Kebanyakan manusia pada hari ini
tidak memiliki malu.Sifat malu ibarat barang langka di tengah tengah masyarakat.
Sedikit sekali ada yang malu berbuat buruk, malu menggunjing, malu tidak
amanah, malu karena malas, dan malu suka
bohong.
Mereka umbar kekurangan orang lain tanpa sensor.
Bahkan, isi dapur rumah sendiri di bongkar habis di hadapan media. Seperti
itulah lakon para selebritas akhir akhir ini. Al-Imam an-Nawawi berkata, “Para
ulama mengatakan malu hakikatnya adalah akhlak yang mengantar sesorang untuk
meninggalkan kejelekan dan menghalanginya menurangi mengurangi hak-hak orang
lain.”
Orang kuat keimanannya kuat pula rasa malu dalam
hatinya. Sebaliknya, orang yang lemah keimanannya sedikit rasa malunya. Maka
jika telah hilang sama sekali rasa malu dalam diri seorang manusia, di
khawatirkan hilang pula rasa malunya.
Dalam riwayat nya, beliau menegaskan, “Malu itu
kebaikan seluruhnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Muncul pertanyaan mengapa
malu itu semuanya baik? Bukankah kita mendapati ada orang yang malu berbuat
baik atau meninggalkan maksiat?
Jawabannya, jika rasa malu pada seseorang menghalanginya
melakukan kebaikan atau mendorongnya berbuat kemaksiatan pada hakikatnya itu
bukanlah malu. Itu merupakan sikap lemah yang melekat pada diri seseorang.
Sedangkan rasa lemah yang menyebabkan seseorang
mengurang hak Allah ataupun hak hamba nya bukan termasuk malu. Tetapi ini
adalah kelemahan ketidakmampuan, dan kehinaan.
Hendaklah kita memelihara sifat malu yang di ajarkan
oleh islam. Malu pada tempatnya. Sebab, sifat malu itulah perhiasan hidup
manusia di dunia ini. Tanpanya, manusia tidak berbeda dengan hewan.
Dengan adanya keyakinan bahwa Tuhan
maha mengetahui maka kita selalu bertaqwakal kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar