jentik dianggap naga hanya
karena kita melihat nya melalui kaca pembesar?
Maka, tak sedikit pemimpin, dari semua
tingkatan, baik di nasional mau[un di daerah, adalah mereka yang kemunculannya
sengaja diciptakan melalui rekayasa ilmu tertentu. Mereka dimunculkan karena
ambisi pribadi, karena tujuan tertentu dari sekolompok elite, karena
faktor-faktor yang berada di luar kemampuan tokoh itu sendiri. Maka, sering
karena perbedaan tujuan, sebuah organisasi pecah. Karena tidak puas, para tokoh
ini lantas membentuk dewan pengurus tandingan.
Maka, ingat dan camkanlah anjuran Ibnu
Athaillah tentang pelajaran mencela diri sendiri. Sebab, hanya kita yang
mengerti siapa kita. Hanya kita yang tahu bahwa kita culas,ambisius, suka
menyikut kawan seiring, haus kekuasaan, gila materi, gila sanjungan, gila harta,
gila takhta, dan gemar memperjualbelikan jabatan. Hanya kita yang tahu bahwa
kita sengaja menjauh dari Tuhan. Mengkhianati Tuhan menistakan firman-Nya.
Serta tindakan maksiat lainnya.
Pendidikan, keyakinan, takwa. Kalau orang bilang kita adalah
pemimpin yang tepat untuk bangsa ini, sadarilah itu hanya pujian dari makhluk
kepada makhluk. Kalau ada yang bilang kitalah orang yang tepat memimpin
organisasi ini, itulah seringai serigala yang pada saatnya akan menelan kita.
Kalau orang bilang kitalah orang paling tepat memberi nasiha ini dan itu dalam
perkara tertentu, sadarilah itu samata jebakan yang akan menguliti aurat kit
ketika waktunya sampai.
Kata Ibnu ‘Athaillah, belajarlah
mencari diri sendiri ketika begitu banyak orang mengguyur kita dengan selaksa sanjung dan puji. Senang dipuji dan
menjadikan pujian sebagai kita yang “sebenarnya” adalah awal kesombongan adalah busana Allah.
Barang siapa, demikian Allah SWT dalah hadis qudsi, mengenakan keagungan dan
kesombongan maka akan dilempar kedalam neraka kemurkaan-Nya. Allahu
akbar-begitu antara lain ajaran tauhid uluhiyah yang dapat kita tangkap dari
ajakan Ibnu ‘Atho’ kali ini.
***)republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar