Senin, 22 Desember 2014

HINDARI HURA-HURA SAAT TAHUN BARU

                                              

Perbuatan, sifat.     Seperti halnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Agama (Kemenag) pun mengimbau umat Islam untuk tidak merayakan tahun baru Masehi. “Nggak perlu, nggak ada perayaan tahun baru dalam agama Islam,” ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag.
Ia juga mengingatkan, meski awal tahun baru Masehi (1 Januari) ditetapkan sebagai hari libur nasional, umat Islam tak perlu berhura-hura ikut merayakannya. Meski demikian, ia mengungkapkan, hal itu dikembalikan lagi kepada umat Islam secara pribadi. Sebab, kenyataannya banyak juga umat Islam yang merayakan tahun baru.
Umat Islam tidak perlu mencampuri urusan agama lain. Maka untuk tahun baru Masehi, kita ambil kesempatan liburnya saja, Ujar Wakil Sekretaris MUI Tengku  Zulkarnain.
Lebih baik lagi apabila umat Islam memanfaatkan hari libur itu dengan menyemarakkan tabligh di masjid-masjid. Dengan dimikian, hari libur bisa menjadi waktu yang tepat guna terhindar dari sikap mubazir.
Meski demikian, MUI tidak berencana menerbitkan fatwa terkait pelarangan perayaan tahun baru Masehi. Hanya saja MUI menghimbau seluruh umat Islam di Indonesia agar tidak tururmerayakan momen tahun baru itu apalagi dengan nuansa hura-hura.
Perbuatan, sifat.              Imbauan serupa dilontarkan ormas Islam, Muhammadiyah. Bendahara PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, umat Islam tidak perlu ikut merayakan tahun baru secara hura-hura dan meriah. Sebaiknya gunakan momentum tahun baru untuk mengevaluasi dan mengintropeksi pribadi , keluarga, masyarakat, bangsa, serta negara.
Ia pun menyarankan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, untuk mulai memikirkan dan mencari bentuk-bentuk lain dari perayaan tahun baru yang ada selama ini. Misalnya, mengganti atau memodiikasi acara tersebut menjadi lebih produktif dan sesuai syariat Islam.           Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail mengungkapkan hal senada. Ia mengatakan, perayaan tahun baru Masehi bukanlah untuk umat Ilam. Karena itu, lebih baik umat Islam memandangnya dari segi formalitas, yakni adanya hari libur Nasional.
Libur nasional itu pun, menurut Satori, sebaiknya diisi dengan aktivitas syiar Islam, seperti meramaikan Masjid dan majelis ilmu. Ini semata-mata agar umat Islam lebih menggiatkan muhasabah kolektif.
Seperti halnya Tengku, ia pun menyambut baik salah satu bentuk muhasab itu, yakni Zikir Nasional yang digelar pada malam pergantian tahun baru Masehi.
Ia berpendapat, kegiatan doa zikir bersama itu sangat penting sebagai penguat ukhuwah dan keselamatan bangsa Indonesia. Selain itu, kesempatan berhari libur menjadi tidak diawali dengan nuansa hura-hura, seperti menyalakan petasan atau kembang api, meniup terompet, atau jalan-jalan yang sifatnya konsumtif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar