Hidayah, kisah. Terlahir dari keluarga Katolik
Ortodoks, Sariya lahir di lingkungan yang sangat religius, Pemilik nama lengkap
Sariya Chervallil ini lahir pada 1979. “Kami adalah Katolik Ortodoks sebelum
kami kembali ke Islam.” Kata Sariya.
Keluarga Sariya cukup aktif
terlibat dalam kegiatan keagamaan dan urusan gereja. Sejumlah anggota keluarga
lainnya bahkan ada yang mengabdikan
dirinya di gereja. Sariya sangat bangga mempunyai keluarga yang religius.
Sang ibu bahkan pernah menjadi
ikon di kampung halamannya sebagai contoh wanita paling taat di gereja. Sang
ibu secara teratur selalu membawa Alkitab. “Dia wanit yang paling taat
agamanya,” ungkap Sariya.
Sariya menjelaskan, ibunya
mempunyai sejumlah pengalaman inilah yang sejujurnya menimbulkan perasaan yang
tidak puas akan agamanya. Ibunya berpaling dari sesuatu yang sebelumnya ia
anggap suci,” Jelasnya. Dalam
situasi ini, muncul seorang pengacara bernama Ibrahim Khan. Fase ini membuka babak
baru bagi kehidupan keluarganya. Ibrahim
bekerja kepada orang tua Sariya sebagai Penasihat hukum. Pria ini
bekerja hanya sebagai pengacara sementara. Karena, pengacara tetap keluargaya.
Saat itu, kedua orang tuanya membutuhkan penasihat hukum untuk beberapa urusan
bisnis.
Ibrahim adalah seorang Muslim
yang mempunyai pengetahuan cukup luas. Pria ini juga memperkenalkan Islam
kepada ibunya. Yang mengejutkan bagi Sariya, ibunya bisa menerima Islam hanya
dalam beberapa pekan. Kondisi ini memicu perceraian kedua orang tuanya. Sariya menyaksikan
ibunya memilih berpisah. Hidayah, kisah. Setelah
perpisahan tersebut, sang ayah pergi meninggalkan Sariya dan anggota keluarga
lainnya. Awalnya, situasi tersebut cukup membingungkan baginya. Terlebih, ia
merupakan anak sulung. “Aku benci Islam karena menghancurkan keluargaku, ‘’
ujar Sariya.
Sariya pernah
merasakan benar-benar membenci Islam. Ia mengatakan kepada dirinya sendiri bisa
menjadi apa pun kecuali seorang Muslim. Meski membenci Islam, ia mengaku senang
mendengar suara azan.
Untungnya pula, kebencian Sariya
ini tak mengurangi rasa hormatnya kepada sang ibu. Sariya hanya tidak bisa
mengerti mengapa ibunya melakukan sesuatu seperti ini. Ia ingin memahami apa
yang telah menarik seorang wanita berpendidikan dan berbudaya seperti ibunya
kepada sesuatu yang berasal dari Abad Pertengahan.
Inkonsistensi
Akhirnya, Sariya memberanikan
diri bertanya kepada ibunya. Namun, jawaban sang ibu sangat sederhana, “Bacalah
Alkitab dari satu halaman ke halaman lainnya.”
Inilah awal Sariya memulai
perjalanannya. Usianya masih sangat muda, namun ia dapat mengerti apa yang ia
baca. “Aku menemukan begitu banyak inkonsistensi dan kesalahan dalam Alkitab,”
katanya.
Banyak hal yang disebutkan
dalam Alkitab yang menurut Sariya sangat tidak logis. Sariya terus
mempelajarinya. Bahkan, ketika ia menemukan sebuah kebenaran mengenai seseorang
yang disebut Nabi Muhammad SAW.
Sariya bersikeras menolak
pembenaran mengenai Nabi Muhammad. Ia justru selalu belajar mengenai agama
Kristen. Namun, perlahan-lahan mulai mengelanturkan agama. “Tetapi, aku selalu
menolak untuk mempelajari Islam, “tuturnya.
Ibunya memaklumi kondisi
tersebut. Sang ibu lalu memberikan surah al-ikhlas yang ia tulis dan
diterjemahkan dengan baik. “Ini menjadi obsesi bagiku. Aku membacanya dan
terjemahannya sepanjang hari (berulang-ulang). Rasanya seperti memulaikan
bagiku, “ ujar Sariya.
Ketika akhirnya tidak ada
kitab suci lain yang bisa memuaskan Sariya, ia beralih ke Al-quran. Ia mengaku
benar-benar terpesona. “Ini adalah kebenaran yang aku cari! Jawaban atas semua
pertanyaanku, “katanya. Selama ini, ia yakin suatu saat akan menemukan
takdirnya. Ia membutuhkan waktu dua tahun untuk akhirnya yakin tentang Islam.
Usianya 15 tahun saat itu, dua tahun setelah sang ibu mrmrluk Islam. Ia
berharap sang ibu bisa menyaksikannya mengucap dua kalimat syahadat.
Penolakan
Suatu hari, sang ayahnya
datang kepada mereka. Ia masih seorang penganut Katolik. Namun, ketiganya
memutuskan tetap mencintai sang ayah dan menerima apa adanya. “Ia belajar islam
dan memiliki rasa hormat yang luar biasa terhadap dien kami, cara kami hidup
dan Islam,“ jelas Sariya.
Ayah, kata Sariya, seperti
tiang dukungan untuknya dan saudaranya. Meskipun sang ayah belum memeluk Islam,
ia tak pernah campur tangan mengenai keimanan anak-anaknya. Sariya mengibaratkan
ayahnya seperti paman Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib.
Sikap sang ayah bertolak
belakang dengan sikap keluarga besarnya. Mereka ternyata masih kukuh menentang
Islam. “Namun, kami akan selalu menjadi Muslim, insya Allah,” ujarnya.
Sariya dan saudaranya selama
ini mendapatkan pesan dari kerabat lainnya yang ingin mengubah ketiganya
menjadi Kristen. Keluarga besar ingin Sariya dan adik-adiknya kembali pada
Kristen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar