Pendidikan, takwa, Keyakinan & Syukur. Pada masa
rasulullah SAW menyebarkan agama Islam, gejolak peperangan terus berlansung.
Situasi dan kondisi Makkah juga tidak kondusif. Hingga Rasulullah SAW akhirnya
pada masa itu hijrah ke madinah atas perintah Allah SWT.
Dalam hijrahnya Rasulullah dengan para
sahabat tidaklah langsung memliki tempat tinggal di Madinah. Bahkan Masjid
Nabawi pun belumlah di bangun. Namun, kaum Anshar adalah kaum yang begitu
hangat dan bersahabat, sehingga mereka begitu antusias menerima kedatanagan
Rasulullah dan kaum Muhajirin.
Keyakinan, & syukur.
Ada seorang sahabat Anshar bernama Abu Ayyub Al Anshari, yang telah masuk Islam
dan bergabung dengan tentara Rasulullah adalah seorang yang begitu peduli
kepada kaum Muhajirin. Abu Ayyub terlihat sangat menonjol perhatiannya kepada
Rasulullah yang datang pada saat itu. beliau Ketika Rasulullah memasuki kota
Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh di depan rumah Bani Malik bin
Najjar, seorang kaum Anshar lainnya. Maka beliau turun dari atas nya dengan
penuh harapan dan kegembiraan.
Abu Ayyub tampil dengan wajah
berseri-seri karena kegembiraan yang memuncak. Tiada tara yang di rasakan oleh
Abu Ayyub ketika Rasulullah bersedia tinggal di rumah nya. Bahkan, ia pun
menyebutkan ini sebuah penghargaan yang tiada tara dalam hidupnya diberikan
Allah SWT.
Abu Ayyub mengalihkan aktifitasnya
dengan berjihad di jalan Allah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud,
dan Khandaq. Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang,
dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT, “Berjuanglah kalian,
baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..” (QS At-Taubah: 41).
Abu Ayyub pun adalah seorang yang tidak
terlalu berfikir soal sebagai apa dirinya dalam jamaah atau kelompok. Sebagai
contoh, ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah
Konstantinopel (Turki Sekarang), ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya
untuk berjihad yang sejak lama ia dambakan. Sewaktu terjadi pertikaian antara
Ali dan Muawwiyah, Abu ayyub berdiri di pihak Ali tanpa sedikit pun keraguan.
Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib syahid, kahalifah berpindah kepada
Muawiyah, Abu Ayyub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang di harapkannya
dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam
barisan kaum muslimin .
Abu Ayyub meminta kepada Yazid, bila ia
telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat
ditempuh ke arah musuh. Dan di sanalah wasiat Abu Ayyub itu telah dilaksanakann
oleh Yazid. Di jantung Kota Instanbul sekarang, di sanalah terdapat perkuburan
laki-laki bernama besar itu. Hingga sebelum tempat itu di kuasai orang
orang Islam, orang romawi dan penduduknya memandang Abu Ayyub di makamnya
itu sebagai orang suci. Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang
mencatat peristiwa itu berkata “ orang orang Romawi sering berkunjung dan
Berziarah ke kuburnya.”
***) Emil Rosmali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar