Perbuatan,
sifat. Seperti halnya Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Kementerian Agama (Kemenag) pun mengimbau umat Islam untuk tidak merayakan
tahun baru Masehi. “Nggak perlu, nggak ada perayaan tahun baru dalam agama
Islam,” ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag.
Ia juga mengingatkan, meski awal tahun
baru Masehi (1 Januari) ditetapkan sebagai hari libur nasional, umat Islam tak
perlu berhura-hura ikut merayakannya. Meski demikian, ia mengungkapkan, hal itu
dikembalikan lagi kepada umat Islam secara pribadi. Sebab, kenyataannya banyak
juga umat Islam yang merayakan tahun baru.
Umat Islam tidak perlu mencampuri urusan
agama lain. Maka untuk tahun baru Masehi, kita ambil kesempatan liburnya saja,
Ujar Wakil Sekretaris MUI Tengku Zulkarnain.
Lebih baik lagi apabila umat Islam
memanfaatkan hari libur itu dengan menyemarakkan tabligh di masjid-masjid.
Dengan dimikian, hari libur bisa menjadi waktu yang tepat guna terhindar dari
sikap mubazir.
Meski demikian, MUI tidak berencana
menerbitkan fatwa terkait pelarangan perayaan tahun baru Masehi. Hanya saja MUI
menghimbau seluruh umat Islam di Indonesia agar tidak tururmerayakan momen
tahun baru itu apalagi dengan nuansa hura-hura.
Perbuatan, sifat.
Imbauan serupa
dilontarkan ormas Islam, Muhammadiyah. Bendahara PP Muhammadiyah Anwar Abbas
mengatakan, umat Islam tidak perlu ikut merayakan tahun baru secara hura-hura
dan meriah. Sebaiknya gunakan momentum tahun baru untuk mengevaluasi dan
mengintropeksi pribadi , keluarga, masyarakat, bangsa, serta negara.
Ia pun menyarankan masyarakat Indonesia,
khususnya umat Islam, untuk mulai memikirkan dan mencari bentuk-bentuk lain
dari perayaan tahun baru yang ada selama ini. Misalnya, mengganti atau
memodiikasi acara tersebut menjadi lebih produktif dan sesuai syariat
Islam. Ketua Ikatan
Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail mengungkapkan hal senada. Ia
mengatakan, perayaan tahun baru Masehi bukanlah untuk umat Ilam. Karena itu,
lebih baik umat Islam memandangnya dari segi formalitas, yakni adanya hari
libur Nasional.
Libur nasional itu pun, menurut Satori,
sebaiknya diisi dengan aktivitas syiar Islam, seperti meramaikan Masjid dan
majelis ilmu. Ini semata-mata agar umat Islam lebih menggiatkan muhasabah
kolektif.
Seperti halnya Tengku, ia pun menyambut
baik salah satu bentuk muhasab itu, yakni Zikir Nasional yang digelar pada
malam pergantian tahun baru Masehi.
Ia berpendapat, kegiatan doa zikir
bersama itu sangat penting sebagai penguat ukhuwah dan keselamatan bangsa
Indonesia. Selain itu, kesempatan berhari libur menjadi tidak diawali dengan
nuansa hura-hura, seperti menyalakan petasan atau kembang api, meniup terompet,
atau jalan-jalan yang sifatnya konsumtif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar