Minggu, 28 Desember 2014

ISLAM MENERIMA KITA DENGAN TANGAN TERBUKA


Hidayah, kisah.    Terlahir dari keluarga Katolik Ortodoks, Sariya lahir di lingkungan yang sangat religius, Pemilik nama lengkap Sariya Chervallil ini lahir pada 1979. “Kami adalah Katolik Ortodoks sebelum kami kembali ke Islam.” Kata Sariya.
Keluarga Sariya cukup aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan dan urusan gereja. Sejumlah anggota keluarga lainnya bahkan ada yang  mengabdikan dirinya di gereja. Sariya sangat bangga mempunyai keluarga yang religius.
Sang ibu bahkan pernah menjadi ikon di kampung halamannya sebagai contoh wanita paling taat di gereja. Sang ibu secara teratur selalu membawa Alkitab. “Dia wanit yang paling taat agamanya,” ungkap Sariya.
Sariya menjelaskan, ibunya mempunyai sejumlah pengalaman inilah yang sejujurnya menimbulkan perasaan yang tidak puas akan agamanya. Ibunya berpaling dari sesuatu yang sebelumnya ia anggap suci,” Jelasnya.                Dalam situasi ini, muncul seorang pengacara bernama Ibrahim Khan. Fase ini membuka babak baru bagi kehidupan keluarganya. Ibrahim  bekerja kepada orang tua Sariya sebagai Penasihat hukum. Pria ini bekerja hanya sebagai pengacara sementara. Karena, pengacara tetap keluargaya. Saat itu, kedua orang tuanya membutuhkan penasihat hukum untuk beberapa urusan bisnis.
Ibrahim adalah seorang Muslim yang mempunyai pengetahuan cukup luas. Pria ini juga memperkenalkan Islam kepada ibunya. Yang mengejutkan bagi Sariya, ibunya bisa menerima Islam hanya dalam beberapa pekan. Kondisi ini memicu perceraian kedua orang tuanya. Sariya menyaksikan ibunya memilih berpisah.  Hidayah, kisah.    Setelah perpisahan tersebut, sang ayah pergi meninggalkan Sariya dan anggota keluarga lainnya. Awalnya, situasi tersebut cukup membingungkan baginya. Terlebih, ia merupakan anak sulung. “Aku benci Islam karena menghancurkan keluargaku, ‘’ ujar Sariya.           
Sariya pernah merasakan benar-benar membenci Islam. Ia mengatakan kepada dirinya sendiri bisa menjadi apa pun kecuali seorang Muslim. Meski membenci Islam, ia mengaku senang mendengar suara azan.
Untungnya pula, kebencian Sariya ini tak mengurangi rasa hormatnya kepada sang ibu. Sariya hanya tidak bisa mengerti mengapa ibunya melakukan sesuatu seperti ini. Ia ingin memahami apa yang telah menarik seorang wanita berpendidikan dan berbudaya seperti ibunya kepada sesuatu yang berasal dari Abad Pertengahan.
Inkonsistensi
Akhirnya, Sariya memberanikan diri bertanya kepada ibunya. Namun, jawaban sang ibu sangat sederhana, “Bacalah Alkitab dari satu halaman ke halaman lainnya.”
Inilah awal Sariya memulai perjalanannya. Usianya masih sangat muda, namun ia dapat mengerti apa yang ia baca. “Aku menemukan begitu banyak inkonsistensi dan kesalahan dalam Alkitab,” katanya.
Banyak hal yang disebutkan dalam Alkitab yang menurut Sariya sangat tidak logis. Sariya terus mempelajarinya. Bahkan, ketika ia menemukan sebuah kebenaran mengenai seseorang yang disebut Nabi Muhammad SAW.
Sariya bersikeras menolak pembenaran mengenai Nabi Muhammad. Ia justru selalu belajar mengenai agama Kristen. Namun, perlahan-lahan mulai mengelanturkan agama. “Tetapi, aku selalu menolak untuk mempelajari Islam, “tuturnya.
Ibunya memaklumi kondisi tersebut. Sang ibu lalu memberikan surah al-ikhlas yang ia tulis dan diterjemahkan dengan baik. “Ini menjadi obsesi bagiku. Aku membacanya dan terjemahannya sepanjang hari (berulang-ulang). Rasanya seperti memulaikan bagiku, “ ujar Sariya.
Ketika akhirnya tidak ada kitab suci lain yang bisa memuaskan Sariya, ia beralih ke Al-quran. Ia mengaku benar-benar terpesona. “Ini adalah kebenaran yang aku cari! Jawaban atas semua pertanyaanku, “katanya. Selama ini, ia yakin suatu saat akan menemukan takdirnya. Ia membutuhkan waktu dua tahun untuk akhirnya yakin tentang Islam. Usianya 15 tahun saat itu, dua tahun setelah sang ibu mrmrluk Islam. Ia berharap sang ibu bisa menyaksikannya mengucap dua kalimat syahadat.
Penolakan
Suatu hari, sang ayahnya datang kepada mereka. Ia masih seorang penganut Katolik. Namun, ketiganya memutuskan tetap mencintai sang ayah dan menerima apa adanya. “Ia belajar islam dan memiliki rasa hormat yang luar biasa terhadap dien kami, cara kami hidup dan Islam,“ jelas Sariya.
Ayah, kata Sariya, seperti tiang dukungan untuknya dan saudaranya. Meskipun sang ayah belum memeluk Islam, ia tak pernah campur tangan mengenai keimanan anak-anaknya. Sariya mengibaratkan ayahnya seperti paman Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib.
Sikap sang ayah bertolak belakang dengan sikap keluarga besarnya. Mereka ternyata masih kukuh menentang Islam. “Namun, kami akan selalu menjadi Muslim, insya Allah,” ujarnya.

Sariya dan saudaranya selama ini mendapatkan pesan dari kerabat lainnya yang ingin mengubah ketiganya menjadi Kristen. Keluarga besar ingin Sariya dan adik-adiknya kembali pada Kristen.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar